Topswara.com -- Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Tangisan dan derita masih dialami oleh saudara kita di Sumatra dan Aceh. Banjir bandang yang menimpa wilayah Aceh dan Sumatra yang disebabkan oleh hujan ekstrem yang dipicu oleh siklon tropis Senyar dan Koto di Selatan Malaka.
Sejumlah negara di Asia Tenggara pun terkena dampaknya. Namun Indonesia sampai saat ini yang mengalami korban paling banyak.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyampaikan bahwa korban meninggal dunia per Senin petang tanggal 1 Desember 2025 mencapai 604 orang (cnn indonesia.com, 1/12/2015).
Penyebab tanah longsor dan banjir bandang bukan hanya karena faktor curah hujan ekstem yang sampai pada puncaknya. Bencana ini terlihat sangat parah karena menurunnya daya tampung wilayah.
Jutaan area hutan sebagai tempat penahan air karena curah hujan sudah hilang. Banyak pihak memandang hal ini karena penebangan hutan secara masif dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi. Hanyutnya gelondongan kayu yang berjumlah ribuan terbawa banjir menjadi bukti kuat bahwa pembabatan hutan nyata terjadi.
Sistem Kapitalis Merusak Alam
Bencana alam yang terjadi di Sumatra dan Aceh tidak lain karena kebijakan yang merusak lingkungan. Data Global Forest Watch mengungkap bahwa 10,5 juta hektare hutan di Indonesia hilang dalam kurun waktu 2002-2023.
Hutan di negara kita terkategori hutan primer tropis yang merupakan ekosistem paling kaya stabil dan bermanfaat untuk menahan curah hujan.
Hancurnya hutan di negeri ini karena kebijakan kapitalis yang berpihak pada para pengusaha tanpa mempertimbangkan akibat negatif yang terjadi. Negara lemah mengawasi kegiatan pembalakan liar.
Negara bahkan memberikan izin untuk membuka kawasan tersebut untuk swasta sehingga diubah menjadi penambangan dan lahan sawit. Maka fenomena alam bukan semata-mata penyebab bencana yang terjadi tetapi kebijakan kapitalislah yang merusak alam.
Islam Mengatur Pengelolaan SDA
Pengelolaan sumber daya alam (SDA) diatur dalam Islam. Negaralah pemegang pengelolaan hutan dan tambang. Hasil dari pengelolaan itu dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Swasta bahkan asing tidak akan diberikan ruang dalam pengelolaan.
Sehingga orang atau pun korporasi manapun tidak memiliki hak izin untuk mengeksploitasi hutan dan tambang. Sebagai hadis Rasulullah SAW bahwa kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR. Ibnu Majah).
Negara dalam sistem Islam akan menggelontorkan dana untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam. Tentunya hal ini harus sesuai dengan pandangan ahli lingkungan hidup sehingga efek bencana alam dapat diminimalisir.
Negara harus memiliki sistem yang matang dalam hal mitigasi bencana. Hal ini untuk melindungi rakyat bila bencana terjadi. Pembekalan perihal kemampuan untuk menghadapi bencana harus diberikan kepada penduduk sehingga korban jiwa dapat diminimalisir.
Dalam Islam seorang pemimpin (khalifah) akan melakukan pengelolaan SDA sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Hal ini pastilah sejalan dengan keimanan dan ketakwaan bukan berdasarkan kebijakan yang berujung keuntungan.
Khalifah akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya. []
Oleh: Imro’atun Dwi P., S.Pd.
(Aktivis Muslimah di Bantul, DIY)

0 Komentar