Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesejahteraan Guru Kurang Diperhatikan


Topswara.com -- Persoalan dunia pendidikan tidak ada hentinya. Apalagi sorotan tentang guru honorer yang makin menyesakkan dada dan membuat kepala pusing untuk meramu realitas yang terjadi saat ini.

Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan Provinsi Banten. Alokasi anggaran tunjangan tugas tambahan (TUTA) bagi para guru di Banten ternyata tidak masuk alias dicoret dalam APBD murni 2025. 

Akibatnya, selama enam bulan terakhir, Pemerintah Provinsi Banten belum membayarkan tunjangan penting ini kepada ribuan guru yang menjadi tulang punggung pendidikan di daerah tersebut (Tangerangnews.co.id 24/6/2025).

Para guru yang mendapatkan tugas tambahan atau tuta namun tidak mendapatkan honor tuta menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi menuntut hak mereka. 

Pasalnya, sudah enam bulan sejak Januari 2025 honor tuta mereka tidak dibayarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Dindikbud Provinsi Banten (Banteraya.com 29/6/2025)

Heboh soal tunjangan tambahan (tuta) guru dicoret dari APBD 2025 Banten. Kabar ini membuat banyak guru merasa terancam hidupnya. Guru berusaha melakukan beberapa upaya untuk dapat mengembalikan cairnya tuta guru tersebut, bahkan ada yang merencanakan turun ke jalan. Kejadian ini adalah gambaran nasib guru dalam sistem hari ini.

Hari ini, kesejahteraan guru masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat. Pemenuhan kesejahteraan tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Penggajian guru erat dengan ketersediaan sumber dana negara.

Sudah seharusnya pemerintah menjadikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Karena guru adalah tulang punggung pendidikan yang mendidik generasi unggul berkualitas. 

Bagaimana guru bisa fokus mendidik anak didik jika pikiran mereka masih bercabang mencari sampingan misalnya. Apalagi biaya hidup hari ini makin besar.

Kebijakan ini lahir karena guru dianggap sama seperti profesi lainnya, sekadar sebagai pekerja. Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan. 

Namun, juga menyerahkan kepada pihak swasta. Belum lagi sistem keuangan dalam sistem kapitalisme yang banyak menggantungkan kepada utang, sehingga gaji besar dirasakan membebani negara.

Kondisi kebijakan yang tidak memperhatikan kondisi para pendidik lahir dari sistem Kapitalisme yang berasal dari barat bertujuan memisahkan peran kehidupan dari agama sehingga membuat kehidupan para guru makin sulit dan berat untuk memenuhi kebutuhannya. Ditambah lagi dengan tuntutan yang makin tidak masuk akal, sementara gaji tak di berikan.

Akar masalah dari persoalan gaji honorer yang tidak pernah terurai adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini jelas rusak dan merusak parahnya adalah membawa negeri ini berada dalam jurang kehancuran. Guru akan terus menderita, terhina dan terzalimi jika tetap hidup dalam sistem kufur kapitalisme.

Selain itu akibat dari sistem yang rusak ini hanya fokus pada materi atau keuntungan. Sehingga tujuan pendidikan bukan lagi mencerdaskan anak bangsa namun menjadi ladang bisnis untuk para konglomerat. Maka, sangat wajar guru tak di perhatikan malah para konglomerat yang di puja.

Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang mampu memberikan kesejahteraan kepada guru. Guru dalam Islam sangat dihargai dan dihormati. Guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa.

Islam memadang dengan memuliakan ilmu adalah dengan memuliakan para pengajar gurunya betapapun banyaknya ilmu yang diraih oleh seorang murid, tidak akan menjadi berkah jika ia tidak memuliakan gurunya. Apalagi sampai merendahkan mereka. 

Dalam Kitab Kifaayah al-Ashfiyaa, dinyatakan: ‘’siapa saja yang merendahkan gurunya maka Allah SWT akan menimpakan tiga musibah berat kepada dirinya: (1) Lupa atas ilmu yang telah ia hapal. (2) tumpul lisannya (dalam menyampaikan ilmu) (3) hidup dalam keadaan faqir ilmu di akhir hayatnya’’.

Negara Islam mampu memberikan gaji tinggi kepada guru karena negara Islam memiliki sumber pemasukan yang beragam dan dalam jumlah besar. Hal ini tak dapat dilepaskan dengan sistem ekonomi Islam yang menentukan beragam sumber pemasukan termasuk dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara.

Khilafah memberikan penghargaan yang tinggi termasuk dengan memberikan gaji yang besar pada para guru. Sebagai bukti, Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah memberikan gaji bulanan sebesar 15 dinar kepada guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, yang setara dengan Rp80 juta jika dikonversi dengan harga emas saat ini. Gaji tersebut tentu diambil dari Baitul Mal.

Khalifah atau pemimpin dalam islam tidak hanya memberikan gaji yang cukup untuk para guru namun juga menjamin keamanan terhadap para guru ketika melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik dan pengajar.

Dalam negara Islam, bukan hanya kesejahteraan guru yang diperhatikan, tapi kesejahteraan seluruh rakyatnya. Karena dalam negara Islam, penguasa menjalankan amanah dan tanggung jawabnya sesuai tuntunan syariat Islam dan telah memiliki kepribadian islam yang tentu akan sadar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Maka, jangan tunda lagi. Mari bergandeng tangan menuju perubahan dan persatuan hanya kembali pada islam. Mari berjuang untuk kembali pada aturan Allah, berjuang untuk menerapkannya. 

Wallahu Alam bissawab.


Oleh: Rasyidah 
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar