Topswara.com -- Beberapa komoditas di kabupaten atau kota mengalami kenaikan. Salah satu diantaranya adalah komoditas beras. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata harga beras terus mengalami kenaikan di minggu kedua Juni 2025.
Seperti yang diungkapkan oleh Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, beras menjadi salah satu komoditas yang mengalami kenaikan harga dibandingkan minggu sebelumnya.
Data BPS menunjukkan beras terus mengalami kenaikan harga di 133 kabupaten/ kota pada minggu kedua Juni 2025. Padahal pada minggu pertama Juni 2025, terdapat 119 kabupaten/ kota yang mengalami kenaikan beras. Ini artinya, ada tambahan 14 kabupateb/ kota dalam sepekan (bisnis.com, 16/6/2025)
Beberapa pihak sebelumnya mengklaim bahwa terjadi kelangkaan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Namun, Satgas Pangan Polri mengungkapkan bahwa pasokan beras di PIBC sebenarnya dalam kondisi normal dan cukup.
Dari hasil penyelidikan Satgas Pangan Polri ditemukan adanya manipulasi data terkait beras, terutama pada data pengeluaran beras tanggal 28 Mei 2025 sebesar 11.410 ton yang ternyata tidak akurat.
Kenaikan harga beras yang tidak masuk akal menimbulkan anomali di masyarakat. Pasalnya, tahun ini produksi beras nasional dalam kondisi memuaskan, di mana stok cadangan beras pemerintah (CBP) adalah tertinggi sepanjang sejarah.
Menurut Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Lilik Sutiarso menyampaikan bahwa anomali semacam ini tidak boleh dibiarkan karena merugikan masyarakat dan juga para petani. Bagaimana mungkin beras kita 4,2 juta tapi harga di sejumlah pasar naik (beritasatu.com, 19/6/2025)
Menurut Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman mengungkap ada indikasi bahwa sejumlah oknum dan mafia pangan sengaja memanipulasi data pasokan beras untuk menciptakan kesan seolah-olah stok beras menipis. Hal ini dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang diduga ingin mengacaukan upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan dan swasembada pangan di Indonesia.
Kasus kenaikan harga beras tahun ini bukanlah yang pertama. Terlebih, adanya manipulasi data pasokan beras yang mengindikasikan bahwa tata kelola pangan di negeri ini masih bermasalah. Hal ini diakibatkan karena adanya mafia pangan, kartel atau oknum curang dalam manipulasi data stok beras.
Selain itu, konsep pasar bebas yang dianut sistem kapitalisme memungkinkan bagi swasta mengambil peran krusial untuk kebutuhan pasokan beras dalam negeri.
Kondisi ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengorientasikan pada materi dan keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Ditambah ketidakhadirannya negara dalam mengelola dan mengatur pangan.
Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator, bukan sebagai pengurus rakyat. Pemerintah seharusnya tidak cukup berbangga dengan capaian produksi melimpah jika rakyatnya masih saja menderita.
Oleh karena itu, pengelolaan pangan seharusnya memerlukan pendekatan dan konsep baru yang berpijak pada visi utama: mengelola pangan dan pertanian demi kesejahteraan rakyat, dengan memastikan setiap individu memiliki akses yang memadai, layak, dan berkualitas terhadap pangan.
Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan bagi masyarakat. Selain itu, negara juga mengawasi rantai distribusi dan perdagangan pangan agar tidak ada pihak yang berlaku curang atau memanipulasi harga hingga menyebabkan lonjakan. Negara juga memastikan bahwa pangan tersebut benar-benar dapat diakses dan dikonsumsi oleh seluruh rakyat.
Paradigma seperti ini hanya ada dalam penerapan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam bersumber dari syariat Islam. Dalam Islam, negara adalah pelayan urusan rakyat.
Sebagaimana dalam sebuah hadis
"Imam (Khalifah) adalah ra'in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya" (HR. Muslim dan Ahmad).
Ada beberapa hal yang dilakukan negara Islam dalam mekanisme pangan. Pertama, memposisikan negara sebagai pengurus rakyat. Mulai produksi hingga distribusi diatur langsung oleh negara.
Kedua, dalam kondisi paceklik atau bencana alam, negara boleh melakukan impor dengan ketentuan syariat terkait dengan perdagangan luar negeri.
Ketiga, menghidupkan tanah yang mati. Negara kan menarik tanah yang dibiarkan selama tiga tahun berturut-turut dan memberikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya. Ditambah kebijakan negara yang fokus pada kepentingan rakyat.
Dengan demikian, swasembada pangan akan terwujud sehingga menghantarkan kedaulatan pada negara. Rakyat makin sejahtera di bawah pengaturan sistem Islam. Semua mekanisme tersebut akan terwujud dan optimal jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam. Oleh karena itu, upaya untuk mengembalikan kehidupan Islam senantiasa harus diperjuangkan.
Wallahu’alam.
Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar