Topswara.com -- Kadang aneh juga, di tengah ribuan teman di media sosial, notifikasi rame, likes banyak, tetapi hati tetap kerasa kosong. Seperti ada yang hilang, padahal seakan-akan kita ini “terhubung” dengan semua orang.
Fenomena ini bukan cuma perasaan pribadi, tetapi sudah jadi bahan riset juga. Pada Rabu, 18 September 2024, detikEdu memberitakan penelitian mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY. Judul risetnya cukup keren, "Loneliness in the Crowd, Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual" (detik.com, 18/9/2024).
Mereka menemukan, apa yang ditampilkan di TikTok atau media sosial lain kadang lebih dianggap “nyata” daripada kenyataan itu sendiri. Nah, di situlah letaknya jebakan. Kita bisa terbawa emosi, merasa dekat dengan orang yang bahkan tidak pernah kita temui, sementara hubungan dengan keluarga atau orang sekitar justru makin renggang.
Kalau dipikir, ini memang jadi ciri hidup di sistem sekuler liberal sekarang. Semua serba kapitalistik, termasuk arus informasi di sosial media. Bukan lagi sekadar soal me-manage screen time, tetapi lebih dalam lagi, industri ini sengaja membentuk pola interaksi yang bikin orang candu, tetapi ujung-ujungnya justru kesepian.
Banyak anak muda, terutama Gen Z, jadi gampang insecure, gampang cemas, bahkan kesehatan mentalnya ikut terganggu.
Parahnya lagi, sikap asosial jadi makin terasa. Ada orang yang luwes banget bikin konten, tetapi di dunia nyata kaku banget kalau ngobrol. Bahkan di dalam keluarga, momen kebersamaan sering dikalahkan oleh layar masing-masing.
Bayangkan saja, generasi yang seharusnya bisa produktif, kreatif, dan mikirin problem umat, malah sibuk berkutat dengan rasa sepi dan dunia maya yang semu. Akhirnya, potensi besar itu terkubur begitu saja.
Nah, kalau kita bandingkan dengan sistem Islam, arahnya bakal beda total. Islam tidak hanya mengajarkan kita untuk bijak menggunakan media sosial, tetapi juga menata seluruh kehidupan agar manusia tidak terjebak dalam kesepian individualis.
Dalam aturan Islam, negara punya peran jelas, memastikan teknologi dipakai untuk kebaikan, pendidikan, dakwah, mempererat keluarga, dan membangun kepedulian umat.
Generasi muda bukan diseret jadi konsumen pasif industri digital, melainkan diarahkan jadi agen perubahan yang produktif dan sadar perannya.
Jadi, kalau di sistem sekuler liberal kita banyak lihat orang lonely in the crowd, maka dalam sistem Islam justru lahir masyarakat yang connected in faith-terhubung dalam iman, solidaritas, dan kepedulian nyata. Bukan sekadar ramai di layar, tetapi benar-benar hidup bersama dalam makna yang sesungguhnya.
Oleh: Nilam Astriati
Aktivis Muslimah
0 Komentar