Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesalahan Pola Asuh, Cerminan Negara Abai dalam Menyiapkan Orang Tua


Topswara.com -- Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari mengatakan saat ini masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. 

Padahal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya. Menurut Rohika, pengasuhan yang tidak layak akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus asa bagi anak. 

Bahkan, dapat mengakibatkan anak memiliki daya juang yang lemah. “Dalam hal ini, orangtua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan yang baik, termasuk memberi semangat, pujian, menghargai waktu, dan lain sebagainya,” imbuh Rohika.

Disisi lain Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan negara akan tetap menyeret Mario Dandy Satriyo (MDS), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo ke pengadilan. Mario Dandy merupakan tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor. 

Mahfud mengaku tidak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma. Menurut Mahfud, orang tua Mario, yakni Rafael juga harus bertanggung jawab atas tindakan sang anak.

Salah satu hal yang dikaitkan dengan perilaku buruk anak adalah kesalahan pola asuh dalam keluarga. Hal ini dapat terjadi karena ketidak siapan dalam berperan sebagai orang tua. Peran ini adalah satu keniscayaan, sehingga seharusnya menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan dalam semua jenjang pendidikan. 

Namun saat ini hal tersebut justru tidak didapatkan dalam sistem pendidikan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya ilmu menjadi orang tua malah menjadi salah satu peluang bisnis dalam sistem kapitalisme.

Islam memahami peran penting orang tua dalam mendidik generasi. Oleh karena itu Islam memiliki tuntunan bagaimana menjadi orang tua, tidak saja dalam menyiapkan anak untuk mengarungi kehidupan di dunia, namun juga agar selamat di akhirat. 

Tuntunan tersebut akan diintegrasikan dalam sistem pendidikan mengingat setiap orang, laki-laki atau perempuan akan menjadi orang tua. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Islam bebankan kepada negara, karena Islam menyadari pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia.

Saat khilafah berdiri, pendidikan menjadi perhatian para khalifah (kepa negara khilafah). Ini tidak lain karena hal itu telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Perhatian Nabi terhadap dunia pendidikan ini sangat besar. 

Tidak heran jika kemudian para khalifah membangun berbagai lembaga pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan pemahaman umat terhadap agama, sains dan teknologi, dan semuanya gratis.

Selama masa kekhalifahan Islam itu, tercatat beberapa lembaga pendidikan Islam yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama, nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam. 

Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. 

Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga itu berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi dan al-Firdausi.

Tidak hanya menerima murid kalangan warga negara sendiri, lembaga pendidikan Islam ini pun menerima para siswa dari Barat. Bahkan pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas Al-Qarawiyyin. Pasalnya, sebelum menjadi Paus, ia sempat menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di dunia saat itu.

Soal teknologi, pada abad ke-8 dan 9 M, kaum Muslim telah menemukan teknologi pertanian dan irigasi. Mereka mampu memproduksi gandum yang tiada taranya. Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. 

Seperti arsitektur Masjid Agung Cordoba, Blue Mosque di Konstantinopel, atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.

Di bidang kesehatan, khilafah mengenalkan konsep rumah sakit. Konsep ini belum pernah ada sebelumnya. Saat itu di Eropa, orang sakit diobati secara mistik. Rumah sakit pertama dibangun atas permintaan khalifah Al-Walid (705 M – 715 M). 

Pembangunan rumah sakit secara masif dilakukan pada era khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M). Setelah berdirinyarumah sakit Baghdad, di metropolis intelektual itu mulai bermunculan rumah sakit lainnya di seantero jazirah Arab. 

Di berbagai rumah sakit semua pasien dari agama apa pun dan suku manapun dan kelas ekonomi apapun mendapatkan pelayanan prima tanpa dipungut biaya. Tak ada pasien yang ditolak untuk dirawat dan berobat. Bangsal pasien laki-laki dipisah dari pasien perempuan.

Di bidang militer, para sarjana Islam menemukan dan mengembangkan bubuk mesiu serta senjata peledak mulai awal abad ke-12. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II, Kerajaan Usmani sudah mulai mengembangkan senjata meriam, paling mutakhir saat itu. 

Khilafah juga membangun galangan kapal untuk memproduksi kapal-kapal besar nan canggih sehingga mampu mengusai laut saat itu. Oleh sebab itu sudah seharusnya kita kembali kepada hukum Islam. Yaitu khilafah ala minhajin nubuwwah.

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar