Topswara.com -- Kehidupan masyarakat pada umumnya akan terus dapat berjalan dengan baik, jika segala macam kebutuhannya dapat terpenuhi. Namun sayangnya, hal itu tidak dapat terjadi melihat sulitnya masyarakat dalam mengakses kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Masyarakat sampai saat ini masih terus dihantui dengan kemiskinan, yang tak kunjung usai permasalahannya. Kemiskinan merupakan problematika yang urgent, yang harus didahulukan penyelesaiannya supaya masyarakat bisa tetap melangsungkan kehidupannya.
Namun saat ini kemiskinan terus merebak, yang tak kunjung ditemukan akar penyelesaiannya. Maka dari itu kemiskinan yang terjadi dari masa ke masa justru semakin meningkat di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan tak kunjung reda.
Dikutip dari CNN.Indonesia.com (25/07/25)- memuat tentang garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berstandar nasional sejak Maret 2025 sekitar Rp.609.160 per kapita per bulan dan Rp. 20.305 pendapatan perhari.
Ateng Hartono debuti bidang sosial BPS, yang mengungkapkan terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar 2.34 persen dari hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional).
Kenaikan garis kemiskinan yang terjadi di sistem kapitalisme-sekulerisme ini justru berdampak buruk, melihat orang yang terkategori miskin di Indonesia semakin meningkat dengan adanya kenaikan garis kemiskinan ini. Latar belakang terjadinya kenaikan ini salah satunya karena perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Jelas sekali kebijakan ini menyengsarakan rakyat Indonesia, terlebih bagi penduduknya yang mayoritas berada pada kalangan menengah kebawah.
Biang kerok dibalik terjadinya ini semua lagi-lagi karena cengkraman sistem kapitalisme-sekulerisme yang lebih mementingkan pandangan ataupun penilaian ekonomi dimata dunia dengan pencitraan dibandingkan realitas yang terjadi saat ini, yakni rakyat sedang menderita sebab himpitan ekonomi.
Nampaknya, kemiskinan merupakan suatu problem ekonomi yang tiada ujungnya. Padahal negara kita tidak lepas dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah. Hal ini menunjukan akar permasalahan bukan berasal dari kemiskinan itu sendiri, tetapi dari sistem kelola ekonomi yang diterapkan, yakni sistem ekonomi berbasis kapitalisme.
Yang mana menjadikan perputaran roda ekonomi hanya berjalan bagi segelintir elite saja, sehingga harta kekayaan terkumpul pada kalangan mereka saja, sedangkan rakyat kecil memperoleh bagian yang tak seberapa besarnya. Ini sangat jelas menjadi jurang kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin.
Wajar saja persoalan kemiskinan belum terentaskan saat ini, sebab negara tidak mengutamakan kesejahteraan rakyat ketika masih menerapkan sistem kapitalisme, dimana peran negara hanya sebatas pengelola angka dan fasilitator pasar bebas.
Rakyat pun kehilangan peran negara dalam mengayomi dan mewujudkan kesejahteraan mereka. Melihat solusi yang ditawarkan pemerintah hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek, sehingga hanya menuntaskan bagian permukaan saja tanpa menyentuh akarnya.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam pemerintahan negara, khilafah sudah memenuhi kebutuhan primer masyarakatnya, sehingga tak ada rakyatnya yang terkategori miskin atau susah untuk menyanggupi kebutuhan sehari-harinya.
Oleh karena itu tidak akan ada data yang menunjukan berapa persen populasi orang miskin yang berada dalam kepemerintahan Islam. Selain itu, juga tak akan ada standar kemiskinan yang ditetapkan, karena sudah ditanggung oleh kepala negara.
Dalam tugasnya, kepala negara atau khalifah menyadari tugasnya sebagai pemimpin, yang kelak semua yang ia pimpin akan dimintai pertanggung jawaban kelak di yaumul akhir, maka salah satu tugasnya wajib meriayah umatnya, bertindak adil dan tidak boleh ada yang terzalimi.
Oleh karena itu negara tak mungkin menyerahkan SDA yang ada secara cuma-cuma kepada pihak asing atau kepada para investor saja. Tetapi negara menyalurkan SDA tersebut untuk maslahat umat secara merata.
Maka tugas negara dalam pemerintahan Islam memastikan kebutuhan pokok setiap individu dapat terakses dengan baik, agar umat tidak terpacu dengan kesulitan mencari nafkah, sebab lapangan pekerjaan terbuka seluas-luasnya.
Pengaturan seperti ini terjadi ketika ditegakkan kembali sistem Khilafah Islamiah di muka bumi ini, yang patut kita perjuangkan demi meraih keberkahan dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakatnya.
Wallahu A'lam.
Oleh: Najwa Fikriya
Aktivis Muslimah
0 Komentar