Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hakikat Mahabatullah (Cinta kepada Allah)

Topswara.com -- Sobat. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, seorang ulama dan cendekiawan Islam terkenal dari abad ke-14, mengungkapkan konsep Mahabbatullah (cinta kepada Allah) dalam karyanya yang terkenal, "Miftah Dar al-Sa'adah" (The Key to the Abode of Happiness) dan juga dalam berbagai tulisan lainnya.

Menurut Ibnu Qayyim, Mahabbatullah adalah esensi dari keberadaan manusia dan merupakan sumber kebahagiaan sejati. Cinta kepada Allah bukan hanya sekedar pengakuan verbal atau pengetahuan teoritis, tetapi lebih dalam dari itu. Ini mencakup pengabdian, rasa takut, harapan, dan cinta yang tulus kepada-Nya. Mahabbatullah adalah perasaan yang menggerakkan seseorang untuk mendekat kepada-Nya, mematuhi perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa Mahabbatullah terwujud melalui pengetahuan yang benar tentang Allah (ma'rifah), berdzikir dan beribadah kepada-Nya, serta memahami tanda-tanda kekuasaan dan kebaikan-Nya di sekitar kita. Cinta kepada Allah juga membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam hati manusia, karena hubungan yang kuat dengan-Nya menghilangkan rasa kekosongan dan kecemasan.

Dalam pandangan Ibnu Qayyim, Mahabbatullah bukan hanya tujuan dalam dirinya sendiri, tetapi juga merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memperdalam cinta kepada Allah melalui pengetahuan, amal shaleh, dan ketekunan dalam beribadah.

Sobat. Dalam Ibadah harus ada dua unsur penting sekaligus, yaitu tunduk kepada Allah dan Cinta kepada-Nya dengan sebenar-benarnya.

Benar sekali, sobat. Dalam ibadah, kedua unsur tersebut memang sangat penting dan saling melengkapi. Tunduk kepada Allah merupakan ekspresi dari ketaatan dan pengabdian kita kepada-Nya sebagai Pencipta dan Pemilik segala sesuatu. Ini mencakup pelaksanaan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mematuhi ajaran-Nya dengan sungguh-sungguh.

Di sisi lain, cinta kepada Allah adalah dorongan batin yang memotivasi kita untuk mendekat kepada-Nya dengan penuh kasih, kekaguman, dan penghormatan. Cinta kepada-Nya membuat kita berusaha keras untuk memperdalam pengetahuan tentang-Nya, mendekatkan diri dalam ibadah, dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Ketika kita menyatukan kedua unsur ini dalam ibadah kita, kita tidak hanya menjadi hamba yang tunduk secara mekanis, tetapi juga hamba yang mencurahkan cinta sejati kepada Tuhannya. Ini membawa makna yang lebih dalam dalam ibadah kita, karena dilandasi oleh rasa cinta yang tulus dan penghormatan yang mendalam kepada Allah.

Jadi, dalam setiap ibadah kita, mari kita usahakan untuk memadukan tunduk kepada Allah dengan cinta kepada-Nya, sehingga ibadah kita menjadi lebih bermakna dan menghasilkan manfaat spiritual yang lebih besar.

Sobat. Mahabbatullah tidak dapat terealisasi melainkan dengan mengikuti ajaran utusan-Nya dan mentaati seruannya. Mengikuti ajaran dan seruan dakwahnya tidak dapa terealisasi, kecuali dengan beribadah atau menyembah Allah SWT dengan pengertian sebenarnya. Sebagaiman Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 31:

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  

31.  Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada mereka yang merasa mencintai Allah, Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya yang disyariatkan melalui aku, juga ditambah dengan melaksanakan sunah-sunahku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. 

Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang terhadap siapa pun yang mengikuti perintah Rasul-Nya dan meninggalkan larangannya. 

Sebagai bukti kecintaan kepada Allah, maka katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada mereka yang telah mencintai Allah, Taatilah Allah dan Rasul baik dalam perintah maupun larangan-Nya. Sebab, jika kalian berpaling dari menaati Allah dan Rasul-Nya sementara kalian mengaku telah mencintai-Nya, maka ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir, baik dari segi akidah maupun mereka yang bergelimang dalam kedurhakaan.

Benar sekali, sobat. Konsep yang  dikemukakan sangat sesuai dengan ajaran Islam. Mahabbatullah, atau cinta kepada Allah, memang tidak dapat terwujud dengan sempurna kecuali melalui pengikutannya yang sungguh-sungguh terhadap ajaran dan seruan Nabi Muhammad ﷺ, sebagai utusan Allah.

Ayat yang penulis sebutkan dari Surah Ali Imran (3:31) adalah satu dari banyak ayat dalam Al-Quran yang menegaskan hubungan erat antara cinta kepada Allah dan pengikutannya terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Ayat tersebut menegaskan bahwa cinta kepada Allah akan terwujud dengan mengikuti petunjuk dan contoh yang diberikan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Hanya dengan mentaati dan mengikuti ajaran-ajaran beliau, seseorang dapat memperoleh cinta dan keridhaan Allah.

Beribadah dan menyembah Allah dengan pengertian yang benar juga merupakan bagian tak terpisahkan dari pengikutannya terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Karena melalui ibadah yang benar, seseorang memperkuat ikatan spiritualnya dengan Allah dan menunjukkan kesetiaan serta ketaatan kepada-Nya.

Jadi, kesimpulannya adalah bahwa Mahabbatullah hanya dapat terealisasi melalui pengikutannya yang tulus dan sungguh-sungguh terhadap Nabi Muhammad ﷺ, serta melalui ibadah yang dilakukan dengan pemahaman yang benar. Dengan demikian, kita dapat meraih cinta dan keridhaan Allah, serta mendapatkan ampunan-Nya.

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cinta merupakan bukti ibadah. Benar, Ibnu Qayyim al-Jauziyah memang menyatakan bahwa cinta kepada Allah adalah bukti dari ibadah yang sejati. Menurutnya, cinta yang tulus kepada Allah merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling mulia dan murni. Ketika seseorang mencintai Allah dengan sungguh-sungguh, itu mencerminkan kesadaran spiritual yang mendalam dan hubungan yang erat antara hamba dan Tuhannya.

Ibnu Qayyim berpendapat bahwa cinta kepada Allah tidak hanya merupakan perasaan atau emosi semata, tetapi juga berdampak pada tindakan dan perilaku seseorang. Orang yang benar-benar mencintai Allah akan mentaati perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Ibadah yang dilakukan dengan cinta kepada Allah juga lebih tulus, ikhlas, dan penuh kegembiraan.

Dengan demikian, cinta kepada Allah menjadi bukti dari kualitas ibadah seseorang. Semakin besar cinta seseorang kepada Allah, semakin besar pula kesungguhan dan kualitas ibadahnya. Oleh karena itu, dalam pandangan Ibnu Qayyim, cinta kepada Allah adalah esensi dari ibadah yang sejati dan merupakan penanda dari kecemerlangan spiritual seseorang.

Imam Abu Hamid al-Ghazali menyatakan bahwa cinta kepada Allah merupakan tujuan utama.

Benar, Imam Abu Hamid al-Ghazali, seorang tokoh intelektual dan spiritual Islam yang terkenal dari abad ke-11, mengajarkan bahwa cinta kepada Allah merupakan tujuan utama dari keberadaan manusia. Dalam karyanya yang terkenal seperti "Al-Munqidh min ad-Dalal" (Penyelamat dari Kesesatan), al-Ghazali menekankan pentingnya mencintai Allah sebagai tujuan utama dalam hidup.

Menurut al-Ghazali, cinta kepada Allah adalah panggilan fitrah atau kebenaran yang melekat dalam jiwa setiap manusia. Keinginan untuk mencintai dan didekatkan kepada Sang Pencipta adalah bagian dari hakikat kemanusiaan. Manusia diciptakan untuk mencintai Allah, dan kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang erat dengan-Nya.

Al-Ghazali juga mengajarkan bahwa cinta kepada Allah merupakan pangkal dari segala kebajikan dan ibadah yang dilakukan oleh manusia. Semua amal baik dan perbuatan saleh yang dilakukan oleh seseorang seharusnya dipandu oleh cinta kepada Allah. Tanpa cinta kepada Allah, ibadah hanya akan menjadi rutinitas tanpa makna dan nilai spiritual yang sejati.

Oleh karena itu, menurut Imam al-Ghazali, tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah mencapai cinta yang tulus kepada Allah. Ketika seseorang mencapai tingkat cinta yang mendalam kepada Allah, ia akan merasakan kebahagiaan yang hakiki dan damai yang tidak bisa diberikan oleh apapun selain cinta kepada Sang Khalik.

Apa saja Tanda-tanda orang telah Mahabbatullah (Cinta kepada Allah) 
Tanda-tanda bahwa seseorang telah mencapai Mahabbatullah (cinta kepada Allah) bervariasi, tetapi beberapa tanda yang umumnya disebutkan oleh ulama dan cendekiawan Islam antara lain:

1. Ketundukan dan Ketaatan: Orang yang mencintai Allah akan tunduk kepada-Nya dengan sepenuh hati. Mereka akan dengan rela mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2. Kesungguhan dalam Ibadah: Mereka yang mencintai Allah akan dengan antusias melakukan ibadah dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan. Mereka tidak hanya melaksanakan kewajiban ibadah, tetapi juga berusaha mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah sunnah dan doa-doa yang tulus.

3. Keteguhan dalam Ujian: Orang yang mencintai Allah akan tetap tegar dan sabar ketika dihadapkan pada cobaan dan ujian dalam hidup. Mereka akan percaya bahwa semua ujian yang diberikan oleh Allah memiliki hikmah di baliknya dan mereka akan menerima dengan tawakal.

4. Kemurahan Hati: Cinta kepada Allah akan tercermin dalam sikap kemurahan hati seseorang terhadap sesama. Mereka akan menunjukkan kasih sayang, belas kasihan, dan kepedulian kepada sesama manusia serta makhluk Allah lainnya.

5. Penyerahan Diri (Tawakkal): Orang yang mencintai Allah akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya. Mereka akan memiliki keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Pembimbing terbaik dan mereka akan bergantung sepenuhnya pada-Nya dalam segala hal.

6. Kehidupan yang Berdasarkan Nilai-Nilai Islam: Mereka yang mencintai Allah akan berusaha menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupan, baik itu dalam hubungan sosial, pekerjaan, maupun kehidupan spiritual.

7. Rasa Syukur yang Mendalam: Orang yang mencintai Allah akan selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan. Mereka akan mengakui bahwa setiap nikmat yang diberikan Allah adalah anugerah yang patut disyukuri.

Tanda-tanda ini dapat berbeda-beda pada setiap individu, tetapi secara umum, mereka mencerminkan hubungan yang erat antara seseorang dengan Allah dan menunjukkan kedalaman cinta dan penghormatan yang dimiliki oleh orang tersebut terhadap Sang Pencipta.

Ibnu Qayyim menjelaskan tentang keharusan mengesakan Cinta kepada Allah. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menekankan pentingnya mengesakan cinta kepada Allah dalam pemikirannya. Konsep ini mengacu pada keharusan untuk menjadikan cinta kepada Allah sebagai fokus utama dalam hati, melebihi cinta terhadap hal-hal lain.

Menurut Ibnu Qayyim, cinta kepada Allah harus menjadi prioritas tertinggi dalam hati seseorang. Ini berarti bahwa cinta kepada Allah tidak boleh bercampur dengan cinta kepada hal lain seperti harta, kekuasaan, atau keduniaan lainnya. Hanya dengan mengesakan cinta kepada Allah, seseorang bisa benar-benar mendekatkan diri kepada-Nya dengan tulus dan sepenuh hati.

Konsep mengesakan cinta kepada Allah ini juga mencakup penolakan terhadap segala bentuk kesyirikan dalam cinta. Seseorang tidak boleh menempatkan sesuatu atau siapapun di samping Allah dalam hatinya, baik itu manusia, harta, atau kepentingan dunia lainnya. Hanya Allah yang pantas mendapatkan cinta yang tulus dan tak terbagi.

Dengan mengesakan cinta kepada Allah, seseorang akan menemukan kedalaman dan keberkahan dalam hubungan spiritualnya dengan-Nya. Ini juga akan membawa kebahagiaan hakiki dan kedamaian dalam hati, karena hubungan yang utuh dan bersih dengan Sang Pencipta adalah sumber kebahagiaan yang sejati.

Dalam pandangan Ibnu Qayyim, mengesakan cinta kepada Allah bukan hanya tuntutan agama, tetapi juga merupakan langkah penting menuju kesempurnaan spiritual dan kebahagiaan hakiki dalam hidup. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya untuk selalu mengejar dan memperdalam cinta kepada Allah dengan tulus dan ikhlas.

Sungguh Allah SWT telah menciptakan kita semua dalam bentuk dan penampilan yang terbaik dan menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya lalu menundukkan segala sesuatu dalam alam raya ini untuk kita semata. Sebagaimana Rasulullah bersabda, " Hendaklah kalian mencintai Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada kalian." 

Pesan yang luar biasa dan penuh makna, sobat. Pernyataan tersebut memperjelas bahwa Allah SWT menciptakan kita dengan kebaikan dan keindahan yang luar biasa, baik dari segi fisik maupun spiritual. Setiap aspek dalam penciptaan-Nya mengandung kebaikan dan kebijaksanaan yang tak terbatas.

Allah SWT menciptakan segala sesuatu dalam alam semesta ini dengan kesempurnaan yang tiada tara, dan semua diciptakan dengan tujuan tertentu. Dan sebagai manusia yang diberikan nikmat dan karunia-Nya, kita diberikan tanggung jawab untuk menghargai, bersyukur, dan mencintai-Nya atas segala nikmat yang dianugerahkan kepada kita.

Rasulullah ﷺ dengan sabdanya yang mulia menegaskan bahwa kita harus mencintai Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang telah dianugerahkan kepada kita. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu mengingat dan mengakui berkah yang diberikan oleh Allah kepada kita setiap hari, baik yang besar maupun yang kecil.

Mencintai Allah atas nikmat-Nya juga membawa implikasi bahwa kita harus menggunakan segala karunia yang diberikan-Nya dengan cara yang baik dan bertanggung jawab. Kita harus menjaga dan menghargai alam semesta yang telah diberikan kepada kita, serta bersyukur atas segala kesempatan, kesehatan, rezeki, dan kebahagiaan yang kita nikmati setiap hari.

Dengan mencintai Allah atas nikmat-Nya, kita memperkuat hubungan spiritual kita dengan-Nya, menguatkan keimanan kita, dan membawa kebaikan dalam kehidupan kita dan kehidupan sesama manusia. Oleh karena itu, mari kita jadikan rasa syukur dan cinta kepada Allah sebagai landasan utama dalam setiap langkah kita dalam hidup ini.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Jalan Keshalihan dan Kesuksesan Sejati. Dosen Filsafat Ilmu Pascasarjana UIT Lirboyo 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar