Topswara.com -- Polisi mengungkap dua dugaan penyebab kebakaran rumah yang mengakibatkan 3 balita tewas terpanggang saat ditinggal ibunya pacaran, yaitu korek api dan konsleting listrik.
Namun, dari keterangan korban yang selamat S (4 tahun) terbongkar awal mula kebakaran dipicu dari adiknya Najma yang bermain korek lalu membakar bantal kursi.
Salah seorang warga yang ditemui di sekitar lokasi kejadian pada Selasa malam, mengungkap, SA meninggalkan rumah untuk membeli makanan sekitar pukul 11.30 wita. Peristiwa kebakaran terjadi sekitar pukul 14.00 wita, api dengan cepat membakar hampir seluruh bagian rumah.(tribunnews.com 10/5/2025).
Munculnya kasus meninggalnya tiga balita terbakar hidup-hidup dalam rumah lantaran tidak ada pendamping dari orang dewasa membuat hati siapa pun yang melihatnya teriris. Bagaimana tidak? Anak-anak adalah makhluk mungil yang belum sempurna akalnya sehingga perlu adanya pendampingan dari orang dewasa yang sempurna akalnya untuk mengawasi segala tingkah pola dan permainan mereka.
Karena anak-anak belum dapat memahami konsekuensi atau risiko dari perbuatannya yang sewaktu-waktu bukan saja membahayakan nyawanya, tapi juga nyawa orang lain.
Banyak dari kaum ibu yang ikut menyesalkan insiden tersebut dan bertanya-tanya, "Kenapa tidak dititipkan kepada tetangganya?", atau juga "Kalau memang lama, kenapa tidak dititipkan di rumah nenek, saudara ataupun tempat penitipan anak terdekat?" agar kejadian insiden tersebut bisa diantisipasi.
Bisa dipahami semua orang pasti menyalahkan sang ibu yang sembrono meninggalkan empat anak balitanya bermain sendiri dirumah tanpa pengawasan dari orang dewasa.
Namun hari ini ada banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh orang tua ketika akan menitipkan anak pada tetangga, saudara, neneknya ataupun tempat penitipan anak (TPA), seperti ketakutan sang ibu akibat maraknya berita kejahatan seksual pada anak-anak oleh tetangga, longgarnya ikatan antar saudara dan keluarga, kemiskinan yang menimpa sebuah keluarga sehingga tidak mampu menanggung biaya TPA yang dihitung per anak.
Sehingga meninggalkan anak sendirian adalah pilihan terakhir. Ia tidak memahami ada bahaya yang dapat mengancam keselamatan anaknya bila ditinggal sendirian
Di sisi lain, penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan juga mendukung munculnya individu-individu yang hanya berorientasi pada materi. Sistem sekuler membuat masyarakat memisahkan agama dari kehidupan.
Alhasil, hubungan antartetangga saat ini hanya sebatas manfaat bahkan kadang harus dengan qimah madiyah (nilai materi) alias harus ada timbal balik. Sehingga, perkara minta tolong menjadi perkara yang sulit direalisasikan.
Tolong menolong yang seharusnya tanpa pamrih sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat kapitalis. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor anak-anak tidak memiliki jaminan keselamatan
Sungguh, kehidupan yang demikian sebenarnya kehidupan yang sempit dan sesak akibat hukum yang diambil untuk mengatur sistem kehidupan bukan berasal dari hukum Allah SWT.
Pandangan Islam
Islam memandang bahwa secara fitrah, anak berhak memperoleh perlindungan dan kasih sayang terutama dari kedua orang tuanya. Oleh karena itu, keluarga berperan menciptakan keharmonisan, kehangatan dan kerjasama yang solid saat mendampingi tumbuh kembang anak, serta mengenalkan konsep dasar keimanan sehingga anak tumbuh sebagai hamba Allah yang taat.
Namun, tak sedikit dari pasangan suami istri yang belum mampu mengurus keluarga dengan benar karena berbagai faktor. Akibatnya terjadi disfungsi keluarga lantaran minimnya ilmu. Apalagi dalam sistem pendidikan sekuler tidak ada pendidikan menjadi orang tua sesuai syariat Islam.
Akibatnya, mereka tidak memahami fungsi-fungsi keluarga dan tak terbayang bagaimana mewujudkannya. Hanya dengan penerapan sistem pendidikan Islamlah yang akan mampu mencetak calon orang tua yang memahami ilmu dan mempraktikkan bagaimana menjadi orang tua yang sesuai syariat.
Selain orang tua, masyarakat juga berperan mendukung perkembangan anak dengan bekerja sama menciptakan sistem sosial yang sehat dan ramah anak. Bahkan Islam memerintahkan umatnya agar selalu berbuat baik kepada tetangganya.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnusabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An-Nisa: 36).
Islam mengajarkan bahwa dalam bertetangga pun ada sejumlah hak;
Pertama, tetangga berhak tidak disakiti, apakah itu dalam bentuk lisan maupun perbuatan. Misalnya, tidak diceritakan aibnya, tidak dihina, tidak diejek dan lain-lain.
Kedua, tetangga berhak ditolong dan diberi sedekah.
Nabi SAW bersabda dalam hadis riwayat Bukhari, “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan sesama Muslim, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan dari berbagai kesulitan pada hari kiamat kelak.”
Sehingga dengan landasan keimanan dan motivasi akhirat, maka ajaran Islam mampu menumbuhkan karakter untuk saling membantu (ta’awun) tanpa pamrih tak terkecuali ikhlas saat membantu menjaga anak balita tetangga yang sedang ditinggal membeli makanan. Karena hubungan antarsesama tetangga adalah hubungan yang diniatkan untuk kebaikan dan keharmonisan hubungan antarsesama Muslim.
Dari Abdullah bin Amr ra. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada sahabatnya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada tetangganya" (HR. At-Tirmidzi).
Di sisi lain, negara wajib memenuhi kebutuhan mendasar rakyat dan memastikan terpenuhinya kebutuhan mereka secara utuh dan menyeluruh, individu per individu, wajib memperhatikan aspek ekonomi, pergaulan, sosial masyaralat dan aspek kehidupan lainnya.
Negara juga berkewajiban memberi jaminan keamanan, perlindungan terhadap harta, serta memastikan keselamatan jiwa bukan saja untuk anak-anak, tapi juga untuk seluruh rakyat.
Negara secara langsung memberikan perlindungan pada institusi keluarga sehingga anak terlindungi dan haknya sebagai anak pun terpenuhi.
Oleh karena itu, cara mewujudkan impian untuk melindungi anak harus bersifat sistemis. Karena, sebagai aset bangsa, harus ada langkah strategis untuk melindungi anak agar kelak mampu menjadi generasi penerus peradaban gemilang.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar