Topswara.com -- Duka menyelimuti seluruh rakyat di negeri ini, belum lama terjadi bencana longsor di daerah Cibenying, Jawa Barat, kembali awal bulan Desember disambut dengan rentetan bencana alam longsor dan banjir di beberapa provinsi di pulau Sumatera. Bencana tersebar di berbagai wilayah meliputi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara.
Cuaca yang memasuki musim penghujan dianggap menjadi salah satu faktor bencana, tetapi melihat kondisi banjir dan longsor saat ini tidaklah demikian. Kerusakan yang terjadi sebagian besar adalah ulah tangan-tangan manusia serakah yang menjarah dan membabat habis hutan.
Mereka menyulap kawasan penyerapan air menjadi ladang perkebunan terbuka bahkan pertambangan. Bukti dari penggundulan hutan bisa dilihat dari material banjir yang dibawa arus, banyak kayu gelondongan rapih tanpa kulit bekas potongan mesin potong kayu, hasil potong itu berserakan terbawa arus banjir hingga ke perumahan penduduk.
Legalisasi penggundulan hutan tidak lepas dari campur tangan penguasa dengan segala kebijakannya yang pro pengusaha tanpa berpihak kepada kepentingan rakyat.
Legitimasi hak lahan, pertambangan, perkebunan kelapa sawit, UU Minerba, UU Ciptaker dan lain-lain, niscaya bisa berjalan mulus didalam sistem kapitalis saat ini. Sistem dimana penguasa bisa kongkalingkong dengan pengusaha dalam menjarah hak rakyat atas nama pembangunan.
Dampak banjir dan longsor ini menyebabkan kerusakan rumah, jembatan, dan fasislitas umun lainnya. Diberitakan juga ada beberapa kampung yang hilang di timbun tanah dan terendam banjir. Dikutif dari suara.com 05/12/2025, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat angka korban terus meningkat.
Data per 4 Desember 2025 pukul 13.05 WIB, jumlah korban meninggal yang tervalidasi mencapai 776 jiwa, 564 hilang, 2,6 ribu jiwa luka-luka, dan hampir 1 juta jiwa mengungsi akibat bencana ini, dengan jumlah yang terdampak 3,2 juta jiwa
Pemerintah dinilai lamban dalam menangani bencana ini, bahkan setelah menelan korban jiwa yang sangat banyak dan dampak kerusakan yang luas tidak ada pernyataan sebagai bencana alam nasional.
Banyak korban yang belum terevakuasi, bahkan sejumlah jenazah korban banjir disejumlah daerah belum terangkut karena keterbatas tenaga dan alat tranportasi. Masyarakat sementara mengungsi di tenda-tenda darurat dan hanya mengandalkan dari bantuan seadanya makanan, minum dan obat-obatan.
Lambannya penanganan korban ini dikarenakan akses jalan yang sulit dilalui. Sejumlah wilayah sulit mendapatkan BBM dan akses jalan dan jembatan yang banyak terputus akibat terbawa arus banjir.
Inilah akibatnya ketika negara mengabaikan hukum-hukum Islam dalam tata kelola lingkungan. Sistem yang dipakai bukanlah berdasarkan sistem Islam, dimana segala sesuatu dijadikan alat untuk menghasilkan keuntungan tanpa memperhitungkan dampak buruknya bagi rakyat dan lingkungan.
Bencana ini seharusnya menjadi cambuk agar kita menjaga alam sesuai fungsinya. Sebagaimana firman Allah SWT, "Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (ar rum ayat 41)
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (al 'araf ayat 56)
Dua ayat ini menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam dan menghindari kerusakan lingkungan. Manusia diingatkan untuk tidak berbuat kerusakan di bumi dan untuk selalu berusaha menjaga keseimbangan alam.
Hal ini tentunya hanya bisa dilakukan oleh negara dengan berdasarkan sistem Islam yaitu dengan menggunakan hukum Allah dalam mengurusi seluruh urusannya, termasuk tanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar.
Selain menjaga alam tetap lestari, negara juga dapat meminimalisir terjadinya banjir dan tanah longsor. Negara Islam bertanggung jawab mengeluarkan biaya untuk antisipasi pencegahan banjir dan tanah longsor, melalui pendapat para ahli lingkungan.
Khilafah sebagai pemegang mandat dari Allah akan fokus dalam setiap kebijakannya mengutamakan kepentingan umat diantaranya menjaga keselamatan manusia dan lingkungan dari dharar. Khalifah akan membuat blue print, tata ruang secara menyeluruh.
Khalifah juga akan mendata dan memetakan wilayah sesuai fungsi alaminya. Mana yang layak untuk tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, maupun untuk industri, tambang dan himmah.
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Eneng Haryati
Aktivis Muslimah Tamansari

0 Komentar