Topswara.com -- Kisruh aksi demonstrasi yang terjadi akhir Agustus lalu masih menyisakan sejumlah persoalan. Diketahui, baru-baru ini polisi sudah menetapkan 959 orang sebagai tersangka dalam kerusuhan 25-31 Agustus 2025 lalu, termasuk didalamnya adalah 295 anak.
Penangkapan ini mendapat respon dari berbagai pihak, salah satunya dari Komisioner KPAI Aris Adi Leksono yang mengatakan bahwa penetapan 295 anak sebagai tersangka dalam kerusuhan tersebut tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sesuai UU Peradilan Anak.
Hal ini disebabkan banyaknya perlakuan tidak manusiawi yang anak-anak terima, hingga berupa ancaman dikeluarkan dari sekolahnya selama proses penyelidikan.
KPAI pun menerima aduan anak-anak yang dijadikan tersangka tersebut hanya ikut-ikutan terpengaruh media sosial, dan tidak sengaja tertangkap kamera, yang berujung dugaan keterlibatan pada anarkisme. (Kompas.com, 26/09/2025)
Gema perubahan yang disuarakan rakyat, khususnya kalangan Gen Z harus ditebus dengan harga mahal. Penangkapan para aktivis pemuda, mahasiswa ,bahkan anak-anak sekalipun yang disertai dengan proses investigasi yang tidak transparan menjadi bukti suara pemuda sedang tersandera.
Padahal, tuntutan perubahan yang digelorakan kalangan gen Z justru menunjukan kesadaran politik yang mulai terbangun setelah tertidur lelap dalam buaian sikap apatis dan asosial terhadap persoalan rakyat.
Harusnya, trend ini disambut dengan hangat oleh sistem dan para pemangku kebijakan. Namun, ancaman dan penangkapan yang justru harus mereka terima.
Sistem kapitalisme yang digadang-gadang menjamin kebebasan, rupanya tidak berlaku ketika kebebasan itu dipakai untuk memukul mundur kebijakan penguasa. Konsep kekuasaan ada di tangan rakyat hanya fatamorgana dalam sistem kapitalisme saat ini, karena tahun demi tahun, kebijakan yang ada justru semakin mencekik rakyat.
Kesenjangan ekonomi, tarif pajak yang naik ugal-ugalan, lapangan pekerjaan yang semakin sempit ditengah keran investasi asing dan aseng yang terus mengalir dan masih banyak kebijakan lainnya yang membuat rakyat mengelus dada.
Wajar saja rasanya, jika rakyat dari seluruh lapisan, termasuk gen Z mempertanyakan dan melakukan koreksi ditengah fakta kebijakan dzalim seperti ini. Bukankah suara ini harusnya disambut dengan ramah dan terbuka oleh para pemangku kebijakan sebagai bagian dari evaluasi yang tugas utamanya melayani rakyat.
Tetapi, perlu kita ingat bahwa kapitalisme ini lahir dari dominasi suara kalangan kapitalis yang kuat modal, maka tidak heran ketika turunan aturan dan kebijakannya akan mengedapankan kepentingan elit kapitalis diatas kepentingan rakyat.
Ketika rakyat mulai menyuarakan perubahan, maka kebebasan yang menjadi asas sistem kapitalisme tidak akan berlaku lagi. Ruang kebebasan hanya menjamin bagi mereka yang sejalan dan menguatkan eksistensi sistem ini, sedangkan bagi mereka yang bersebrangan harus siap suaranya dibungkam, bahkan dikiriminalisasi.
Inilah konsekuensi yang harus diterima selama aturan hidup kita dikendalikan oleh sistem kapitalisme. Hal ini tentu sangat berbeda dengan gambaran kehidupan dalam sistem islam.
Dalam pandangan Islam, pemuda adalah aset besar sebuah peradaban. Untuk itu, sistem Islam melindungi pemuda dari berbagai sisi, terutama penjagaan aqidah melalui pendidikan dengan menempatkan aqidah sebagai pondasi dan poros kehidupan.
Dengan basis akidah inilah, yang akan membentuk pemikiran, pemahaman dan kesadaran politik yang mengarah pada satu tujuan yakni mencari ridha Allah semata. Kesadaran politik yang dimiliki pemuda dengan daya kritis dan kekuatan pemikirannya justru menjadi mesin pendorong untuk kemajuan Negara.
Hal ini terbukti dalam sejarah panjang peradaban Islam didominasi oleh peran para pemuda yang melahirkan banyak karya yang bahkan manfaatnya masih bisa dirasakan sampai saat ini.
Ali bin abi Thalib yang selalu menjadi penasihat Khalifah sedari muda, Aisyah binti Abu Bakr yang dikena dengan kecerdasannya hingga mampu meriwayatkan 2010 hadits di usia yang masih belia, Zaid bin Tsabit yang diberi Amanah besar sebagai penulis wahyu dan berbagai perjanjian antar negara di usia 11 tahun, dan banyak sederet contoh lainnya yang menunjukkan kemajuan peradaban Islam dipegang oleh para pemuda.
Kesadaran politik Gen Z yang menginginkan perubahan merupakan pertanda bagus yang harus didukung dengan cara dan asas berpikir yang benar, supaya energi perubahan yang diusung bukan hanya perubahan parsial, melainkan perubahan yang menyeluruh menuju kebangkitan yang Allah dan RasulNya ridhai.
Dalam Islam, suara pemuda sangat berarti dan tidak akan dikriminalisasi dengan penangkapan atau ancaman untuk membungkam suara, karena Islam terbiasa dengan aktivitas koreksi sebagaimana perintah Allah untuk melakukan amar makruf nahi mungkar, terutama kepada penguasa yang menjalankan hukum syarak untuk mengurus rakyatnya. Gambaran ini hanya akan bisa terlihat ketika Islam berdiri sebagai sistem hidup.
Oleh: Sheila Nurazizah
Aktivis Muslimah
0 Komentar