Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebangkitan Umat Dimulai dari Pemuda yang Berpikir Ideologis


Topswara.com -- Setiap tanggal 28 Oktober, linimasa sosial media tiba-tiba jadi bijak semua. Quotes tentang semangat, perjuangan, dan nasionalisme bertebaran seperti daun jatuh di musim gugur digital. “Pemuda harus berani. Pemuda adalah harapan bangsa.”

Tetapi sayangnya, setelah upload status bertema Sumpah Pemuda, besoknya banyak yang sumpah malas bangun pagi. 

Padahal kalau kita balik ke makna sejatinya, sumpah pemuda bukan cuma tentang satu naskah historis yang dibacakan di ruang rapat pada 1928. Tetapi tentang janji generasi muda untuk menyatukan arah perjuangan. 

Dulu pemuda bersumpah atas dasar cinta tanah air dan keyakinan akan persatuan. Sekarang? Banyak pemuda yang justru tercerai-berai oleh like, follow, dan algoritma.

Kita hidup di zaman di mana semangat pemuda diukur dari seberapa sering nongkrong di kafe yang estetik, bukan seberapa kuat menjaga idealisme. Di mana influencer dianggap lebih inspiratif daripada ulama, dan konten lucu lebih diminati daripada ilmu.

Pemuda hari ini tumbuh di tengah arus sekularisme sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, potensi luar biasa yang dimiliki pemuda justru diarahkan ke hal-hal remeh, seperti viral challenge, debat receh, dan ambisi jadi terkenal tanpa kontribusi.

Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, ilmunya untuk apa digunakan, hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakan” (HR. Tirmidzi).

Nah, salah satu yang disebut secara spesifik oleh para ulama dari hadis ini adalah masa muda. Karena masa muda itu singkat tetapi strategis kuat secara fisik, berani ambil risiko, dan penuh energi untuk bergerak. Tetapi semua potensi itu bisa jadi berbahaya kalau tidak diarahkan pada jalan yang benar.

Pemuda Zaman Sekuler: Kuat Tenaga, Lemah Makna

Mari kita jujur, banyak pemuda hari ini yang sibuk, tetapi bingung. Sibuk cari jati diri, tetapi tak tahu mau jadi diri yang seperti apa. Ada yang idealismenya tinggi, tetapi terjebak dalam gaya hidup hedon.

Ada yang suaranya lantang di demo, tapi lemah ketika diajak ngaji. Ada yang berani speak up soal kebebasan, tapi tidak paham arti kebebasan dalam Islam, yaitu bebas dari penghambaan kepada manusia, bukan bebas melakukan apa saja.

Sistem sekuler memang pandai memoles pemuda agar terlihat hebat, tetapi tak pernah mengajarkan arah hidup yang hakiki. Mereka diajarkan cara mengejar target dunia, tetapi tidak diajarkan cara menuju tujuan akhirat.

Itulah sebabnya, meskipun generasi muda kini lebih pintar, lebih canggih, lebih kritis, tetapi juga lebih rapuh. Banyak yang sukses di dunia digital, tetapi hancur di dunia spiritual. Coba tengok sejarah Islam. Para pemuda dulu bukan cuma berani, tetapi juga beriman dengan pemahaman yang benar.

Lihat Mush’ab bin Umair pemuda tampan, kaya, elegan. Tetapi ketika mengenal Islam, semua kemewahan dunia ia lepaskan demi dakwah. Atau Usamah bin Zaid, memimpin pasukan di usia 18 tahun. 

Mereka bukan hanya gagah di medan perang, tetapi juga cemerlang dalam berpikir dan beriman. Karena Islam tidak sekadar membentuk keberanian, tetapi mengarahkan keberanian itu untuk tujuan yang benar. menegakkan kalimat Allah di muka bumi.

Pemuda dan Arah Kebangkitan yang Benar

Kata kuncinya, arah. Energi tanpa arah itu seperti motor besar tanpa setir kencang, tetapi bisa jatuh kapan saja. Makanya, kalau pemuda ingin punya peran dalam kebangkitan umat, maka yang pertama harus dibangkitkan adalah pikirannya.

Pemuda Islam sejati bukan sekadar yang aktif, tetapi yang paham untuk apa ia aktif. Kalau tujuannya hanya cari popularitas, maka perjuangan itu berumur pendek. Tetapi kalau tujuannya mencari ridha Allah, maka semangat itu takkan padam walau dicaci dan dibenci.

Islam mengajarkan bahwa kebangkitan sejati bukan hanya semangat, tetapi pemikiran yang benar (mafahim sahihah).
Pemuda perlu belajar Islam bukan sebatas ritual, tapi sebagai sistem kehidupan yang mengatur politik, ekonomi, pendidikan, hingga sosial.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan dalam kitab Nizhamul Islam, bahwa umat hanya akan bangkit jika memahami Islam sebagai ideologi bukan sekadar agama ritual.

“Kebangkitan tidak akan terjadi kecuali dengan pemikiran yang benar tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan Allah.”
Jadi, kalau pemuda hari ini ingin bangkit, bukan cukup dengan teriak “Allahu Akbar!” di jalanan, tetapi dengan memahami mengapa Allah harus dijadikan satu-satunya aturan dalam hidup.

Pemuda Islam seharusnya tidak ikut arus, tetapi menjadi arus perubahan. Jangan mau jadi generasi yang cuma bangga karena “follower banyak”, tetapi kosong arah perjuangan. Bangkitlah dengan ilmu, bukan emosi. Sebab keberanian tanpa pemikiran hanya akan melahirkan kekacauan.

Kalau dulu pemuda rela mempertaruhkan nyawa demi menegakkan kebenaran, masa sekarang pemuda rela kehilangan sinyal aja sudah panik? Padahal tantangan dakwah zaman ini bukan pedang dan tombak, tetapi perang pemikiran.

Dan medan jihadnya bukan di padang pasir, tetapi di ruang digital dan ruang publik. Kita butuh pemuda yang bukan cuma bisa berkata, tetapi juga bisa berpikir. Yang bukan sekadar marah karena ketidakadilan, tetapi tahu solusi keadilannya dan solusi itu hanyalah saat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah 

Maka, wahai pemuda, arahkan energimu pada jalan yang benar. Jangan hanya bangkit dalam euforia Sumpah Pemuda, tapi bangkitlah dalam kesadaran ideologis bahwa Islamlah jalan kebangkitan umat.

Jangan hanya menulis kata “merdeka” di caption, tetapi buktikan dengan membebaskan dirimu dari sistem rusak yang memperbudak pikiran dan akhlakmu. Karena pemuda sejati bukan yang berani melawan orang tuanya, tetapi yang berani melawan arus sekularisme yang menenggelamkan umatnya. Bangkitlah bukan demi nama besar, tetapi demi kalimat Allah yang Maha Besar. []


Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar