Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ranah Minang dalam Gempuran Kekerasan Seksual pada Anak

Topswara.com -- Lagi-lagi kasus kekerasan seksual pada anak kembali terjadi. Beritanya selalu saja berseliweran baik di sosial media maupun di televisi. Tentu hal ini buat miris dan nyesek di hati. Bagaimana tidak generasi yang seharusnya dijaga dan lindungi malah diperkosa bahkan ada yang disodomi. 

Miris kata yang cocok untuk realita ini, kasus yang terjadi tak hanya di satu daerah tapi di berbagai penjuru di negeri ini. Jadi pertanyaan besar, kenapa kasus kekerasan seksual terus saja terjadi? Lalu, adakah solusi hakiki untuk hentikan kasus ini?

Kejahatan seksual tidak hanya mengintai anak perempuan, namun terjadi juga pada anak laki-laki. Seperti yang terjadi baru-baru ini di kabupaten Padang Pariaman, Sumbar. Korban merupakan seorang anak laki-laki berusia 15 tahun. 

Pelaku merupakan seorang pemilik babershop. Dikutip dari Sumbarkita.id (1-2-2024), Peristiwa pencabulan tersebut terjadi di babershop milik pelaku pada 25 Januari 2024, dengan modus luluran gratis. Modus inilah yang membuat korban terperangkap tipu daya pelaku.

Tidak ketinggalan kota Pariaman baru-baru ini juga memiliki kasus serupa. Sepanjang Januari 2024 sudah ada lima kasus kekerasan seksual pada anak. Tiga diantaranya adalah kasus sodomi. 

Dilansir dari Sumbarkita.id (5-2-2024), Kasus kekerasan seksual pada anak di kota Pariaman meningkat bahkan berstatus dengan kota darurat kekerasan seksual pada anak. Kota yang bermakna negeri yang aman, tidak mampu lagi melindungi generasinya dari bahaya kekerasan seksual. 

Tidak hanya dua daerah tadi, kota Padang juga diintai kasus kekerasan seksual pada anak. Dilansir dari Padek.jawapos.com ( 7-2-2024), Kota Padang memiliki 79 kasus kekerasan terhadap anak dan pelaku kekerasan seksual pada anak memiliki korban lebih dari satu orang. Miris memang, daerah yang sangat kental dengan adat dan agama tak luput dari kekerasan seksual. 

Nampaknya falsafah adat basandi syarak, syaram basandi kitabullah mulai tergerus dalam kehidupan masyarakat Minang Kabau. Seperti yang terjadi pada pelaku kekerasan seksual pada anak ini. Orang Minang terkenal dengan sifat segan dan pemalu. 

Namun tampaknya sifat ini tidak ada pada diri pelaku. Jangankan malu pada manusia lain, kepada Tuhan (baca: Islam) saja rasa tersebut tidak ada lagi. Sehingga dengan berani dan mudahnya melakukan perbuatan hina dan dosa. 

Jika ditelisik ada beberapa penyebab maraknya kekerasan seksual pada anak. Diantaranya, pertama bebasnya pornografi dan pornoaksi yang berseliweran di media sosial. Video porno sangat mudah diakses oleh siapapun baik anak-anak hingga orang dewasa. 

Pemerintah selaku pembuat kebijakan tak melakukan filter terkait video porno ini. Seakan pemerintah tidak mampu berkutik terkait menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi. Tentu ini berdampak buruk sehingga anak jadi korban orang yang memperturutkan nafsu birahi.

Kedua, sistem pendidikan di negeri ini berbasis sekularisme. Sejatinya sekularisme merupakan paham yang berasal dari barat. Ia lahir dari ideologi kapitalisme. Sekularisme ini menjauhkan agama dari kehidupan, termasuk menjauhkan agama dari sistem pendidikan. 

Artinya agama tidak boleh ikut campur dalam masalah pendidikan, sehingga melahirkan lulusan dan generasi yang kering kerontang dari pemahaman agama. Alhasil seseorang akan berbuat semaunya, tampa mempertimbangkan halal haram. Bahkan tidak takut melakukan perbuatan yang berujung pada dos dan kehinaan. 

Ketiga, sanksi yang berlaku tak membuat efek jera bagi pelaku. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar (Kompas, 6-1-2022).

Sanksi di atas bisa saja tidak terjadi, jika kedua belah pihak melakukan damai atau dengan jalur kekeluargaan. Hal ini tentu tak berefek jera bagi pelaku. Belum lagi nanti hukumannya diremisi. Di sisi lain sang korban merasakan dampak yang berat, yang berefek buruk pada masa depan korban. Bahkan korban nantinya bisa juga jadi pelaku kejahatan seksual ini.   

Keempat, rapuhnya tatanan keluarga hari ini. Peran sebagai ibu tak berjalan optimal sebagai mana harusnya. Seorang ibu berperan mendidik anak-anaknya menjadi insan mulia, sehingga disebut sebagai sekolah pertama bagi anaknya. 

Namun hari ini peran tersebut mulai bergeser menjadi tulang punggung. Para ibu ikut membantu ayah mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini tentu berdampak pada anak, mereka tidak didik dan dijaga dengan maksimal sebagai mana yang Allah perintahkan.

Ini semua terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekulerisme di negeri ini. Sistem yang berasal dari Yunani. Sistem ini lahir dari kongsi antara gerejawan dan cendikiawan. Saat itu para penguasanya menghisap darah rakyat, bekerjasama dengan kaum gerejawan dengan dalih titah Tuhan. 

Sistem ini menihilkan peran Pencipta dalam kehidupan. Agama dan sang Khaliq tidak boleh ikut mengatur kehidupan. Peran agama hanya di ranah individu saja, seperti kematian, ibadah dan pernikahan. Sehingga yang berhak membuat aturan adalah manusia yang lemah dan terbatas. 

Sungguh manusia itu lemah, jangankan membuat aturan untuk manusia lain, menghitung berapa jumlah alis matanya saja tak mampu ia lakukan. Selain itu, manusia tidak mampu memprediksi dan mengetahui peristiwa apa yang akan terjadi lima menit yang akan datang. 

Lebih dari pada itu manusia itu memiliki sifat condong sebagai fitrahnya. Sifat ini membuat manusia tidak akan mampu berlaku adil dengan aturan yg ia buat. Hal demikian adalah bukti manusia adalah makhluk yang lemah yang tak akan pernah bisa membuat aturan kehidupan.

Alhasil, jika manusia tetap kekeh membuat aturan menyalahi aturan Pencipta, maka yang terjadi adalah kerusakan dan kenistaan. Allah berfirman "Sungguh telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia" (Ar-Rum: 41).

Maka dari itu, penerapan sistem sekularisme tidak mampu memberikan sanksi yang adil dan tidak berefek jera. Bahkan sistem pendidikannya melahirkan generasi yang keropos dengan predikat insan mulia. 

Berbeda dengan Islam yang mampu melindungi generasi dari ancaman apapun termasuk pelecehan seksual, dengan beberapa langkah. Pertama, negara wajib menerapkan aturan yang berasal dari Allah. Aturan tersebut berasal dari Al-Qur'an dan sunnah. Negara menerapkan sanksi yang adil dan berefek jera pagi pelaku.

Seperti kasus pelecehan seksual, maka Islam memandang kasus ini seperti perzinahan. Maka dari itu hukuman yang diberikan sama seperti hukuman perzinahan. Pelaku akan dijatuhi hukuman cambuk 100 kali jika pelaku belum menikah. Jika pelaku sudah menikah maka dijatuhi sanksi dirajam sampai mati. Begitulah sanksi yang diterapkan oleh sistem Islam agar pelaku jera dan juga membuat orang lain takut untuk melakukan kejahatan serupa.

Di sisi lain korban tidak diberi sanksi karena korban dalam keadaan yang terpaksa. Apalagi status korban yang belum baligh. Islam tidak memberikan hukuman bagi orang dalam kondisi terpaksa. 

Allah berfirman surah Al-An’am ayat 145 yang artinya: “Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Korban juga akan diberikan penanganan dan perawatan baik fisik maupun mentalnya karna akan berdampak pada masa depannya.

Kedua, manusia yang bertakwa, lahir pada dari penerapan syariat Islam. Ketiga, kontrol masyarakat, yang mencegah perbuatan maksimal terjadi. Setiap anggota masyarakat akan saling mengingatkan akan kebenaran. 

Selain itu negara Islam akan menghentikan situs yang berbau porno. Lalu menyediakan dan menjamin tayangan yang dikonsumsi akan menambah ketakwaan individu masyarakat. 
Sehingga ketakwaan individu terwujud. 

Negara Islam juga menjamin terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat seperti sandang, pangan dan papan. negara juga menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan masyarakat. Sehingga si ibu tak perlu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anaknya akan terlaksana secara optimal. 

Melalui penerapan Islam secara komprehensif ini maka persoalan manusia akan teratasi. Termasuk pelecehan seksual ini akan berakhir dan terputusnya mata rantainya. Hanya sistem Islam lah yang mampu mewujudkan keamanan masyarakat termasuk generasinya.

Wallahualam.


Oleh : Sri Mulyani, S.Si.
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar