Topswara.com -- Pernyataan Prabowo Subianto tentang kesiapan mengakui Israel bila Palestina diberi kemerdekaan merupakan sinyal bahaya. Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Prabowo dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Jakarta, di mana ia menegaskan kesiapan Indonesia menjalin hubungan dengan Israel apabila Palestina diberi kemerdekaan dan Israel mendapat jaminan keamanan (CNN Indonesia, 30 Mei 2025).
Pernyataan ini memicu kontroversi luas dan dianggap sebagai perubahan sikap besar dalam diplomasi luar negeri Indonesia, yang selama ini konsisten menolak pengakuan terhadap Israel.
Narasi ini tidak berdiri sendiri. Ia berakar dari agenda solusi dua negara, sebuah skenario lama buatan Inggris dan Amerika yang terus dipoles ulang seolah-olah menjanjikan perdamaian. Padahal sejatinya, ini adalah jebakan politik yang menyesatkan, menutup jalan perjuangan hakiki, dan menormalisasi keberadaan entitas penjajah di atas tanah kaum muslimin.
Solusi dua negara bukan solusi. Itu adalah formula untuk membelah tanah suci milik umat Islam dan memberikan legitimasi atas eksistensi negara zionis di bumi yang diberkahi. Pernyataan tersebut bukan hanya mengkhianati jutaan warga Gaza yang gugur di bawah bom dan embargo, tapi juga mencederai darah dan pengorbanan para syuhada dari masa ke masa.
Dari para mujahid pasukan Khalifah Umar bin Khattab yang membebaskan Al-Quds dengan damai, hingga pasukan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang mengusir tentara salib dengan jihad. Termasuk generasi Intifadhah yang melawan dengan batu dan nyawa, hingga para syahid Taufan Al-Aqsha yang mengguncang jantung Israel tahun lalu.
Dalih bahwa pernyataan itu hanya strategi diplomasi dan langkah antara untuk menekan zionis hanyalah fatamorgana. Seolah-olah Israel akan luluh hanya karena satu ucapan dari pemimpin negeri muslim terbesar.
Faktanya, suara PBB pun tak diindahkan oleh Israel. Lantas mengapa kita masih berharap bahwa mereka akan mendengar suara kita? Lebih dari itu, pernyataan ini justru akan dibaca oleh dunia internasional sebagai tanda lunaknya posisi Indonesia terhadap entitas ilegal Israel. Ini bisa membuka jalan menuju normalisasi yang selama ini ditolak keras oleh mayoritas rakyat Indonesia.
Lebih parah, normalisasi ini berpotensi menjadi preseden buruk. Bila negeri sebesar Indonesia, dengan mayoritas muslim dan sejarah panjang pembelaan terhadap Palestina, menunjukkan sinyal menerima Israel, maka tekanan internasional terhadap Israel akan semakin melemah.
Zionis akan melihat bahwa perlawanan terhadapnya mulai surut, dan mereka akan semakin percaya diri untuk terus membantai saudara-saudara kita di Gaza.
Ya, benar bahwa kita ingin genosida segera dihentikan. Kita mendambakan Palestina merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun, harapan itu tak akan pernah terwujud melalui jalan diplomasi kosong atau pengakuan terhadap penjajah.
Fakta sejarah telah menunjukkan bahwa zionis tidak pernah tunduk pada hukum internasional, tidak menghormati kesepakatan, dan tidak pernah berniat damai. Yang mereka pahami hanyalah kekuatan.
Oleh karena itu, solusi sejati bukanlah dengan merelakan separuh tanah Palestina demi mendapat pengakuan semu dari penjajah. Solusi sejati adalah dengan mengusir penjajah sepenuhnya dari tanah yang mereka duduki secara ilegal. Dan ini hanya mungkin dilakukan dengan kekuatan umat Islam, melalui jihad fi sabilillah yang dipimpin oleh institusi politik Islam yang sah: khilafah.
Khilafah bukan hanya impian masa silam, tetapi kebutuhan masa kini dan masa depan. Ia adalah institusi yang pernah menyatukan umat Islam dari Maroko hingga Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Palestina pernah bebas dari penjajahan.
Di bawah komandonya, pasukan Islam merebut kembali Al-Quds dari tangan musuh. Maka, bila ingin meneladani sejarah emas itu, kita harus kembali menempuh jalan yang sama: perjuangan menegakkan khilafah ala minhaj an-nubuwwah.
Alih-alih berdiplomasi dengan penjajah, umat Islam seharusnya merapatkan barisan untuk mencabut akar kekuasaan zionis. Sebab selama Israel masih berdiri, selama itu pula penindasan terhadap Palestina akan terus berlangsung.
Jalan Rasulullah ï·º dalam menegakkan kekuasaan Islam menjadi satu-satunya metode yang terbukti membawa kemenangan tanpa harus berkompromi dengan musuh.
Pernyataan normalisasi, dalam bentuk apa pun, hanyalah ilusi yang menyesatkan dan berbahaya. Ia adalah bentuk pengkhianatan terhadap darah para syuhada. Maka, umat Islam wajib menolak segala bentuk pengakuan terhadap Israel.
Saatnya fokus membangun kekuatan politik umat, menyatukan barisan, dan bekerja serius untuk menegakkan kembali khilafah Islamiyah. Hanya dengan kekuatan ini, Palestina akan benar-benar merdeka, dan zionis akan terusir selamanya dari tanah suci umat Islam.
Wallahu a'lam bishshawab []
Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Aktivis Muslimah Banua)
0 Komentar