Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Negara Gagal Menjamin Ketersediaan Pangan Dasar


Topswara.com -- Harga beras mengalami lonjakan signifikan dalam sebulan terakhir. Hal ini menambah kesulitan bagi masyarakat, mengingat beras merupakan makanan pokok bagi hampir semua keluarga di Indonesia. 

Pemerintah berupaya menekan gejolak ini dengan mendistribusikan beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). 

Program yang diluncurkan sejak 18/07/2025 ini ternyata kurang berhasil. Ketentuan distribusi yang rumit membuat pengiriman beras terhambat, sehingga tidak memberikan dampak yang berarti pada harga di pasar.

Ironisnya, lonjakan harga beras tidak selalu memberikan keuntungan bagi petani atau usaha penggilingan padi kecil. Sebaliknya, banyak penggilingan rakyat yang terpaksa tutup karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar. 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahkan membantah pendapat bahwa situasi ini disebabkan oleh konflik dalam sektor perberasan yang baru-baru ini terjadi. Ia menyatakan bahwa permasalahan ini telah ada sejak lama. 

Meskipun demikian, ia mengakui bahwa penutupan ribuan penggilingan kecil berdampak serius. Sekitar satu juta pekerja berisiko kehilangan pekerjaan.

Dengan demikian, fluktuasi harga beras tidak hanya memberikan tekanan pada keluarga konsumen, tetapi juga berdampak buruk pada pelaku usaha kecil di bidang pertanian. Permasalahan ini jelas memerlukan solusi yang menyeluruh yang dapat menjangkau akar permasalahannya.

Program SPHP yang diandalkan oleh pemerintah sebenarnya hanya solusi sementara. Mekanismenya adalah dengan Bulog mendistribusikan beras kepada pedagang di pasar tradisional dengan harga tertentu agar bisa dijual dengan lebih murah kepada konsumen. 

Namun, prosedur distribusinya sangat rumit, seperti pedagang dilarang membuka kemasan, diwajibkan untuk menjual dalam kemasan 5 kg, dan harus melaporkan transaksi melalui aplikasi Klik SPHP (finace.detik.com. 19/08/2025). 

Sementara itu, biasanya pola belanja di pasar tradisional adalah dalam jumlah kecil, sekitar satu atau dua liter. Akibatnya, program ini tidak memenuhi kebutuhan nyata konsumen.

Bulog seharusnya berperan dalam menjaga kestabilan pangan, tetapi sekarang justru berfungsi seperti perusahaan milik negara yang berorientasi komersial. 

Alih-alih memprioritaskan keamanan pasokan dan harga untuk masyarakat, fokus pada aspek bisnis justru lebih diutamakan. Hal ini menyebabkan negara tidak hadir untuk melindungi rakyat, melainkan ikut mencari keuntungan dari perdagangan beras.

Semua kenyataan ini menggambarkan bahwa masalah pangan sebenarnya bersifat sistemik. Kenaikan dan fluktuasi harga beras tidak dapat diatasi hanya dengan program teknis seperti SPHP. 

Alih-alih memperkuat produksi dan distribusi pangan, pemerintah justru terjebak dalam logika pasar dan keuntungan. Oleh karena itu, wajar jika intervensi yang dilakukan tidak pernah menyentuh inti masalah.

Kekacauan ini berakar dari paradigma pengelolaan yang salah. Sistem pangan dan pertanian di negara ini terlahir dari sekularisme kapitalisme yang telah mengaburkan, bahkan menghilangkan visi politik pangan. Pangan tidak lagi dikelola untuk kesejahteraan rakyat dan menjamin kedaulatan, melainkan dilepaskan dari tanggung jawab negara.

Peran negara hanya sebagai pengatur dan fasilitator, serta melayani perusahaan, bukan sebagai pengurus rakyat. Akibatnya, dari produksi hingga distribusi dan konsumsi, semua dikuasai oleh perusahaan swasta. Regulasi pun dibuat berdasarkan kepentingan mereka untuk meraih keuntungan.

Paradigma kapitalis inilah yang menyebabkan krisis yang berulang. Pangan tidak lagi dikelola untuk kesejahteraan rakyat, tetapi diserahkan pada mekanisme pasar demi profit. Akibatnya, petani, pemilik usaha kecil, dan masyarakat luas mengalami kesulitan.

Tentu saja, selama makanan dianggap sebagai barang ekonomi dalam sistem kapitalis, masyarakat akan terus terjebak dalam permainan pasar dan monopoli yang dilakukan oleh perusahaan. Ini jelas berbeda dengan ajaran Islam. 

Islam menawarkan cara pandang yang melihat makanan sebagai hak dasar bagi setiap individu, sekaligus tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Dengan prinsip ini, negara tidak hanya berfungsi mengatur, tetapi benar-benar harus memperhatikan kesejahteraan rakyat agar kebutuhan pokok mereka dapat terpenuhi dengan baik.

Islam menempatkan peran negara sebagai penanggung jawab utama atas kesejahteraan rakyat. Seorang pemimpin yang bijaksana menyadari bahwa memimpin adalah amanah besar yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. 

Oleh karena itu, dia harus memastikan bahwa semua kebutuhan dasar masyarakat, termasuk makanan, dapat dipenuhi dengan mudah, harga yang terjangkau, dan kualitas yang baik.

Dalam perspektif Islam, beras adalah kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Negara wajib memberikan jaminan akan ketersediaannya dalam jumlah yang memadai, harga yang wajar, dan akses yang mudah bagi semua kalangan masyarakat.

Praktik monopoli, penimbunan, maupun tindakan curang seperti kartel jelas dilarang dalam Islam, dan pelanggarannya akan dikenakan sanksi yang tegas.

Untuk memastikan ketersediaan pangan, pemerintah berupaya memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian melalui prinsip-prinsip syari, seperti mengolah tanah yang tidak produktif, mewajibkan pemilik lahan untuk mengelola tanah mereka, serta melarang penyewaan lahan pertanian. 

Lahan yang telah dialihfungsikan akan dikembalikan sesuai dengan tujuan awal penggunaannya. Para petani juga mendapatkan dukungan penuh yang berupa sarana produksi pertanian, termasuk benih, pupuk, pestisida, serta alat dan mesin pertanian yang disediakan dengan harga terjangkau, bahkan secara cuma-cuma. 

Penelitian di bidang pertanian juga didorong untuk menciptakan varietas dan metode budidaya yang lebih efisien.

Selain itu, pemerintah akan melaksanakan industrialisasi dalam sektor pertanian, termasuk dalam proses pengolahan padi. Teknologi penggilingan akan ditingkatkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas beras sesuai permintaan masyarakat. 

Pemilik penggilingan skala kecil akan diberikan bimbingan dan dukungan oleh pemerintah, sehingga mereka dapat bersaing secara sehat tanpa perlu takut tergeser oleh perusahaan besar.

Distribusi makanan diawasi langsung oleh pemerintah melalui kadi hisbah yang berfungsi untuk menghindari penipuan, penimbunan, dan praktik kartel. 

Selain itu, pemerintah juga dapat mendirikan lembaga pangan tertentu untuk menjaga cadangan makanan strategis, di samping tetap berperan sebagai pelayan masyarakat yang tidak terfokus pada bisnis. Dengan penerapan sistem Islam, harga beras dapat terjaga stabil tanpa perlu diatur secara paksa.

Contoh kepemimpinan Islam dalam menjamin ketersediaan pangan dapat kita lihat dari kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. 

Beliau mengambil inisiatif untuk mengangkut gandum bagi keluarga yang kurang mampu, memberikan subsidi kepada para petani, dan mengambil kembali lahan yang dibiarkan tidak terurus selama lebih dari tiga tahun untuk diserahkan kepada mereka yang mampu mengolahnya. Semua tindakan ini dilakukan demi memastikan kesejahteraan rakyat.

Pandangan inilah yang hilang dalam sistem sekuler kapitalis. Namun, dengan menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman dalam pembangunan ketahanan pangan, akan tercipta harapan untuk munculnya sistem yang adil, sejahtera, dan diridhai oleh Allah Swt. 

Oleh karena itu, menghadirkan kembali peradaban Islam tidak hanya sekadar solusi untuk mengatasi isu pangan, tetapi juga merupakan kewajiban syar’i supaya masyarakat benar-benar sejahtera di bawah hukum Allah Swt.


Oleh: Kanti Rahayu 
Aliansi Penulis Rindu Islam 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar