Topswara.com -- Beranjak dari kondisi dunia hari ini, termasuk Indonesia mengalami krisis ayah (fatherless), Ustaz Iwan Januar (UIJ) membeberkan bagaimana peran sebagai the real father.
“Sementara sudah nyata perintah dan contoh dari Rasul, para sahabat, para ulama yang mereka ikut menjalankan peran sebagai the real father, tuturnya dalam Kajian Keluarga, Bahaya Fatherless di kanal YouTube Sultan Channel, Kamis (2/9/2021).
Ia mengatakan, ayah wajib memahami dan menghayati bahwa ayah bukan saja sebagai sosok yang memiliki hubungan biologis dengan anak tapi harus ada hubungan sosiologis dan ada hubungan ideologis dengan anak-anak mereka.
“Secara sosiologis seorang ayah ada kewajiban memberikan nafkah untuk anak-anaknya, dan secara ekonomis tentunya ia bertanggung jawab tentang anak-anaknya, serta secara ideologis seorang ayah berkewajiban untuk menanamkan nilai-nilai Islam pada anak-anak mereka,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, dalam sebuah hadis Rasulullah mengatakan tidak ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya dibandingkan dengan pemberian adab yang ahsan, adab yang terpuji. “Hadis ini memberikan satu pelajaran bahwa bagi orang tua khususnya para ayah memberikan pendidikan adab atau pendidikan agama secara umum pada anak-anak disebut oleh nabi sebagai pemberian paling baik, pemberian yang paling afdhol,” jelasnya,
Ia mengatakan, ada ayah yang ketemu anak cuma bisanya kasih duit, perintah, dan marah-marah. “Begitu anaknya lapor, misalnya nilai ulangannya nggak bagus dimarahin, bukan kasih solusi. Kesannya bapaknya ini sudah memberikan solusi hanya marah aja gitu. Biasanya kalau nggak marah-marah, kasih perintah, itu tipikal seperti security,” terangnya.
“Bagaimana anak bisa merasakan kasih sayang. Kalau ayah ditanya seperti ini, 'Bagaimana sayang sama anaknya?' 'Sayang dong.” Sayang, tapi sebatas perkataan. Tidak ada kemudian bukti bahwa yang namanya perintah Allah SWT harus dibuktikan dengan amal bukan hanya ikrar, bukan hanya pengakuan saja,” bebernya.
Ia mencontohkan, Rasulullah pernah mengajak Abdullah bin Abbas yang merupakan sepupu beliau yang masih kecil naik ke atas unta, kemudian sambil dalam perjalanan beliau memberikan tausiyah kemudian mendoakan Abdullah bin Abbas.
“Nabi kalau bertemu anak-anak menyapa mereka, 'Assalamualaikum'. Kadang-kadang bercanda dengan mereka, menghibur mereka. Ketika ada seorang anak kecil yang punya burung peliharaan, lalu burung ini mati Nabi datang menghibur anak itu,” tambahnya.
Iwan mempertanyakan, di mana para ayah ketika anak sedang sedih, ketika sakit, ketika mengalami masalah di sekolah, hadir tidak? Jangan-jangan para ayah sibuk dengan dunianya, menjadi ayah yang autis tidak peduli dengan kondisi anak-anaknya
Ia mengajak, para ayah untuk meluangkan waktu untuk bisa ngobrol dengan anak-anak. untuk memberikan pendidikan pada anak.
“Mungkin kita bukan ustaz, kita bukan ulama tapi kita mungkin hafal satu dua pepatah kita hafal satu dua nasehat dari guru-guru kita atau kita punya pengalaman kita sampaikan pada anak-anak kita,” ungkapnya.
“Pertama, ubah dulu mindset kita. Kalau menjalani peran ayah ubah mindset dulu yang tadinya fokusnya hanya kepada nafkah, nafkah, dan nafkah atau juga hobi, hobi, dan hobi maka sekarang ubah mindset kita kewajiban untuk mendidik anak-anak kita, luangkan waktu,” ujarnya
Ia mengatakan, yang kedua, mulailah kemudian mendalami ilmu agama, khususnya terkait dengan pendidikan pada anak, serta mendalami fase perkembangan anak.
“Maka kita mulailah mengkaji Islam agar kita bisa memberikan sesuatu untuk anak-anak, punya ilmu yang akan kita berikan kepada anak-anak kita,” tambahnya.
Dijelaskannya, yang ketiga, jadilah sebagai leader, termasuk pemimpin dalam memberikan keteladanan kepada mereka. Tunjukkan keteladanan dalam keluarga, di hadapan anak-anak agar anak-anak paham bahwa ayah adalah pemimpin, sosok yang sabar dan disiplin. Karena anak-anak lebih mudah untuk meneladani, mencontoh, ketimbang menyimak dan mendengarkan.
“Seorang ayah harus kemudian bekerjasama dengan istri. Rumah tangga ibarat dua sayap, suami dan istri maka harus kemudian kompak. Suami pemimpin, istri yang dipimpin tapi kompak terutama dalam masalah pendidikan anak-anak kita. Jadi tanya pada istri, dialogkan apa yang perlu dibenahi, dipertahankan apa yang mesti ditingkatkan. Agar kemudian bisa dijadikan sebagai panduan di dalam mendidik anak-anak kita,” paparnya.
Terakhir, ia mengatakan, banyaklah berdoa kepada Allah, minta agar anak-anak tumbuh sebagai anak yang shalih dan shalihah. Sebagai anak-anak yang punya kemudian sifat amanah, jujur, shidiq, berani dalam mengungkapkan kebenaran.
“Kemudian juga senantiasa punya perasaan khauf kepada Allah SWT, dorong mereka giat beribadah, doakan anak-anak kita sebagai generasi yang senantiasa menegakkan shalat. Agar menjadi qurrota a'yun, menjadi sosok yang sejuk dipandang dan doakan anak-anak kita agar mereka dijauhkan dari bala wal wabah juga dari orang-orang yang jahat," pungkasnya. [] Sri Nova Sagita
0 Komentar