Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sekularisme dan Bullying: Dua Wajah Pendidikan Minim Iman


Topswara.com -- Anak-anak negeri ini tumbuh dalam sistem pendidikan yang kehilangan jiwa. Di ruang kelas tempat adab seharusnya lahir, justru tumbuh ejekan dan cemooh yang dibungkus candaan. 

Di dunia maya, wajah-wajah muda menertawakan luka saudaranya tanpa sadar mereka sedang menertawakan nuraninya sendiri. Inilah potret pendidikan sekuler: mencetak generasi cerdas tetapi kehilangan arah, pandai menghitung tetapi tak lagi menghargai manusia.

Belum lama, kita dikagetkan dua tragedi: santri di Aceh Besar membakar asrama karena menjadi korban bullying (Kumparan, 6/11/2025), dan siswa SMA di Jakarta diduga meledakkan sekolah karena depresi akibat perundungan (CNN Indonesia, 7/11/2025). Dua peristiwa ini bukan sekadar emosi remaja, tapi alarm keras dari sistem pendidikan yang gagal memanusiakan manusia.

Bullying kini menjelma epidemi sosial. Dari SD hingga kampus, dari dunia nyata hingga jagat maya, penghinaan dan kekerasan verbal menjadi budaya populer. 

Media sosial memperparahnya perundungan dijadikan hiburan, kekerasan direkam demi “like” dan “views”. Apa yang dulu dianggap aib kini jadi bahan tawa. Beginilah wajah dunia di bawah logika sekularisme: memisahkan iman dari kehidupan hingga adab kehilangan tempatnya.

Ketika iman dicabut dari dasar pendidikan, yang tersisa hanyalah kompetisi tanpa arah. Anak didik dilatih menjadi “sumber daya” ekonomi, bukan manusia beriman. Guru kehilangan otoritas moral, sekolah kehilangan ruh pembinaan, negara sibuk mengejar angka statistik tanpa peduli arah generasi. 

Maka lahirlah anak-anak haus pengakuan tapi miskin kasih sayang, pintar bersaing tapi tak pandai berempati. Mereka hidup di masyarakat yang menilai manusia dari rapor, bukan dari akhlak.

Padahal Islam menegaskan, tujuan pendidikan bukan mencetak pekerja atau teknokrat, melainkan membentuk syakhshiyyah Islamiyyah kepribadian Islam dengan pola pikir dan sikap berlandaskan akidah. 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Maka pendidikan tanpa iman dan adab sejatinya telah menyimpang dari fitrah.

Akidah Islam adalah pondasi yang kokoh. Pendidikan berbasis akidah menjamin cara pandang yang benar, menumbuhkan kesadaran bahwa Islam memiliki solusi bagi seluruh aspek kehidupan dari ibadah hingga politik. Anak dididik dengan tsaqafah Islam agar menjadikan Islam sebagai panduan dan solusi hidup.

Dalam sistem Islam, guru adalah murabbi, bukan sekadar pengajar. Ia menanamkan iman, membina ruhiyah, dan menuntun akal menuju makna hidup. Kurikulum berpijak pada akidah Islam, bukan pada ide “netralitas” sekuler yang menyingkirkan Tuhan dari ruang belajar. 

Adab menjadi fondasi, bukan pelengkap. Anak dididik untuk takut kepada Allah, bukan pada nilai ujian; diajari memuliakan manusia, bukan menertawakan kelemahannya.

Semua ini hanya terwujud bila negara mengambil peran sebagai pelindung akal dan jiwa umat. Dalam sistem Islam, Khilafah tidak menjadikan pendidikan sebagai komoditas, melainkan amanah. 

Negara wajib membina generasi dengan akidah kokoh, lingkungan bersih dari maksiat, dan media yang mendidik. Negara akan menutup akses terhadap konten yang merendahkan martabat manusia dan menghapus budaya kekerasan, karena generasi adalah aset umat, bukan komoditas pasar.

Kini ketika kita melihat remaja membakar asrama dan meledakkan sekolah, sejatinya kita sedang menyaksikan hasil pendidikan yang kehilangan iman. 

Sistem sekuler telah mencabut akar kasih dan menggantinya dengan logika saingan, ketenaran, dan kebebasan tanpa batas. Maka jangan semata menyalahkan anak-anak yang tersesat di dunia yang kita bangun tanpa petunjuk wahyu mereka bukan pelaku tunggal, tetapi korban peradaban yang menuhankan dunia.

Sudah saatnya berhenti menambal sistem yang rusak. Akar masalahnya bukan sekadar lemahnya pengawasan, tapi gagalnya ide sekularisme memanusiakan manusia. 

Bullying hanyalah gejala, penyakit sejatinya adalah sistem yang memisahkan iman dari pendidikan. Solusi bukan sekadar pelatihan karakter atau slogan moral, melainkan mengembalikan pendidikan pada ruh Islam di bawah naungan negara yang menegakkan hukum Allah dengan adil.

Selama iman hanya jadi pelajaran, bukan pondasi, pendidikan akan terus melahirkan generasi yang kehilangan arah. Dan selama sekularisme jadi asas, bullying hanya akan berganti rupa dari ejekan di kelas menjadi luka di jiwa yang rapuh. []


Oleh: Zahida Ar-Rosyida
(Aktivis Muslimah Banua)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar