Topswara.com -- Hujan turun yang seharusnya berkah kini membawa musibah. Begitulah yang terjadi di negeri kita. Rabu, 10 September 2025, banjir melanda kawasan Bali (vo.id, 22/9/2022).
Banjir menyebar di 123 titik di Denpasar, Gianyar, Tabanan, Karangasem, Jembrana, dan Badung. Akibat banjir ini, infrastruktur bangunan serta jembatan mengalami kerusakan. Bahkan banjir ini menelan korban jiwa yang cukup banyak.
Adapun pembangunan di Bali selama ini tidak berorientasi pada antisipasi bencana, banyak mengabaikan aturan tata ruang. Bencana ini menjadi pengingat agar tak hanya Bali saja segera berbenah tapi semua daerah di Indonesia untuk mencegah banjir.
Banjir yang melanda Bali dalam beberapa waktu terakhir memunculkan sorotan tajam terhadap tata ruang Pulau Dewata. Masifnya pembangunan hotel, vila, dan cottage disebut sebagai salah satu penyebab utama bencana banjir tersebut. Sehingga merenggut korban jiwa dan menimbulkan kerugian besar.
Apa penyebab sebenarnya banjir yang selalu hadir tatkala hujan turun? Padahal hujan merupakan sumber kehidupan yang dibutuhkan makhluk hidup. Hujan juga menyuburkan tanah dan biji-bijian, dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Fakta pun menunjukkan terjadinya banjir di kala hujan turun bukan karena intensitas curah hujan tinggi akan tetapi alih fungsi lahan yang semakin masif dilakukan.Seperti alih fungsi lahan di aliran sungai ( DAS). Luas DAS ber pohon di Bali yang semula mencapai 45.000 hektar, kini hanya tersisa 15.000 hektar atau sekitar 3 persen.
Begitu pula, wilayah tutupan hutan terutama di area Gunung Batur dan DAS sangat kecil. Dari 49.000 DAS, daerah tutupan hutan hanya sekitar 1.200 hektar. Banyak bangunan di arek sekitar bantaran sungai. Hutan dijadikan hotel, vila, bangunan wisata. Sehingga air hujan yang turun tidak bisa terserap dengan baik sehingga terjadilah banjir.
Daerah-daerah penyerapan air hujan disulap menjadi bangunan-bangunan yang hanya bertujuan untuk meraih keuntungan materi saja. Sehingga tidak mempertimbangkan dampak dan bahayanya.
Kerusakan lingkungan pun tak terelakkan. Pembangunan yang bertujuan hanya mengeruk keuntungan ini adalah bagian dari pembangunan berlandaskan kapitalisme.
Pembangunan kapitalistik menjadikan pemerintah memprioritaskan turis dan investasi tanpa peduli dengan kerusakan lingkungan maupun keselamatan rakyat yang berada di sekitarnya. Kapitalisme hanya mengedepankan keuntungan ekonomi dan mengorbankan kelestarian ekologi.
Alam merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga kelestariannya. Maka tidak diperbolehkan untuk dikomersilkan. Bila dilanggar maka akan berakibat fatal seperti yang terjadi baru- baru ini.
Bahkan sebelumnya kerusakan lingkungan sudah terjadi hampir semua wilayah di Indonesia. Banyak daerah di Indonesia yang tak luput dari terjangan banjir. Belum lagi kerusakan lainnya seperti tanah longsor, pencemaran air, udara, bahkan kekeringan pada musim kemarau, dan masih banyak banyak.
Seperti yang telah disampaikan Allah dalam QS. Ar Rum: 41, telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah melarang manusia merusak lingkungan.
Maka dari itu, negara wajib hadir untuk menjaga tata kelola wilayah dengan benar dan wajib melindungi rakyat dari bencana akibat kerusakan lingkungan.
Lahan hijau seperti hutan, pertanian tidak boleh dialihkan fungsinya menjadi lahan yang tidak bisa menyerap air. Seperti hutan, tidak boleh dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit. Begitu pula lahan pertanian tidak boleh dijadikan perumahan.
Menurut aturan Islam, tata kelola wilayah berbasis pada amdal. Tata kelola ditetapkan berdasarkan fungsi dalam keseimbangan ekosistem alam. Akan ditentukan mana daerah-daerah sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan penyangga.
Begitu pula akan ditentukan mana yang tepat untuk daerah pertanian, mana untuk daerah pemukiman. Itu semua diatur untuk keselamatan rakyat bukan mengeruk keuntungan.
Islam akan menetapkan kebijakan pembangunan yang aman bagi lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) untuk kepentingan rakyat serta menerapkan ekonomi berdasarkan syariat Islam. Negara akan mengutamakan pembangunan infrastruktur guna mencegah bencana.
Seperti kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, reboisasi, pemeliharaan DAS dari pendangkalan. Tata kelola dilakukan dengan memperhatikan amdal. Pengaturan kebersihan lingkungan pun juga diperhatikan.
Sistem Islam akan mengarahkan rakyat untuk menjaga lingkungan dari kerusakan, dan mendorong kaum Muslim menghidupkan tanah mati (ihya’ al-mawat) sehingga keseimbangan lingkungan terjaga. Negara akan memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan.
Negara wajib menjaga tata ruang dan melindungi rakyat dari bencana. Dengan mekanisme syariat, keseimbangan alam terjaga, bencana alam pun dapat dicegah.
Islam juga tidak akan menjadikan pariwisata sebagai sumber utama pemasukan negara. Pemasukan berasal dari mekanisme syariat sehingga pembangunan tetap memperhatikan kelestarian alam.
Sumber pemasukan beragam, tidak hanya tergantung pada pariwisata. Pengelolaan anggaran negara Islam dilakukan oleh baitul mal (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Iqtishadiy fi al-Islam hlm. 530).
Dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan bernegara, maka keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat bisa terwujud. Karena aturan Islam berasal dari aturan Allah. []
Oleh: Alfiana Prima Rahardjo, S.P.
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar