Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kematian Raya, Potret Buram Kesehatan di Bawah Kapitalisme


Topswara.com -- Kabar duka datang dari Sukabumi setelah video kondisi seorang balita bernama Raya beredar luas di media sosial. Bocah berusia tiga tahun itu meninggal dunia dalam keadaan mengenaskan dengan tubuh yang dipenuhi cacing gelang. 

Rekaman CT Scan yang dibagikan lembaga sosial Rumah Teduh memperlihatkan parasit itu menyerang organ dalam tubuh Raya hingga membuatnya lemah tidak berdaya.

Raya berasal dari keluarga kurang mampu. Kedua orang tuanya, Rizaludin dan Endah, hidup dalam kemiskinan. Rumah mereka sempat roboh dan hanya bisa diperbaiki berkat bantuan warga. 

Kondisi makin sulit karena salah satu orang tua mengalami gangguan kesehatan mental, membuat pengasuhan terhadap Raya tidak optimal. Setiap hari Raya bermain di Kolong rumah panggung kotor dan dipenuhi kotoran ayam. Dari sanalah infeksi menyerang tubuh mungilnya, perlahan namun pasti.

Pada 13 Juli 2025, Raya dibawa ke RS oleh Yayasan Rumah Teduh. Namun karena tidak memiliki dokumen identitas dan jaminan kesehatan, penanganan medis terhambat. Biaya pengobatan dibebankan penuh kepada keluarga dan dalam 9 hari tagihan membengkak hingga puluhan juta rupiah. 

Namun karena ketidakmampuan keluarga dana perawatan ditanggung oleh Yayasan Rumah Teduh. Kondisi Raya tak kunjung membaik sehingga ia meninggal pada 20 Juli 2025. (Berita satu 20-8-2025)

Mirisnya, respon pejabat dan pihak berwenang kasus Raya baru muncul setelah kabarnya mencuat ke publik. Tragedi Raya adalah cermin retaknya sistem perlindungan sosial yang gagal hadir saat anak paling membutuhkannya. 

Selain itu kasus Raya menjadi cermin nyata bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat terutama mereka yang miskin dan rentan akan segala hal.

Jika kita mencermati berbagai aspek seputar kasus Raya, tampak jelas bahwa kasus ini bagian dari dampak sistemis penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem yang seharusnya menjamin hak hidup dan kesehatan semua warga negara justru terperangkap dalam birokrasi yang kaku. 

Tanpa dokumen seperti Kartu Keluarga, KTP, atau BPJS, akses terhadap layanan medis menjadi nyaris mustahil bahkan dalam kondisi darurat.

Di lain sisi pola asuh Raya, sungguh mencerminkan rendahnya kualitas pengasuhan yang ternyata tidak bisa diatasi dengan sebatas memberikan hak hidup, yaitu pemberian makan dan minum. Raya berasal dari keluarga miskin sehingga jelas akses ekonomi pun rendah.

Negara sendiri tampak abai menjalankan tanggung jawabnya untuk melindungi rakyat. Anak-anak seperti Raya dibiarkan tumbuh di lingkungan yang tidak sehat, tanpa pendampingan, tanpa jaminan kesehatan, hingga akhirnya nyawanya melayang. Sebab sistem yang lebih mementingkan prosedur ketimbang keselamatan manusia. 

Kondisi ini merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan pelayanan kesehatan sebagai komoditas, bukan hak. Penerapan sistem ini pun telah merenggut banyak hak asasi maupun publik dari setiap individu masyarakat. 

Kasus Raya adalah bukti bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini belum mampu memberikan jaminan kesehatan bagi rakyat, termasuk anak-anak. Kapitalisasi kesehatan telah menyebabkan banyak sekali warga kesulitan mengakses hak sehat, padahal itu salah satu hak dasar kehidupan. 

Mekanisme layanan kesehatan yang ada pun masih sebatas formalitas yang disertai prosedur yang rumit sehingga layanan tersebut tidak bisa diakses oleh setiap orang. Dengan demikian selama sistem ini terus dipertahankan, tragedi dialami Raya akan terus berulang. 

Kesehatan merupakan hak dasar setiap manusia sekaligus tanggung jawab mutlak negara. Negara tidak hanya berperan sebagai penyelenggara layanan tetapi juga sebagai menjamin kesejahteraan rakyatnya. Khususnya mereka yang lemah, miskin, dan tidak berdaya. 

Negara seharusnya tidak membiarkan seorang pun warganya terhalang mendapatkan pengobatan hanya karena alasan administratif atau keterbatasan ekonomi, sebagaimana yang terjadi pada kasus tragis yang menimpa Raya.

Namun demikian hanya bisa terwujud dalam sistem shahih, yakni sistem Islam. Dalam Islam prinsip tanggung jawab negara terhadap rakyat sangat jelas.

Rasulullah Saw bersabda: “Imam (pemimpin/Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas urusan mereka,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa seorang pemimpin negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyatnya termasuk layanan kesehatan, tanpa memandang status sosial atau kemampuan ekonomi. Negara tidak boleh bersikap pasif apalagi menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada mekanisme pasar yang tunduk pada logika untung-rugi.

Islam juga membangun sistem sosial yang kuat berbasis ukhuwah (persaudaraan). Seorang Muslim tidak akan tinggal diam saat saudaranya dalam kesulitan.

Sabda Rasulullah: “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi seperti satu tubuh, jika satu tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya dengan tidak bisa tidur dan Demam,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, sistem negara khilafah dengan mekanisme zakat, sedekah, dan Baitul mall nya. Memastikan bahwa tidak ada satu pun warga yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan atau kesaktian tanpa pertolongan.

Sejatinya, sejarah mencatat pada masa khilafah, layanan kesehatan, disediakan secara gratis dengan kualitas terbaik dan tanpa diskriminasi. RS dibangun di berbagai wilayah ke khalifahan dan menjadi pusat pelayanan medis dan riset. 

Tidak ada pembatasan berdasarkan identitas atau kekayaan. Bahkan pasien yang telah sembuh masih diberi bantuan logistik dan biaya hidup sampai mereka benar-benar mandiri.

Inilah sistem yang berdasarkan pada akidah Islam yang menjadikan pelayanan terhadap rakyat sebagai amanah, bukan komoditas. Sangat berbeda jauh dengan sistem kapitalisme saat ini, yang menjadikan kesehatan sebagai lahan bisnis. Maka hadirnya khilafah di tengah umat bukan hanya kebutuhan, tetapi merupakan kewajiban syar’i dari Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh kita bisa memastikan tragedi seperti Raya tidak terulang kembali. 

Wallahu alam bisshawwab.


Oleh: Hamsia 
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar