Topswara.com -- Kekayaan alam Indonesia melimpah ruah, apapun yang ditanam akan menghasilkan sumber pangan. Kebutuhan dasar pokok manusia untuk mempertahankan hidup melalui sumber pangan. Indonesia memberikan sumbangan besar terhadap swasembada pangan, terutama beras.
Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, yang harus dipenuhi untuk melangsungkan kehidupan. Swasembada pangan terutama beras hanya omong kosong tanpa ada bukti secara nyata.
Berbagai pernyataan terkait swasembada beras tidak sesuai fakta saat ini, melambungnya harga beras membuat rakyat menjerit. Harga beras menjadi permasalah yang dihadapi masyarakat, dan menambah penderitaan rakyat. Kenaikan harga beras berdampak pada daya beli masyarakat.
Miris dengan keadaan saat ini, beras mahal di negeri lumbang padi. Kita seperti tikus mati di lumbung padi, mempunyai kekayaan alam yang melimpah namun tidak mampu mengelola sumber daya alam.
Saat ini, stok beras diklaim melimpah, namun yang terjadi harga beras semakin melambung. Data BPS menunjukan beras mengalami kenaikan harga di 133 kabupaten dan kota mengalami kenaikan harga beras pada pekan kedua Juni 2025. Seharusnya kita tidak mengalami kenaikan harga beras, karena menurut Badan Pangan Nasional (Bapans) stok beras melimpah dan cukup aman (bisnis.com, 16/06/2025).
Pemerintah belum mampu menurunkan harga beras, kebijakan hanya sekadar wacana tanpa meringankan beban rakyat. Harga beras sudah melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi), tentunya hal ini memberatkan rakyat kecil.
Menurut Prof. Lilik Sutiarso, Guru Besar Universitas Gajah Mada, kenaikan harga beras tidak masuk akal karena tahun ini produksi beras nasional dalam kondisi memuaskan. Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) saat paling tertinggi sepanjang sejarah (beritasatu.com, 19/06/2025).
Di tengah ketidaknormalan harga beras ini banyak spekulasi yang terjadi, dugaan ketidakwajaran dalam pendistibusian beras ke pasar-pasar sehingga mengakibatkan harga beras meningkat. Kelemahan pengawasan negara berimbas pada kesengsaraan rakyat.
Kebijakan pemerintah dalam hal ini Bulog menyerap gabah petani dalam jumlah besar yang akhirnya menciptakan penumpukan stok di gudang. Dari hal tersebut, suplai beras ke pasar terganggu dan harga naik.
Hal ini, merupakan ciri pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme tidak berpihak pada rakyat, tetapi tunduk pada mekanisme pasar dan kepentingan elite serta meraih keuntungan yang besar.
Dalam sistem kapitalisme, pangan bukan hak dasar pokok bagi rakyat yang wajib dijamin negara, melainkan komoditas yang dapat diperjualbelikan demi keuntungan. Peran negara hanya sebagai regulator, bukan sebagai pelindung rakyat, apalagi penjamin distribusi yang adil.
Penderitaan rakyat makin bertambah akibat fluktuasi harga yang tidak dapat dikendalikan. Tata kelola kapitalisme membuktikan kegagalan negara mengurusi pangan rakyat.
Dalam khilafah negara mempunyai kewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Peran negara yang akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung tanpa menjadikanya komoditas dagang.
Khilafah akan bertanggung jawab untuk memberi subsidi bibit, pupuk maupun memberikan sarana produksi pertanian (saprotan) kepada petani secara cuma-cuma untuk menjamin kualitas beras yang dihasilkan.
Dalam kepemimpinan Islam, khilafah melarang melakukan penimbunan serta memastikan pendistibusian pangan dikelola secara adil dan merata, sehingga harga stabil dan rakyat terjamin. Jika ada pelanggaran khilafah akan memberikan sanksi secara tepat dan tegas.
Mekanisme pasar dalam pengawasan khilafah secara langsung, dan memastikan harga barang-barang yang tersedia di masyarakat dapat dijangkau dan tidak mematok harga yang berlebihan. Sudah saatnya umat tunduk pada syariat Islam yang melarang adanya intervensi harga.
Solusi yang ditawarkan bukan tambal sulam regulasi, tapi perubahan sistem. Sistem yang yang diridhoi Allah Swt adalah berlandaskan Al Qur’an dan Sunah Rasulullah Saw.
Dengan demikian, Islam sudah menerangkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk mengurus rakyat secara menyeluruh dan melindungi umat, serta mampu mengontrol harga pangan di pasaran.
Oleh: Ariyana
Aktivis Muslimah
0 Komentar