Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nafkah 100% dari Suami, kok Kaum Feminis Heboh?


Topswara.com -- Aneh banget ya sob, setiap ada ulama bilang, “nafkah itu 100 persen tanggung jawab suami,” sebagian feminis langsung heboh kayak liat harga cabai naik menjelang lebaran.

Padahal ini bukan aturan baru, bukan kebijakan “update syariat,” tetapi aturan yang sudah dipasang Allah sejak zaman Rasulullah Saw.

Dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 34, Allah sudah jelasin bahwa laki-laki menjadi qawwam (pemimpin, pelindung, penanggung jawab) karena mereka menafkahi wanita. 

Imam Ibn Katsir menegaskan, nafkah itu kewajiban mutlak suami, bukan patungan, bukan 50:50, apalagi 80:20 sesuai “kesepakatan demokratis.” Enggak, Sob. Wajib ya wajib.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani juga menegaskan bahwa nafkah istri itu hak penuh istri. Meskipun istrinya kerja, punya gaji besar, punya empat usaha sampingan, jualan kue laris, atau bahkan lebih kaya dari suaminya, nafkah tetap wajib dibayar suami. Syariat enggak bilang, “kalau istrinya kerja, suami boleh istirahat dari kewajiban.” Enggak ada itu, sob. Syariat rapi.

Lalu kenapa sebagian feminis heboh? Karena mereka anggap aturan ini “membatasi perempuan.” Padahal justru Islam sedang memuliakan perempuan. Kalau istri ikut menanggung ekonomi keluarga, capeknya itu triple, pagi kerja, sore masak, malam dampingi PR anak, lanjut nyetrika, dilanjut suami nanya, “Baju kerja ayang mana ya?” Itu aja udah cukup bikin emak-emak pengen rebahan seharian tanpa diganggu, tetapi hidup enggak semudah itu.

Beda sama suami. Kalau suami habis kerja, pulang bisa rebahan lima menit, minum teh, scroll HP sambil bilang, “capek banget hari ini.” Istrinya juga capek, bahkan lebih capek, tetapi tetap harus gerak karena kerjaan rumah enggak punya tombol pause.

Nah, di sinilah syariat turun sebagai penolong emak-emak seluruh dunia, nafkah itu tugas suami, biar istri enggak tumbang lahir batin.

Terus ada yang nanya, “kalau istri enggak kerja, nanti dia enggak punya kegiatan dong?” Sob, siapa yang bilang istri enggak punya kegiatan? Istri itu madrasah pertama bagi generasi. Itu bukan kegiatan, itu amanah besar. 

Ibnu Qayyim mengatakan, pendidikan anak dimulai dari ibu. Syaikh Taqiyuddin menegaskan, fondasi kebangkitan umat dimulai dari rumah dan rumah itu hidup karena ada ibu di dalamnya.

Gimana mau mendidik generasi tangguh kalau ibunya stamina tinggal 10 persen karena harus ikut menanggung ekonomi?

Gimana anak mau tumbuh dengan cara pikir Islam kalau ibunya terlalu lelah untuk mengajarkan halal-haram, alasan syariat, dan adab-adab dasar?

Yang ada malah anak tumbuh dengan standar liberal,
“Ma, yang penting bebas.”
“Ma, hidup tuh cari happy.”
“Ma, aku enggak suka aturan.”
Lah, gimana enggak gitu? Ibunya aja udah habis tenaga buat hal-hal yang bukan kewajibannya.

Makanya Islam atur begitu rapi dan hanya Islam yang memiliki aturan mulia ini, suami yang cari nafkah, istri fokus pada peran utama. Kalau aturan ini dijalankan, rumah itu adem kayak AC baru dibersihin. Suami paham kewajiban, istri tenang menjalankan peran mulia.

Enggak ada drama bagi-bagi tagihan listrik, enggak ada debat siapa bayar BPJS, enggak ada cekcok soal uang belanja.

Suami kerja, istri terpenuhi semua kebutuhan lahir dan batinnya. Istri fokus mengurus rumah, keluargapun stabil. Anak terbimbing, umat kuat.

Kita lihat deh realita sekarang. Banyak rumah tangga kacau bukan karena kurang cinta, tetapi karena peran kacau-balau. Suami enggak paham kewajiban, istri dipaksa strong terus, capeknya dobel, emosinya meledak-ledak, rumah jadi tegang. Lalu mau salahin siapa?

Padahal solusi syariat sudah jelas, suami wajib menafkahi, istri fokus menjalankan perannya. Kalau ada yang bilang, “istri taat itu enggak enak.”

Salah Sob, justru enak banget. Kalau kita taat pada aturan Allah, hidup itu lebih ringan. Islam memuliakan perempuan dengan membebaskan dia dari beban finansial.

Perempuan cukup menjalankan amanah utama, yang jauh lebih mulia daripada sekadar ngejar gaji. Jadi kalau masih ada yang heboh? santai aja. karena mereka enggak paham atau karena belum pernah merasakan nikmatnya dimuliakan syariat.

Kita? Cukup tersenyum dan bilang, “Islam itu bukan mempersulit perempuan, tetapi memanjakan.” []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar