Topswara.com -- Beragam kasus penculikan anak kembali mencuat. Ada yang kembali dengan selamat namun banyak juga yang hingga kini tidak kunjung ditemukan.
Data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyebutkan, sepanjang Januari hingga November 2025, setidaknya terdapat 221 laporan terkait orang hilang, 50 kasus diantaranya menelan korban dengan usia di bawah 20 tahun (22,62 persen). Pada bulan November 2025, dilaporkan terdapat enam kasus penculikan anak (metrotvnews.com, 17-11-2025).
Salah satu kasus yang belum lama menyedot perhatian publik adalah kasus penculikan Bilqis, seorang anak berusia 5 tahun di Makassar. Bilqis dinyatakan hilang pada 2 November 2025, saat sang ayah tengah berolahraga.
Selang 3 hari, yakni 8 November 2025 Bilqis dilaporkan telah ditemukan di Jambi dengan selamat (kompas.com, 9-11-2025). Pihak kepolisian menyebutkan penculikan Bilqis bermodus adopsi anak melalui facebook seharga Rp 3 juta. Kemudian dijual kembali ke Jambi seharga Rp 15 juta dan ke pedalaman Jambi seharga Rp 80 juta.
Penculikan makin marak. Strategi dan cara yang dilakukan pelaku lebih bersifat humanis. Jadi tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat sekitar, karena anak yang diculik belum menyadari dirinya diculik dan merasa aman karena melihat orang asing yang dinilai baik. Demikian disampaikan krimonolog Universitas Indonesia, Haniva Hasna.
Nihilnya Ruang Aman Anak
Maraknya kasus penculikan anak dapat dipicu oleh berbagai faktor. Diantaranya minimnya pengawasan orang tua, kondisi kemiskinan yang memprihatinkan, serta lemahnya regulasi yang mestinya disediakan negara.
Minimnya pengawasan orang tua kerap terjadi karena kesibukan bekerja, sehingga waktu yang bisa dicurahkan untuk anak menjadi sedikit. Anak dan keluarga yang sejatinya membutuhkan perhatian penuh justru terabaikan oleh tuntutan pekerjaan yang tidak bisa dilepas demi kebutuhan ekonomi. Terlebih bagi keluarga yang tinggal di kota besar.
Parahnya lagi, negara belum mampu menindak tegas pelaku penculikan. Pemerintah hanya membuat undang-undang tanpa mampu menerapkannya secara tegas dan konsisten.
Beragam aturan perlindungan anak terbukti belum mampu efektif menjamin keamanan anak. Alih-alih menurun, kasus penculikan dan berbagai bentuk kekerasan, semakin meningkat.
Buruknya nasib anak dalam sistem kapitalisme sekuleristik. Anak-anak menjadi pihak yang rentan dan minim perlindungan. Keluarga memang memiliki kewajiban menjaga anak, namun penjagaan itu tidak akan optimal tanpa dukungan yang nyata dari negara.
Sistem kapitalisme melahirkan berbagai masalah kompleks. Salah satunya masalah kekerasan pada anak. Tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan sosial yang melebar membuat sebagian orang nekat melakukan kejahatan. Buruknya lagi, nilai benar salah serta halal haram diabaikan karena standar kebahagiaan hidup hanya disandarkan pada status kepemilikan materi.
Akibatnya, undang-undang yang dibuat pemerintah hanya menjadi solusi parsial yang tidak mampu menyentuh akar masalah dan tidak memberikan perlindungan yang nyata.
Kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam menyediakan lapangan kerja juga berdampak langsung pada keluarga. Banyak kepala keluarga menganggur, sementara para ibu terpaksa menjadi pencari nafkah utama.
Kondisi ini membuat pendidikan dan pengasuhan anak terabaikan. Sementara negara belum mampu menjadikan keamanan warganya sebagai prioritas
Islam, Penjaga Utama
Negara memiliki kewajiban penuh untuk menjamin keamanan setiap warganya, termasuk perlindungan terhadap anak-anak. Sistem pemerintahan Islam menegaskan bahwa negara harus menjadi pelindung utama bagi rakyat dari berbagai ancaman. Islam menetapkan solusi sistemik yang mendasar hingga akar masalah.
Kasus penculikan, pada dasarnya, sering muncul sebagai dampak dari kemiskinan yang bersifat sistemik. Negara dalam sistem Islam akan menghapus kemiskinan dengan strategi optimalisasi pengelolaan sumber daya yang dimiliki demi kemakmuran setiap individu rakyat.
Pengelolaan ini dilakukan secara amanah sehingga kesejahteraan dapat dirasakan secara merata. Strategi ini pun mampu menurunkan indeks kemiskinan secara sistematik.
Negara dalam wadah sistem Islam mampu menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi setiap kepala keluarga melalui optimasi pengelolaan sumber daya alam.
Dengan terpenuhinya kebutuhan rakyat secara layak, tingkat kriminalitas dapat ditekan karena masyarakat mudah mengakses pelayanan negara secara optimal dan merata.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya imam (khalifah/pemimpin) itu adalah perisai; rakyat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Peran negara mampu optimal terselenggara sempurna melalui penerapan sistem Islam secara menyeluruh.
Islam-lah satu-satunya sistem yang mampu menghadirkan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh umat. Tidak ada pilihan lain selain menerapkan sistem Islam yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Wallahu a‘lam bishawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

0 Komentar