Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kembalinya Karakteristik Umat Penolong Palestina


Topswara.com -- "Ketika kami membakar Masjid al-Aqsha, sepanjang malam aku tidak dapat tidur.  Aku takut bangsa Arab berbondong-bondong memasuki Israel dari segala penjuru. Tapi ketika esok hari tiba, aku baru tahu bahwa kami bisa berbuat apapun yang kami inginkan, karena sebenarnya kami sedang berhadapan dengan umat yang tidur.” Zion Golda Meir PM Israel Keempat (1969-1974).

Pada tanggal 7 Mei 2021, Israel kembali melakukan serangan terhadap muslim Palestina. Bertepatan 10 malam terakhir di bulan Ramadan.  Bulan suci yang sangat dimuliakan umat Islam. Korban pun banyak yang berjatuhan.

Berbagai respon muncul dari seluruh bangsa di dunia. Tidak terkecuali bangsa-bangsa Arab di sekitar Palestina. Raja Salman mengatakan dirinya dan Kerajaan Arab Saudi mendukung penuh rakyat Palestina (www.kompas.com, 16/05/2021). Sementara pemimpin Qatar dan Mesir berunding dengan pihak Hamas.  Mereka berusaha agar perang tidak berlanjut (pikiran-rakyat.com, 16/05/2021). 

Pemimpin negara-negara Arab bukan membantu Palestina melawan Israel dan menyelesaikan akar persoalan penjajahan Israel atas tanah Palestina. Tetapi mereka hanya mengecam dan mencegah perang berlanjut tanpa menuntaskannya.   

Hal ini, terus berulang. Israel melakukannya sejak tahun 1948. Ironisnya, sejak saat itu sampai sekarang sikap pemimpin bangsa-bangsa Arab tidak berubah. Walaupun mereka menyaksikan kebengisan Israel terhadap muslim Palestina.  

Mengapa mereka melupakan jati diri mereka yang sesungguhnya?

Satu Tubuh yang Terkoyak 

Sesungguhnya setiap mukmin adalah bersaudara. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10  yang artinya: ”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Kandungan ayat ini menurut tafsir Ibnu Katsir bahwa seorang beriman adalah bersaudara dalam agama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. berikut, ”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat).” (HR Muslim)

Maka ketika al-Aqsa di Palestina diserang Yahudi Israel, seharusnya seluruh umat Islam merasakan sakit yang sama. Seharusnya seluruh perhatian umat mengarah kepadanya.  Sebagaimana jika kita sakit di salah satu bagian tubuh kita, maka seluruh perhatian kita fokus pada anggota yang sakit tersebut.

Umat Islam di berbagai belahan bumi mulai Amerika, Inggris,maupun di beberapa negara lain termasuk di Indonesia turun ke jalan. Begitu pula di dunia maya, umat Islam terus memberikan dukungan untuk muslim Palestina. Seiring berita tentang kebrutalan Yahudi yang terus berlangsung sampai saat ini.  

Namun sebaliknya, sikap para pemimpin kaum muslim, termasuk bangsa Arab. Seolah mereka tidak melihat dan mendengar.  Lisan mereka sangat berat mengucapkan jihad fisabillah untuk membela saudaranya di Palestina. Padahal tanah yang ditetesi darah saudaranya adalah tanah milik seluruh kaum muslim.  Tidak layak Yahudi Israel laknatullah menjajah dan tinggal di sana. 

Karakteristik Umat Pengemban Risalah Islam

Ialah umat Islam. Allah memberinya karakteristik yang khas. Pada awalnya, Allah tetapkan Islam diemban oleh orang Arab.  Kemudian menyebar ke seluruh dunia.  Sehingga tiada beda lagi karakteristik antara Arab dan non Arab. Namun Allah Maha Mengetahui mengapa Islam pertama kali justru turun di jazirah Arab? Mengapa Allah amanahkan Islam pertama kali justru pada bangsa Arab? Karakteristik apakah yang sangat kuat sehingga layak menjadikan mereka pengemban Islam, dibandingkan karakteristik semua bangsa lain di muka bumi?

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada dua karakteristik bangsa Arab yang menonjol. Pertama, tabiat kemiliteran. Dahulu orang Arab dikenal sebagai bangsa yang terbiasa berperang. Kedua, tabiat tanggung jawab terhadap orang lain. Di kalangan mereka terdapat pemahaman bahwa lilin yang terbakar akan dapat menerangi. Akibatnya muncul sebuah sikap bahwa mereka bertanggung jawab kepada pihak lain dan menyamakan kedudukan manusia seperti diri mereka sendiri. 

Kedua karakteristik ini sangat dibutuhkan untuk mengemban risalah Islam yakni dakwah dan jihad. Mereka akan berperang secara fisik untuk menyebarkan kebaikan hidayah, bukan untuk memperbudak bangsa-bangsa lain. Tabiat ini  kemudian menyebar ke bangsa lain yang memeluk Islam. Sehingga menjadi karakteristik umat Islam di seluruh dunia (Konsepsi Politik Hizbut Tahriir, 2005, hlm. 88-90).

Akan tetapi mengapa saat ini bangsa Arab di sekitar Palestina tidak mampu melawan Israel? Mengapa pemimpin mereka hanya diam saja ? Kemana perginya karakteristik yang membanggakan itu?

Benarlah apa yang dikatakan Zion Golda Meir PM Israel Keempat (1969-1974) ,”… kami sedang berhadapan dengan umat yang tidur.” Lalu apakah yang menyebabkan umat Islam tidur, terutama bangsa-bangsa Arab di sekitar Palestina?  

Setidaknya inilah dua hal yang menjadi penyebabnya, pertama, mundurnya pemahaman Islam pada bangsa Arab. Mereka tidak lagi menggenggam kuat akidah Islam. Akibatnya masuklah pemikiran asing sekularisme materialisme.  

Saat ini para pemimpin bangsa Arab terjangkit penyakit al-Wahn, yakni cinta dunia, cinta materi.  Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: “Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” “Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit al-Wahn.” Seseorang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)

Kecintaan mereka terhadap dunia membuat mereka memilih berkonsolidasi dengan Israel.  Pemimpin bangsa-bangsa Arab menandatangani Abraham Accords di Gedung Putih, Washington DC, pada 15 September 2020 (BBCNews, 15/05/2021). Mereka memilih manfaat kerja sama dengan Israel di bidang perdagangan, pariwisata, riset medis, ekonomi dan pembangunan saintifik. Sebab, mereka akan mendapatkan keuntungan materi yang besar.  

Sebaliknya mereka takut menghadapi kematian, berjihad melawan Israel dan membela Palestina. Padahal jelas sekali perintah Allah akan hal tersebut. 

Mereka telah membuang sikap al-Wala' wal-Bara'. Sebuah sikap bahwa loyalitas orang beriman harus diberikan terhadap muslimin dan berlepas diri dari orang kafir. Kenyataannya, mereka justru bergantung  kepada al-kafirun yakni AS sekutu Israel. 

Kedua, bius sihir nasionalisme. Pada tanggal 16 Mei 1916  terjadi Perjanjian Sykes-Picot antara Inggris dan Perancis dengan persetujuan Rusia. Isi perjanjian tersebut membagi seluruh negeri muslim yang ada di bawah kekuasaan kekhilafahan Turki Ustmani menjadi negara-negara kecil. Mereka menamakannya negara bangsa (nation state).

Sejak saat itu negara bangsa menjadi mantera yang menghalangi negeri-negeri kaum muslim termasuk bangsa Arab untuk membantu Palestina. Padahal negeri mereka bersebelahan dengan Palestina. Sejatinya batas-batas negeri mereka hanya imajiner.  Akan tetapi seluruh kaum muslim termasuk bangsa Arab tunduk pada aturan tersebut. Tunduk patuh pada ikatan nasionalisme.

Dua hal di atas, berhasil mengubur karakteristik bangsa Arab. Tercerabut dari pemimpin-pemimpin mereka. Padahal inilah karakteristik umat pengemban risalah Islam pertama.  

Kebangkitan Umat Islam, Sebuah Keniscayaan

100 tahun sudah umat tertidur. Kini saatnya umat Islam bangkit, terkhusus bangsa Arab. Sudah saatnya umat terbangun dari tidur panjangnya. Langkah yang harus dilakukan adalah, pertama, umat Islam termasuk bangsa Arab dan pemimpinnya harus kembali berpegang teguh pada akidah Islam.  

Sebab, tanpa akidah Islam, karakteristik bangsa Arab tidak mampu memberikan kemuliaan. Begitu pula saat ini, ketika pemimpin-pemimpin bangsa Arab tidak menyatukan tabiatnya dengan Islam. Tabiat kemiliteran para raja-raja Arab justru beralih kepada memelihara binatang buas dalam rumah mereka, juga berburu membunuh ribuan burung di negeri lain (kumparan, 18/03/2021). Bahkan yang menyedihkan, mereka mengirimkan tentaranya untuk berperang dengan saudaranya sesama muslim di Yaman.

Umar bin Khaththab pernah berkata, “Wahai saudaraku, sungguh kita pernah terhinakan hingga Allah memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan selain Islam maka Allah akan menghinakan kita kembali”.  

Oleh karena itu, jika para pemimpin bangsa Arab menyatukan kembali tabiat mereka dengan Islam, pasti akan menghantarkan kepada kemuliaan. Mereka akan kembali menjadi singa yang ditakuti Yahudi Israel.  

Bahkan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi mereka takut terhadap Israel. Jumlah tentara bangsa Arab lebih besar dari Israel. Pun, peralatan militer mereka sangat canggih (mediaumat.news, 12/5/2021).

Kedua, umat Islam harus menjadikan akidah Islam sebagai kepemimpinan berfikir. Jika bangsa Arab, yang merupakan bagian umat Islam sudah menyadari hal ini, maka tabiatnya sebagai bangsa yang bertanggung jawab pada pihak lain, yakni saudaranya sesama muslim akan muncul. 
  
Ketiga, setelah karakteristik umat Islam termasuk bangsa Arab telah kembali bersama risalah Islam, maka umat Islam harus bersatu dalam satu kepemimpinan di seluruh dunia. Satu kepemimpinan untuk menerapkan seluruh syariat Islam dalam kehidupan. Satu kepemimpinan inilah yang akan mampu menhadapi kebrutalan Yahudi Israel terhadap muslim Palestina.

Sekarang tinggal bagaimana para pemimpin bangsa Arab hendak memilih. Apakah mereka mau menjadi seperti Umar bin al-Khaththab,  Amr bin Ash, Abu Ubaidah, Khalid bin Walid dan para sahabat lainnya yang memadukan karakter Arab dengan Islam untuk membebaskan Palestina dari Romawi? ( Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Al-Khathab, 2013).

Ataukah sebagaimana ucapan Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani,” Penjajah Yahudi Israel adalah bayang-bayang penguasa Arab. Jika sesuatu itu (penguasa Arab) dihilangkan, maka bayangannya (Israel) akan menghilang.”

Sesungguhnya kembalinya karakteristik umat Islam adalah sebuah keniscayaan. Seperti halnya selalu ada harapan bagi umat Islam, bahwa akan muncul kembali pemimpin terbaik. Ia bisa muncul dari semua bangsa termasuk bangsa Arab. 

Sebagaimana keniscayaan janji Allah melalui lisan Rasul-Nya bahwa Islam akan berjaya.  Khilafah ala minhajin nubuwwah akan tegak kembali. Ia adalah sebuah persatuan kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia, yang akan menyelesaikan persoalan Palestina.
Wallahu a’lam.


Oleh: Dewi Masitho, M.Si
(Aktivis Dakwah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar