Topswara.com -- Fenomena marriage is scary masih mengguncang generasi Z. Generasi muda cenderung lebih takut menikah karena berbagai pertimbangan. Generasi muda lebih takut miskin ketimbang takut menikah (kompas.com, 27-11-2025).
Beragam faktor bermunculan mulai dari masalah krisis ekonomi, watak pasangan hingga masalah sosial yang terus dimonsterisasi hingga kini.
Pemahaman Keliru
Masalah sosial masyarakat yang kini membanjiri media sosial juga berpengaruh signifikan pada peningkatan fenomena tersebut. Fakta terkait masalah kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, perselingkuhan hingga kesetaraan gender menjadi faktor kuat yang memicu fenomena ini.
Kesiapan finansial disebut sebagai tujuan utama gen Z dalam menjalani kehidupan. Target menikah menjadi bergeser dan tidak lagi menjadi tujuan utama. Selain finansial, fokus pendidikan dan karier pun menjadi poin utama dalam menjalani kehidupan.
Narasi marriage is scary melahirkan satu masalah genting. Salah satunya merosotnya angka pernikahan dari tahun ke tahun (kompas.com, 27-11-2025). Keadaan ini pun lambat laun akan mengancam kekuatan demografi nasional. Padahal kekuatan suatu bangsa salah satunya berasal dari unsur demografi yang potensial.
Generasi muda saat ini berpikir melebihi batas kemampuan dan cenderung lebih mengutamakan "keamanan" diri ketimbang nilai pernikahan itu sendiri. Ketakutan akan kemiskinan, penderitaan, beban emosional, biaya hidup yang serba sulit hingga fakta sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan menjadi hal yang terus merusak pemahaman generasi.
Semua kerusakan ini sebetulnya bersumber pada satu sistem distrak yang kini dijadikan sandaran, yakni sistem sekulerisme kapitalistik. Sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Konsep materialistik pun tidak bisa dihindari dalam sistem ini. Segala keputusan ditetapkan dalam nilai untung rugi secara duniawi.
Sistem rusak ini juga memposisikan negara hanya sebagai regulator. Negara tidak mampu berfungsi sebagai penjamin kehidupan masyarakat.
Perasaan takut akan menikah melahirkan masalah krusial. Dan serangkaian masalah ini wajib disolusikan dengan solusi cerdas dan jelas tanpa mengesampingkan fitrah manusia yang memiliki naluri mempertahankan keturunan. Dan satu-satunya jalan adalah melalui wadah pernikahan.
Islam, Satu-satunya Solusi Adil
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan wadah untuk menjalankan ibadah sesuai dengan tatanan hukum syarak. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar Ruum: 21)
Fenomena marriage is scary dijamin tidak ada dalam benak masyarakat yang diatur dalam sistem Islam. Sungguh, Islam adalah satu-satunya sistem yang mengatur kehidupan manusia dengan bijaksana dan sesuai fitrahnya.
Dalam Islam, negara menjamin kebutuhan setiap individu warga negara. Beberapa diantaranya adalah jaminan pemenuhan kebutuhan asasiyah individu, termasuk di dalamnya kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, layanan kesehatan, dan jaminan penyediaan lapangan kerja luas yang layak melalui penerapan sistem ekonomi Islam.
Tidak hanya itu, Islam juga mengatur konsep kepemilikan dengan adil. Negara menjadi satu-satunya institusi yang mengelola sumber daya milik umum untuk digunakan bagi seluruh kemaslahatan rakyat.
Dengan konsep ini, kesejahteraan rakyat mampu terjaga. Islam juga menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga mampu mengedukasi generasi agar tidak terjebak dalam pemahaman Barat yang hedon, liberal dan materialistis. Dengan demikian generasi muda mampu menempatkan pernikahan sebagai suatu bentuk ibadah dan menjalaninya untuk meraih ridha Allah SWT.
Sistem Islam yang diterapkan dalam wadah khilafah menjadi satu-satunya solusi bijaksana. Hanya dengannya, pernikahan dan institusi keluarga menjadi sarana ibadah dan mampu optimal menjaga eksistensi keturunan dengan jalan yang terarah, sesuai fitrah dan sesuai hukum syariah.
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

0 Komentar