Topswara.com -- Pengamat meminta agar pemerintah melalui Perum Bulog untuk segera menyalurkan bantuan pangan beras 10 kilogram (kg) periode Juni—Juli 2025. Hal ini seiring dengan semakin melebarnya wilayah yang mencatatkan kenaikan harga beras menjadi 133 kabupaten/kota pada pekan kedua Juni 2025.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada pekan pertama Juni 2025, hanya terdapat 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras. Ini artinya, ada tambahan 14 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras dalam waktu sepekan.Bisnis.com.
Meskipun stok beras diklaim melimpah, lebih dari 130 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras pada pekan kedua Juni. Harga beras melampaui HET (Harga Eceran Tertinggi), memberatkan rakyat kecil.
Kebijakan yang mewajibkan Bulog menyerap gabah petani dalam jumlah besar justru menciptakan penumpukan stok di gudang. Akibatnya, suplai beras ke pasar terganggu dan harga naik. Inilah ciri pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme: tidak pro-rakyat, tetapi tunduk pada mekanisme pasar dan kepentingan elite.
Kebijakan yang kurang dipersiapkan secara matang sehingga memunculkan masalah yang seharusnya tidak perlu ada negara menetapkan kebijakan menyerahkan beras petani, tetapi lalai mengoptimalkan dan memaksimalkan pengawasan realisasi kebijakan tersebut sehingga distribusi terhambat.
Dalam kapitalisme, pangan bukan hak dasar rakyat yang wajib dijamin negara, melainkan komoditas yang bisa diperdagangkan demi keuntungan. Negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan pelindung atau penjamin distribusi yang adil. Alhasil, rakyat miskin menjadi korban fluktuasi harga.
Buntu dari proses distribusi yang panjang, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, hingga desa tiap level memiliki tantangan logistik dan administratif yang sering kali tidak transparan.
Berbada dalam sistem Khilafah, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Negara akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang.
Khilafah akan memberi subsidi bibit, bubuk, maupun memberikan saprotan kepada petani secara cuma-cuma untuk menjamin kualitas beras yang dihasilkan. Khilafah juga melarang penimbunan dan memastikan distribusi merata, sehingga harga stabil dan rakyat terjamin.
Kelapa negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk beras dan komoditas pangan lainnya. Negara akan mengelola produksi, distribusi dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang.
Negara akan melarang praktek penimbunan, kecurangan, monopoli, dan pematokan harga. Praktek monopoli pasar, termasuk kartel, adalah cara perdagangan yang diharamkan dalam Islam
Praktek perdagangan seperti ini hanya menguntungkan para pengusaha karena mereka bebas mempermainkan harga.
Negara Khilafah akan memberangus yang diharapkan akan memastikan harga barang-barang yang tersedia di dalam masyarakat mengikuti mekanisme pasar, bukan dengan mematok harga.
Dari Anas ra. Rasulullah bersabda, “Harga pada masa Rasulullah SAW membubung. Lalu mereka lapor, ‘Wahai Rasulullah, kalau seandainya harga ini engkau tetapkan (niscaya tidak melambung membubung seperti ini ). Beliau menjawab, sesungguhnya Allah -lah Yang Maha Menciptakan , yang Maha Menggenggam , Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Memberi Rezeki, lagi Maha Menentukan Harga. Aku ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada satu orang pun yang menuntut ku karena sesuatu kejar iman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah. (HR Ahmad).
Khilafah akan memastikan harga barang-barang yang tersedia di masyarakat mengikuti mekanisme pasar, bukan dengan mematok harga. Pemastian ini pun merupakan ketundukan pada syariat Islam yang melarang ada intervensi harga. Maka, solusi hakiki bukan tambal sulam regulasi, tapi perubahan sistem.
Kemudian bantuan dan pangan akan tepat sasaran distribusi adil dan merata serta teknik administratif yang mudah dan tidak memberatkan. Semua itu dapat terlaksana dengan menerapkan sistem Islam dalam mengolola kebutuhan pokok rakyat, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Wallahu ‘alam bis ashawwab.
Kania Kurniaty
(Aktivis Muslimah Al-Abrar)
0 Komentar