Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Derita Anak Negeri, Buruh Diperdaya Pengusaha Dibela


Topswara.com -- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan perusahaan berorientasi ekspor atau eksportir untuk memotong gaji buruh serta mengurangi jam kerjanya. Kebijakan ini dilakukan pada eksportir yang terdampak ekonomi global. 

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Sementara itu,  Kalangan serikat buruh akan menggelar demonstrasi di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada 21 Maret 2023 mendatang. 

Demo kali ini dalam rangka menolak aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan mengizinkan eksportir melakukan pemotongan gaji maksimal 25 persen yang biasa diterima karyawan per bulan, dinilai tidak efektif mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Eksportir yang boleh memotong gaji adalah yang terdampak perubahan ekonomi global.

Aturan itu ada di Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menganggap kebijakan pembayaran 75 persen dari upah yang biasa diterima buruh, bukan solusi efektif untuk menekan angka PHK.

Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 membolehkan pemotongan gaji buruh sebesar 25 persen bila perusahaan terdampak krisis global. Padahal saat ini nasib para buruh dalam kondisi rawan karena menjadi pekerja kontrak dan adanya sistem outsourcing sebagai buah  UU Ciptaker yang sudah disahkan oleh DPR. 

Sungguh nasib para buruh makin mengenaskan dalam tatanan sistem ekonomi kapitalisme. Mirisnya, negara justru membuat regulasi yang menguntungkan pengusaha. 

Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja. Ada berbagai mekanisme dalam Islam yang membuat pekerja mendapatkan gaji yang memungkinkan untuk hidup layak. 

Selain itu, negara juga memberikan jaminan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pokok, individual maupun komunal. Syariah Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan/perusahaan sejumlah hal:

Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan semua itu merupakan kefasadan.

Kedua, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai sistem Kapitalisme di seluruh dunia. Dibuatlah standar upah minimum daerah kota/kabupaten atau propinsi. 

Akibatnya, kaum buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan. Pasalnya, gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Seberapa keras mereka bekerja tetap saja mereka tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat karena besaran upahnya diukur dengan cara seperti itu. 

Bahkan dimasyarakat Eropa yang standar gajinya terlihat besar, gaji buruh juga tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pasalnya, biaya hidup mereka juga besar. Inilah kelicikan sistem Kapitalisme.

Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. 

Pekerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula. Meski pekerjaan dan kemampuan sama, tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda, berbeda pula upah yang diberikan. 

Misalnya tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah yang lunak.

Ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan/perusahaan haram  mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini termasuk kezaliman. Nabi SAW bersabda:

قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ 

Allah telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya; seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari). 

Di tanah air regulasi ketenagakerjaan sering justru berpihak kepada pengusaha atau investor. Dengan dalih menyuburkan iklim investasi, yakni agar para investor mau berinvestasi dan membuka lapangan pekerjaan, beragam regulasi dibuat untuk kepentingan mereka dengan meminggirkan kepentingan tenaga kerja.

Acapkali dengan dukungan negara, para pengusaha kapitalis berusaha sekuat tenaga menekan gaji pegawai agar mereka mendapat keuntungan maksimal. 

Sebaliknya, mereka berusaha mengeksploitasi tenaga para buruh untuk meningkatkan produksi demi keuntungan perusahaan. Praktik-praktik seperti itu sudah lazim di negara-negara kapitalis. 

Para pengusaha kapitalis yang rakus akan membuka usaha di negara-negara berkembang yang memiliki bahan baku murah dan tenaga kerja yang juga bisa dibayar semurah-murahnya. 

Warga yang membutuhkan pekerjaan akhirnya terpaksa menerima tawaran upah yang murah karena kebutuhan nafkah. Akibatnya, terjadilah kesenjangan sosial yang amat dalam. Para pengusaha kaya-raya, sedangkan buruh menderita.

Inilah bedanya dengan negara dalam Islam. Khilafah Islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan semua anggota masyarakat, baik pengusaha maupun pekerja. 

Nabi SAW bersabda Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Khilafah yang menerapkan syariah Islam wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keamanan mereka. Khilafah juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim kepada para pekerja mereka. Bagi Khilafah, kesejahteraan rakyat di atas kepentingan para pengusaha. 

WalLahu a’lam bi ash-shawwab.


Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar