Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kelahiran dan Masa Kecil Nabi Muhammad SAW


Topswara.com -- Nasabnya Mulia

Muhammad bin Abdillah (Syaibatul Hamdi)  bin Abdil Muththalib bin Hasyim(‘Amrul Ula’)  bin Abdi Manaf (al-Mughirah)  bin Qushai (Zaid) bin Khilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu’ad bin Adnan adalah nasab rasulullah dari jalur ayah. Sedangkan nasab dari jalur ibu adalah Muhammad bin Aminah binti Wahhab bin Abdi Manaf bin Zurah bin Khilaf bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr.

Kedua orang tua Rasulullah SAW adalah keturunan yang paling terhormat nasabnya dan paling mulia kedermawanannya. Nasab yang sangat terhormat ini sangat mempengaruhi diri Rasulullah SAW, beliau bisa tumbuh dengan normal meskipun terlahir yatim. Rasulullah sangat percaya diri, berani mengungkapkan pendapatnya, serta tidak merasa rendah dan hina.

Pernikahan Abdullah dan Aminah

Abdullah adalah putra bungsu Abdul Muththalib. Ia dinikahkan dengan Aminah binti Wahhab bin Abdi Manaf bin Zuhrah. Aminah merupakan gadis tertua dan termulia di bani Zuhrah. Abdul Muththalib menikahkan keduanya ketika Abdullah berusia 18 tahun.

Ketika Aminah mengandung Rasulullah, ia tidak mengalami gejala ngidam sebagaimana wanita hamil pada umumnya. Ketika mengandung, Aminah melihat cahaya keluar dari dirinya, sehingga dengan cahaya itu ia bisa melihat Istana Bushra di wilayah Syam. Ketika Rasulullah dua bulan dalam kandungan, Abdullah wafat di Madinah al- Munawwarah sepulang berdagang dari Mekkah. Abdullah dimakamkan di Madinah, di sebelah makam pamannya dari Bani ‘Adi bin Najjar.

Rasulullah lahir pada hari Senin, 12 rabiul Awal tahun Gajah. Setelah melahirkan Aminah menemui Abdul Muththalib. Sang kakek membawa bayi yang baru lahir tersebut ke dalam Ka’bah kemudian berdoa dan mengucap syukur atas nikmat yang telah di karuniakan kepadanya. 

Muhammad kecil disusukan kepada wanita dari Bani Sa’ad bin Bakar yang bernama Halimatus Sa’diyah. Sudah menjadi kebiasaan para wanita dari Bani Sa’ad menerima pekerjaan untuk menyusui bayi. Halimah awalnya menolak untuk menyusui karena Muhammad kecil dalam kondisi yatim, namun karena tidak ada ibu lain yang menawarkan bayi kepadanya, akhirnya Halimah menerima Rasulullah menjadi anak susuannya. Suaminya berkata, “Lakukanlah, mudah-mudahan Allah memberi kita berkah dengan adanya bayi itu.”

Halimah berkata, “Aku pun pergi mengambil bayi yatim itu. Setelah aku ambil, aku menggendongnya menuju kendaraanku. Ketika aku menaruhnya di pangkuanku, air susuku menjadi deras, sehingga ia dan saudaranya dapat minum dengan puas.lalu keduanya tidur. Kami pun dapat merasakan tidur nyenyak yang tidak pernah kami rasakan sebelumnya. Dan ketika suamiku pergi melihat unta betina kami, maka ia mendapatinya sedang penuh air susunya. Lalu suamiku mengambil susunya untuk kami minum sama-sama hingga kami merasa puas dan kenyang. Itulah malam pertama yang kami lalui dengan penuh kebaikan dan kebahagiaan.”

Ketika pagi suamiku berkata, “Ketahuilah  hai Halimah, sungguh kamu telah mengambil manusia pembawa berkah.” Aku pun berkata, “Demi Allah itulah yang aku harapkan.” Semenjak mengasuh Muhammad SAW, keluarga Halimah senantiasa mendapatkan tambahan kebaikan dan keberkahan. Berita ini tersebar ke seluruh penjuru daerah. Hal ini meraik perhatian masyarakat terhadap keberadaan Muhammad SAW.

Muhammad SAW Dibelah Dadanya

Allah mempersiapkan Muhammad untuk menjadi Nabi sekaligus pemimpin umat. Muhammad SAW terpelihara dari segala kemaksiatan baik lahir maupun batin. Allah membelah dada Muhammad untuk membersihkan sifat dengki, hasut, dan penyakit hati lainnya. Mengapa Allah tidak membersihkan secara langsung, sehingga harus membelah dadanya? Salah satu hikmahnya adalah untuk menarik perhatian khalayak sehingga menjadi sorotan, sebagai persiapan sebelum Muhammad menerima kepemimpinan. Peristiwa tersebut akan membuat manusia ingat bahwa Muhammad berbeda dengan manusia lainnya. Dia memiliki keistimewaan sejak masih kecil.

Bersambung...

Disadur dari buku: Sirah Nabawiyah, Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji

Ditulis kembali oleh: Dadik Trisatya
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar