Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Layaknya Budaya


Topswara.com -- Pameran uang hasil korupsi telah ditunjukkan oleh Penyidik Kejaksaan Agung dengan penyitaan uang Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,8 triliun dari tersangka korporasi Wilmar Group yang mengembalikan kepada penyidik Kejaksaan Agung karena kasus korupsi percepatan proses izin ekspor CPO (dilansir tirto.id, 17/062025).

Percepatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), atau minyak kelapa sawit mentah terdapat potensi kerugian dan berakibat pada kurangnya devisa dan penerimaan negara. Kerugian bisa terjadi adanya praktik korupsi dalam perizinan ekspor. 

Kecurangan praktik pemberian fasilitas ekspor CPO ini bermula pada awal 2022 yang melibatkan tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. 

Tak hanya kasus korupsi, tetapi juga kasus suap yang bekerja sama dengan Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, penerbitan izin ekspor CPO, pengacara, tiga korporasi besar, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, Panitera Muda PN Jakarta Utara (dilansir dari Jatimtimes.com, 17/06/2025). 

Kasus diatas adalah Kasus korupsi dan kolusi dilakukan secara berjamaah, tersistematis, terstruktur, dalam berbagai tingkatan sudah terjadi pada hampir seluruh sendi kehidupan yang dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat dan seringkali melibatkan jaringan yang kompleks antar individu, perusahaan, dan bahkan lembaga pemerintah. 

Hal ini yang membuat pemberantasan korupsi dan kolusi menjadi sangat kompleks dan membutuhkan upaya yang menyeluruh dari berbagai pihak (Natalia, 2019).

Selaras dengan bapak presiden RI, Prabowo Subianto yang menyebut bahwa state capture-Kolusi sangat berbahaya karena tidak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah (Kumparan.com, 20/06/2025). Menurutnya, pilihan yang diambil jalan Tengahnya adalah Beliau ingin menggunakan kreativitas kapitalisme, inovasi, inisiatif. 

Namun, yang sebenarnya terjadi adalah secara eksplisit menggunakan sistem ekonomi kapitalisme di negeri Nusantara, terbukti salah satunya ialah dengan implementasi pemilik alat-alat produksi yang melakukan eksploitasi terhadap pekerja atau buruh dengan beragam kosep bisnis dalam digitalisasi modern (Budiawan, 2023), juga banyak sekali saat ini kesenjangan yang berpengaruh pada kesejahteraan sosial yang semakin parah.

Kesejahteraan sosial dapat tercapai jika tujuh karakteristik terpenuhi (fisip.umsu.ac.id, 01/12/2021) yakni: tuntutan ekonomi yang stabil, tuntutan pekerjaan yang layak, tuntutan keluarga yang stabil, tuntutan jaminan kesehatan, tuntutan jaminan pendidikan, tuntutan kesempatan dalam bermasyarakat, tuntutan kesempatan budaya atau rekreasi.

Karakteristik tersebut telah terpenuhi dalam Sejarah islam, yakni di kekhilafahan. Salah satunya mewujudkan Masyarakat bersinergi yang mana memahamkan umat nya untuk senantiasa mencintai Allah dan mau diatur dalam syari’atnya. Juga, setiap individu terbentuk kepribadian Islam yang berlandaskan Aqidah Islam. 

Kepribadian umat Islam yang akan menghujam kuat dalam hatinya untuk senantiasa takut kepada Allah SWT apabila melanggar perintah Allah SWT. Dan tidak akan berani selangkah hidupnya untuk melakukan kecurangan. 

Manusia memiliki potensi kecurangan yang penyebutannya The Fraud Triangle. Namun, sistem Islam akan menutup cela tersebut dengan adanya hukuman yang tegas. Apabila terbukti melakukan kecurangan dalam menerima suap maka akan dilaknat oleh Allah SWT di akhirat. 

Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW mengangkat seorang amil diberikan hadiah, dan membuat beliau SAW marah karena menerima suap dan mengambil selain upah adalah ghulul.

Maka, amil tersebut yang beliau perkerjakan langsung diganti dengan yang lain, karena Rasulullah SAW senantiasa mengontrol para amil dan mengevaluasi pendapatan serta pengeluaran mereka. Apabila ada sesuatu yang mengganjal atau lebihan harta yang tidak sesuai maka harta tersebut akan dikembalikan kepada Baitul mal. 

Begitupun dengan korupsi, penegakkan korupsi telah ada di zaman Rasulullah SAW hingga masa kekhilafahan. Adapun hukuman bagi koruptor bergantung pada kejahatannya. Koruptor dihukum dengan cara: pertama, mengindetifikasi berapa jumlah uang dicuri; 

Kedua, mempublikasikan tindakan koruptor di media massa atau tempat umum; ketiga, menganalisa hukuman yang diberikan baik sanksi, atau hukuman mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki secara silang atau diasingkan; selanjutnya, harta yang diperoleh dari hasil korupsi harus dikembalikan kepada pihak yang berhak atau digunakan untuk kepentingan umum dengan memasukkan pada kas negara. 

Tindakan seperti ini menjadi pembelajaran bagi publik, dan agar seorang koruptor dan keluarganya malu dan jera dari tindakan korupsinya. Juga menunjukkan betapa seriusnya Islam dalam menanggulangi korupsi, karena korupsi tidak hanya merusak tatanan masyarakat, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh Allah SWT.

Wallahu A'lam Bishawab.


Oleh: Ainnur
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar