Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UDC Ungkap Keunggulan Bentuk Pemerintahan Islam daripada Lainnya


Topswara.com-- Membongkar bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini, Pakar Ekonomi Syariah Ustaz Dwi Condro, Ph.D (UDC) mengatakan keunggulan bentuk pemerintahan Islam yang berbeda sama sekali  dengan bentuk pemerintahan yang ada. 

"Ada temuan yang sangat hebat untuk mengidentifikasi, mendeteksi tentang bentuk pemerintahan. Yaitu harus tegas dalam menyoroti  kekuasaan dan kedaulatan. Bentuk pemerintahan Islam berbeda sama sekali dengan bentuk pemerintahan yang ada," ujarnya dalam kuliah virtual Ecomic CORe ISEC: Perbandingan Bentuk Pemerintahan, di Ruang Zoom, Ahad (29/08/2021).

UDC memaparkan lima bentuk pemerintahan yang ada. Pertama, monarki. Ia menjelaskan, cirinya ada penyatuan antara kedaulatan dan kekuasaan. "Dalam monarki, kekuasaan dan kedaulatan semuanya di tangan raja. Dan ciri yang membedakan dengan kekaisaran, wilayahnya itu adalah wilayah kesatuan, negaranya negara kesatuan, tidak ada koloni-koloni," bebernya.

Kedua, kekaisaran. Ia mengatakan, cirinya masih sama, ada penyatuan antara kedaulatan dan kekuasaan. "Dan yang menjadi pemimpinnya, adalah raja tapi yang membedakannya adalah wilayah-wilayah kolonial itu yang membedakan antara kekaisaran dan monarki," katanya.

Ketiga, republik. "Ada penyatuan antara kekuasaan dan kedaulatan. Kekuasaan di tangan rakyat, kedaulatan juga di tangan rakyat. Pelaksananya itu bisa presiden atau perdana menteri, dan wilayahnya adalah wilayah kesatuan. Negaranya berbentuk kesatuan republik," jelasnya.

Keempat, federasi. "Masih sama dengan republik, menyatukan antara kekuasaan dan kedaulatan semuanya di tangan rakyat dan pemimpinnya adalah presiden atau perdana menteri. Yang membedakannya adalah ada wilayah negara bagian, yang disebut wilayah otonom," terangnya. 

Kelima, Islam. "Ini adalah temuan yang paling cemerlang untuk pemerintahan, kekuasaan. Adanya pemisahan antara kedaulatan dan kekuasaan. Ini yang khas, yang membedakan antara pemerintahan Islam dengan republik dan monarki," jelasnya. 

Menurutnya, temuan inilah yang membuat kita harus lebih peka. Yaitu ada yang khas dari Islam ialah pemisahan antara kedaulatan dan kekuasaan.

"Jika tidak dipisahkan antara kekuasaan dan kedaulatan, dapat menyebabkan kebingungan. Terutama saat pemilu, itu dalil-dalil keluar semua. Yaitu dalil wajib adanya pemimpin. Pemimpin harus dipilih oleh rakyat, kalau dalil seperti itu, nanti semua dalil akan cocok semua," imbuhnya. 

Menurutnya, ada yang berpendapat keliru, yaitu republik itu dianggap sesuai dengan Islam. "Karena tidak memisahkan antara kekuasaan dan kedaulatan. Bahayanya seperti itu," ungkapnya. 

"Jadi dalam Islam kedaulatan itu di tangan syara sedangkan kekuasaan di tangan umat. Inilah yang menjadi keunggulan, kehebatan dan ketinggian dari bentuk pemerintahan Islam," bebernya. 

"Ini satu-satunya bentuk pemerintahan yang paling ideal. Yang paling sempurna, bisa menghilangkan kelemahan-kelemahan dari semua bentuk pemerintahan yang ada," tegasnya. 

Ia menuturkan contoh sederhananya, kelemahan pada sistem monarki. Karena, kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan raja maka kehendak tertinggi, keinginan tertinggi, dan hukum tertinggi yang harus diikuti adalah raja. 

"Hal itu akan menindas rakyat. Kalau hukum diserahkan kepada kehendak manusia, yang merupakan elit tersendiri maka itu pasti akan menindas rakyat," cetusnya. 

Makanya, ia menjelaskan, untuk menghilangkan penindasan itu, lahirlah demokrasi. "Dalam demokrasi agar rakyat tidak tertindas maka maunya,  kedaulatan harus di tangan rakyat. Tapi mereka lupa, bahwa di tangan rakyat itu sebenarnya hanya bisa terwujud pada kekuasaan," jelasnya.

Ia menilai, ketika pemilu, benar-benar pemimpin yang terpilih itu, berasal dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, itu bisa terjadi. 

"Kenyataannya, setelah mereka terpilih menjadi penguasa atau presiden, menjadi anggota dewan, apakah mereka kemudian menyerahkan kedaulatannya, hak untuk membuat hukum kembali kepada rakyat?" ujarnya. 

"Kelihatannya tidak, maju tak gentar membela yang bayar. Itulah yang membuat mimpi-mimpi demokrasi, ingin membela rakyatnya tetap gagal, makanya yang paling sempurna itu hanya sistem Islam," tegasnya. 

Menurutnya, agar syariat yang berasal dari Allah bisa diaplikasikan dan dilaksanakan, maka perlu ada kepemimpinan khalifah dan kepemimpinan negara khilafah. "Itu juga berbentuk negara kesatuan. Apakah nanti seperti republik? Tidak, karena undang-undang  bukan bersumber dari kedaulatan rakyat," tambahnya. 

Ia menegaskan, bentuk pemerintahan Islam berbeda dengan bentuk pemerintahan yang ada. Kalau mau diserang dari sisi mana pun tidak bisa, mau dituduh seperti republik, karena ada kesamaan pemimpin itu harus dipilih rakyatnya ternyata tidak sama. 

Menurutnya, yang membedakan nanti adalah pemimpin dalam Islam tidak ada periodisasi. 

"Tidak ada lima tahunan atau dua periode. Menjabat sampai meninggal dunia atau sudah tidak ada kemampuan lagi. Jadi kalau ingin membantah kenapa tidak sama dengan republik?" ujarnya.

"Padahal, sama-sama ada pemilu, ada pemilihan pemimpin oleh rakyat. Karena pemimpin yang dipilih oleh rakyat, tidak untuk membuat hukum sebagaimana republik, di mana hukum itu atas persetujuan antara wakil rakyat dan pemimpin rakyat. Karena kedaulatan di tangan syariat," bebernya.

Ia mengatakan, alasan kenapa tidak disebut kedaulatan di tangan Allah, karena Allah tidak memerintah langsung, Allah tidak turun ke bumi.

 "Supaya jelas kedaulatan di tangan syariat maksudnya, yang diterapkan itu nanti hukum-hukum syariat yang sudah digali dari Al-Qur'an dan sunah," katanya.

"Kedaulatan juga tidak di tangan Al-Qur'an dan As-Sunnah tapi di tangan syariat, karena Al-Qur'an dan As-Sunnah belum aplikatif, belum diistinbath (digali) menjadi hukum. Nanti itu ada penjelasan khusus. Makanya disebut kedaulatan di tangan syariat tidak di tangan rakyat, ini yang khas dari pemerintahan Islam," tegasnya. 

Dalam Islam, Ia menjelaskan, tabani hukum syara' ada pada khalifah. Menurutnya, tabani sumber hukum bukan membuat hukum, tapi hanya yang  memilih dan menetapkan dari hukum-hukum syariah, jika nanti ada beberapa perbedaan dari penggalian hukum oleh para mujtahid. "Fungsi khalifah hanya mentabani, memilih, mengadopsi, menetapkan hukum, itulah yang membedakannya dengan kerajaan dan republik," pungkasnya.[] Witri Osman
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar