Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisme Global Gagal Menangani Pandemi


Topswara.com -- Menjelang akhir tahun kedua sejak pandemi melanda dunia, kita disodorkan dengan rangkaian data lonjakan kasus positif Covid-19. Berbagai negara yang ditengarai sebelumnya telah melandai dan hampir zero kasus harian Covid-19 justru kembali mengalami lonjakan gelombang positif Covid-19. Keadaannya tidak terprediksi sehingga membuat kepanikan di negara-negara tersebut. Kejadian ini tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Jangan sampai kelalaian dari negara-negara tersebut berimbas ke Indonesia dikarenakan lemahnya kebijakan yang diterapkan di tengah masyarakat.

Prediksi Lonjakan Gelombang Ketiga 

Rusia melaporkan rekor baru infeksi virus Covid-19 pada Minggu (17/10), yang terjadi selama empat hari berurutan. Ada 34.303 kasus baru dan 997 kematian selama 24 jam terakhir menurut pemberitaan AFP. Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murasaki mengatakan pada pekan ini bahwa dia menyoroti kebiasaan masyarakat. 

Sementara juru bicara pemerintahan pusat, Dimitry Kasih, mengatakan, semua hal sudah dilakukan untuk memberi kesempatan kepada publik menyelamatkan diri dengan mendapat vaksinasi. Statistik Covid-19 datang karena program vaksinasi jalan di tempat dan protokol kesehatan di berbagai daerah. Pemerintah mengatakan ketidakdisplinan masyarakat Rusia penyebab lonjakan kasus baru. (cnnindonesia.com, 18/10/2021).

Inggris kembali mengalami lonjakan kasus positif Covid-19 per hari yaitu mencapai angka 49.156 kasus per Senin (18/10). Inilah angka tertinggi selama tiga bulan terakhir. Mengutip data pemerintah Inggris,  kasus positif Covid-19 bertambah sebanyak 309.013 dalam seminggu terakhir. Sebelumnya pemerintah Inggris telah mengakhiri pembatasan sosial bagi penduduknya sejak 19 Juli lalu. Sejak itu, restoran di Inggris diizinkan untuk beroperasi penuh dan klub malam dibuka. Selain itu kelonggaran perbatasan bagi turis asing, meniadakan karantina dengan syarat telah vaksinasi dua dosis. (cnnindonesia, 19/10/2021).

Jelas tergambarkan pelonggaran kebijakan yang diambil oleh negara di Eropa saat kondisi berangsur pulih menyebabkan gelombang lonjakan kasus harian Covid-19. Padahal pandemi belum berakhir. 

Demi menormalisasi pergerakan perekonomian di negara-negara tersebut, pemerintahannya melonggarkan aturan yang sebelumnya telah menjadi kebijakan tepat dalam penanganan pandemi ini. Mereka tidak menyadari mutasi virus Covid-19 masih menunjukkan penularan tinggi karena hasil mutasi ini akan menghasilkan kluster yang kuat menghadapi perubahan cuaca atau pergantian musim.

Tumpang tindih penerapan kebijakan dalam penanganan kesehatan dan ekonomi di sistem kapitalis ini menghasilkan data kasus harian fluktuatif per semester. Di awal kasus tinggi, penanganan kesehatan dioptimalkan penuh. Lalu melandai, mulai terjadi pelonggaran dan pelanggaran prokes di sektor publik. 

Munculnya persepsi sebagian penerima vaksinasi dua dosis kebal terhadap virus Covid-19, semakin memperlebar pelanggaran prokes tersebut. Saat kondisi terkendali penanganan ekonomi menjadi prioritas utama dengan dalih perbaikan perekonomian di tiap negara tersebut.  Maka berbagai sektor publik dibuka lebar, tapi tidak diimbangi dengan kepatuhan prokes kembali. Inilah yang menyebabkan gelombang lonjakan kasus harian selalu berulang.

Dilansir dari media makasar.terkini.id,(31/10/2021), bahwa kasus virus Covid-19 kembali menerpa dunia. Negara Cina menemukan hampir 200 kasus Covid-19 lokal dalam seminggu terakhir. Sehingga Cina mengunci tiga kota, yakni Kota Eijin di Provinsi Mongolia Dalam, Lanzhou di Provinsi Gansu, dan Kota Heihe di Provinsi Heilongjiang. Sebanyak 1.6 juta penduduk di sana dan meminta warga tidak bepergian kecuali kebutuhan mendesak di wilayah yang berbatasan dengan Rusia itu. 

Kasus terbaru muncul pertama kali 17 Oktober dari kelompok wisata dan menyebar ke-11 provinsi. Sama halnya, lonjakan kasus Covid-19 juga melanda sejumlah negara di Eropa dibandingkan dengan minggu sebelumnya, yakni Ceko dan Hongaria (kedua negara memiliki rata-rata tujuh hari kasus membengkak lebih dari 100 persen), Rusia (10 persen),  Ukraina  (43 persen), sedangkan menurut data dari John Hopkins University, negara Eropa lainnya, seperti Kroasia, Denmark, Norwegia, dan Polandia (rata-rata kasus mingguannya bahkan lebih dari 70 persen). 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengakui bahwa pandemi masih jauh dari selesai. Karena jumlah kasus harian dan kematian global akibat virus Covid-19 yang dilaporkan meningkat kembali terutama di wilayah Eropa terjadi peningkatan berkelanjutan yang melebihi penurunan di wilayah lain. WHO juga mengingatkan penemuan kluster Delta Plus di 42 negara. Diklaim kluster Delta Plus ini bermutasi dan tahan pada musim dingin. 

Maka dunia harus mewaspadai gelombang lonjakan kasus harian meningkat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. WHO adalah badan yang bertugas melakukan diplomasi dengan negara-negara yang membutuhkan penanganan pandemi tanpa bisa memaksakan metode yang harus dicapai agar pandemi teratasi. Otomatis dalam penyelenggaraan penyelesaian pandemi ini tidak dapat memaksakan setiap negara untuk melaksanakan prosedural baku secara tuntas.  

Hal ini menegaskan kegagalan WHO sebagai wadah kesehatan rujukan dunia dalam mengambil kebijakan terkait pandemi ini. Berlandaskan pada kebijakan kapitalistik dalam penanganannya. Lebih mengutamakan perekonomian tertangani dibandingkan keselamatan dan kesehatan rakyat. Suatu kewajaran pandemi belum terselesaikan dengan segera. 

Di saat masyarakat belum pulih seratus persen dari intaian penularan virus Covid-19, WHO membiarkan negara melakukan normalisasi mobilitas publik disertai pelonggaran kebijakan kesehatan, mengaktifkan tempat wisata, perbelanjaan modern, dan tempat-tempat umum lainnya. Dan akhirnya menjadi bumerang bagi penyelesaian penanganan  pandemi secara global.

Upaya Indonesia Mengantisipasi Gelombang Ketiga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pengarahan kepada para kepala daerah se Indonesia secara virtual di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (26/10/2021) mengingatkan trend peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah negara dipengaruhi sejumlah faktor.

Setidaknya ada tiga penyebab utama, yaitu:
Pertama, relaksasi yang terlalu cepat dan tidak melalui tahapan-tahapan. Kedua, protokol kesehatan (prokes) yang mulai kendur, misalnya kebijakan lepas masker di sejumlah negara. Ketiga, lemahnya pengawasan prokes ketika pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Menurut presiden, dunia sedang dihadapkan pada ketidakpastian, maka sekali lagi terjadi tren kenaikan kasus dunia.(medcom.id, 26/10/2021)

Pemerintah menekankan bahwa ketiga faktor tersebut telah menghantarkan negara-negara mengalami lonjakan gelombang tinggi kasus harian positif Covid-19. Maka wajib bagi masyarakat Indonesia mematuhi prokes, melakukan pengawasan ketat di ruang publik seperti sekolah, mall, tempat wisata, tempat kerja, dan lainnya. Meningkatkan 3T (testing, tracing, treatment) secara rutin. Memaksimalkan pelaksanaan vaksinasi dengan merata di setiap wilayah Indonesia. Maka sudah seyogianya pemerintah Indonesia mengantisipasi dengan solusi tepat untuk menghindari gelombang ketiga. 

Tetapkanlah kebijakan dengan tegas berikut sanksi yang diterapkan jika terjadi pelanggaran. Tidak membebankan rakyat dengan aturan yang tarik ulur. Tidak kongkalikong dengan para kapitalis dalam penetapan kebijakan publik/rakyat. Bukan sibuk dengan penyelesaian infrastruktur, mendongkrak perekonomian negara dengan berbasis utang yang justru akan memberatkan rakyat di masa mendatang. 

Membuka tempat pariwisata untuk wisatawan asing (wisman) tanpa melihat asal negaranya. Selayaknya ada aturan baru agar wisman dari negara yang sedang terinfeksi dilarang kedatangannya. Negara harus mengupayakan kebijakan yang pro terhadap kesehatan, keselamatan, dan keamanan rakyat. 

Penerapan Kebijakan Khilafah untuk Keselamatan Rakyat

Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam memiliki metode tepat dalam penanganan pandemi ini. Bersandar pada wahyu Allah, maka setiap kebijakan yang ditetapkan dan diterapkan di tengah umat adalah mengutamakan keselamatan dan keamanan nyawa rakyat. Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.Rasulullah SAW Bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin.” (HR Bukhari).

Dalam pandangan Islam nyawa manusia harus diutamakan, melebihi ekonomi, pariwisata , atau pun hal lainnya. Sabda Rasulullah SAW “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tarmidzi).

Demikian bagi khalifah sebagai pemimpin umat akan memprioritaskan penyelamatan nyawa di atas kepentingan ekonomi yang menghantarkan pada konsistensi mengambil pendapat ahli kesehatan dan epidemiologi dalam penyelesaian wabah/pandemi. 

Negara mendorong para peneliti dan ahli kesehatan menemukan obat dan vaksin yang tepat untuk pengobatan selama pandemi karena sifat virus yang bermutasi cepat tentu diperlukan pengembangan penelitian yang cermat. Jika ada negara lain yang lebih dahulu memproduksi vaksin maka dibuat kesepakatan agar terhindar dari ketimpangan vaksin akibat dominasi dari produsen tersebut. 

Khilafah akan menjadi leader dalam mencontohkan penanganan pandemi tanpa kebijakan pelonggaran disebabkan faktor ekonomi. Karena Islam memiliki sistem perekonomian yang teruji tangguh dan mampu mengatasi kesulitan di saat wabah menyerang. Dengan metode kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan bagi seluruh rakyat, menjadikan perekonomian Islam stabil. Pos pendapatan dan pengeluaran anggaran ditetapkan oleh syariah dalam baitul maal. Potensi pendapatan dalam APBN sangat besar, terlebih dari pos harta kepemilikan umum, seperti sumber daya alam yang dikelola oleh negara. 

Dengan potensi pendapatan yang jelas dan besar maka tidak ada hambatan bagi khalifah menyelenggarakan 3T (testing, tracing, treatment) secara berkesinambungan bahkan gratis diberikan kepada rakyatnya. Sebagai wujud  tanggung jawab negara menjamin kesehatan rakyat. Selain itu ada pos pengeluaran khusus untuk penanganan bencana. Sumber dananya dari pos fai dan kharaj (harta yang diperoleh dari non muslim tanpa peperangan) serta pos harta milik umum. Pengelolaan anggaran tersebut wajib terikat dengan syariat Islam. 

Semua ini dapat terlaksana dengan baik jika berada di bawah naungan khilafah islamiyah. Karena antara pemimpin (khalifah), rakyat, dan kebijakan yang diterapkan  saling bersinergi. Taatnya khalifah terhadap syariat Islam ditunjukkan dengan penerapan kebijakan yang jelas, mengutamakan keselamatan nyawa rakyat. Serta didukung oleh kepatuhan rakyat menjalankan aturan dengan baik sehingga pandemi seiring waktu akan berakhir. 

Walllahu a'lam bishawab


Oleh: Ageng Kartika 
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar