Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Balas Dendam Sang Korban


Topswara.com -- Bullying adalah masalah yang kompleks dan dapat mempengaruhi semua pihak yang terlibat, baik pelaku maupun korban. Pengaruh buruk tak hanya berdampak pada pelaku, namun korban bullying juga mengalami hal serupa bahkan membahayakan. 

Beberapa korban bullying dapat menjadi pelaku kejahatan sebagai pelampiasan dendam atau mengatasi rasa sakit yang dialaminya. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Aceh dan Jakarta Utara.

Kasus terbakarnya asrama putra Dayah (pesantren) Babul Maghfirah, melibatkan seorang santri di bawah umur yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Perbuatan santri tersebut dilatari oleh sakit hati dan tertekan atas bullying yang dilakukan rekan-rekannya. 

Sementara itu, di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, telah terjadi ledakan yang mengakibatkan 10 orang terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Pelaku ledakan yang terindikasi salah satu siswa sekolah tersebut juga ikut mengalami luka-luka karena percobaan bunuh diri. 

Seperti halnya di Aceh, terduga pelaku ledakan merupakan korban bullying (kumparannews, 07/11/2025). Kedua pelaku sama-sama merupakan korban bullying yang mengalami tekanan sosial yang berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan, hingga keduanya nekat melakukan aksi balas dendam sebagai bentuk perlawanan dan pembalasan.

Bullying adalah salah satu problem sistemis dalam pendidikan, karena terjadi hampir merata di seluruh wilayah. 

Banyak faktor munculnya perilaku bullying, seperti lingkungan yang tidak seimbang, kurangnya empati, keinginan untuk menjadi kuat dan berkuasa, trauma masa lalu, kurangnya pengawasan dan pendidikan agama, serta media sosial yang begitu bebas dan tidak terkontrol. 

Sosial media memiliki pengaruh besar dalam hal ini, karena baik pelaku maupun korban, kerap memperoleh banyak rujukan untuk melakukan tindakan bullying atau membalaskan dendam melalui konten-konten yang tersebar di sosial media. 

Sistem pendidikan yang sekuler turut memperparah keadaan ini, sistem pendidikan sekuler kapitalistik saat ini hanya fokus pada perolehan materi dan mengabaikan pendidikan yang membentuk kepribadian yang sesuai dengan tuntunan agama.

Jika orientasi pendidikan ala sekuler kapitalistik hanya berkutat pada pencapaian materi, berbeda halnya dengan Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam. 

Dan untuk mencapainya, negara dalam Islam akan melakukan proses pendidikan dengan pembinaan intensif, membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai aturan Islam, serta menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam, yang menjadikan adab sebagai dasar pendidikan. 

Islam akan mengarahkan generasi yang tidak hanya fokus pada nilai materi, tapi juga nilai maknawi dan nilai ruhiyah.

Negara sebagai periayah akan diwajibkan menjalankan perannya sebagai penjamin utama pendidikan, pembina moral umat, dan pelindung generasi dari kezaliman sosial. Berbagai konten yang tidak bermanfaat dan cenderung merusak akan ditutup. 

Negara juga akan memberlakukan sanksi yang tegas bagi para pelaku bullying maupun kejahatan yang lain, dengan begitu situasi yang aman dan kondusif akan tercipta. 

Individu-individu yang lahir melalui sistem pendidikan Islam juga akan memiliki empati dan kasih sayang terhadap sesama, saling menghormati dan menjaga, hingga tak akan pernah terbetik niat untuk mem-bully maupun menyakiti. []


Oleh: Irohima
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar