Topswara.com -- Dana Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat porsi jumbo dari pos dana pendidikan nasional. Anggaran MBG periode 2026 dialokasikan mencapai Rp 335 Trilyun.
Dana tersebut diperoleh dari anggaran pendidikan yang mencapai Rp 757,8 Trilyun yakni 20 persen dari RAPBN 2026. Anggaran pendidikan akan dinaikkan sebesar 9,8 persen yaitu sebesar Rp 690 Trilyun (kbr.id, 22-8-2025). Hampir setengah dari anggaran pendidikan, disedot untuk pembiayaan program MBG.
Kebijakan Salah Arah
Program populis MBG ini dinilai kelewat batas. Masalah pendidikan yang belum tuntas tersolusikan, malah semakin diberatkan dengan masalah MBG yang terus melahirkan masalah setiap harinya. Tengok saja, masalah sampah makanan MBG, keracunan menu MBG di berbagai wilayah dan penanganan serta penyaluran MBG, semuanya masih menyisakan masalah.
Pengalihan anggaran ini tentu akan merubah arah kebijakan pendidikan dan memperburuk kualitas pendidikan nasional yang tidak pernah sepi dari masalah. Diantaranya kualitas dan kuantitas guru yang jauh dari standar ideal serta sarana prasarana fasilitas pendidikan yang masih memprihatinkan, terlebih di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan.
Apabila dana pendidikan yang ada, dialokasikan lebih dari 50 persen untuk program MBG, maka perbaikan kualitas pendidikan pasti akan semakin dipertanyakan.
Menyoal masalah ini, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyayangkan alokasi dana MBG yang berlebihan menilik masalah pendidikan tidak hanya berkutat pada makanan saja. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang, berbeda dengan konsumsi makanan yang berdampak sesaat.
Terlebih, hingga satu tahun program ini berlangsung, belum ada dampak signifikan yang positif terhadap anak didik di Indonesia. Justru yang tampak, makin merebaknya masalah keracunan massal di berbagai wilayah sebagai dampak konsumsi MBG. Mestinya program tersebut dievaluasi sebelum banyak memakan korban, baik korban keracunan maupun kerugian dana yang digelontorkan.
Sungguh, masalah mendasar dalam sektor pendidikan di Indonesia adalah tingginya anak putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan, kemiskinan ekstrim dan minimnya edukasi negara terkait urgensi pendidikan terutama pendidikan dasar bagi warganya.
Memang betul, masalah makanan anak sekolah dan setiap individu rakyat adalah sektor yang penting. Namun, alangkah bijaknya jika solusi masalah makanan ditetapkan dalam sektor sosial dan kesejahteraan rakyat serta upaya negara dalam mengentaskan kemiskinan struktural secara sistematis.
Tidak hanya berpegang pada kebijakan skeptis yang tidak berujung dan tidak solutif. Masalah jaminan makanan rakyat dapat disolusikan dengan tepat jika negara mampu menjamin lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga.
Yakni dengan membuka lebar lapangan pekerjaan melalui optimasi pengelolaan sumberdaya yang kita miliki secara mandiri dan berdaulat. Tanpa campur tangan swasta, apalagi pihak asing.
Sayangnya, hingga sekarang negara ini menyandarkan segala keputusan pada sistem yang keliru. Yakni sistem kapitalisme sekularistik. Sistem yang menjadikan kekuasaan dan jabatan sebagai ladang mencari cuan. Materi menjadi satu-satunya orientasi yang dicari.
Parahnya lagi, sistem rusak ini tidak memiliki pedoman yang jelas. Aturan agama ditinggalkan demi menggapai tujuan dan kepentingan. Halal haram tidak dipedulikan. Nilai benar salah pun dilalaikan. Wajar saja, saat kepentingan rakyat tidak lagi dianggap sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan.
Alhasil, segala bentuk kebijakan hanya sekedar pencitraan tanpa menilik keberhasilan program yang telah diterapkan. Rakyat hanya bisa menjadi penonton pasif. Sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk mengubah kenyataan yang ada.
Solusi Islam
Sistem Islam menyajikan harapan pasti. Sistem shahih ini menjadi satu-satunya sistem bijaksana yang mampu mengelola urusan rakyat dengan sandaran hukum syarak. Sistem ini juga menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan negara.
Kepemimpinan dalam Islam bukan tentang kekuasaan populis, melainkan tentang tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Rasulullah SAW. menekankan pentingnya tanggung jawab pemimpin dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya."
Dalam sejarah Islam, sistem khilafah telah terbukti menjaga pelayanan kebutuhan umat. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab misalnya, menerapkan sistem baitul mal untuk mengelola keuangan negara dan memastikan kesejahteraan rakyat.
Baitul mal digunakan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, jizyah, dan harta rampasan perang untuk kepentingan rakyat.
Sistem Islam, dalam wadah khilafah manhaj an Nubuwwah, menawarkan solusi komprehensif dan sistematis untuk berbagai masalah umat, termasuk masalah ketahanan pangan, gizi masyarakat, penyediaan dan perluasan lapangan kerja, serta kedaulatan pangan.
Khilafah akan menjamin pemenuhan gizi generasi mendatang dan menyediakan lapangan kerja yang luas bagi setiap kepala keluarga dengan mekanisme optimasi dan efisiensi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di dalam negeri secara mandiri.
Khilafah juga akan membangun kedaulatan pangan melalui Departemen Kemaslahatan Umum yang bekerja sama dengan para khubara (ahli) untuk menstabilkan kualitas dan kuantitas pangan. Serta menjamin amanahnya skema distribusi kepada umat.
Dalam sejarah Islam, Departemen Kemaslahatan Umum telah berperan penting dalam mengelola kebutuhan rakyat. Pada masa Abbasiyah, departemen ini bertanggung jawab untuk mengelola infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Departemen Kemaslahatan Umum juga menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat secara adil dan merata, mulai dari akses pangan halal yang bergizi dan berkualitas, kemudahan akses air bersih, makanan yang cukup, dan tempat tinggal yang layak.
Khilafah memiliki sumber daya keuangan yang besar dan beragam, seperti jizyah, kharaj, usyur, fa'i, ghanimah, dan hasil pengelolaan sumber daya alam. Dengan penerapan hukum syarak yang amanah, khilafah dapat menghadirkan solusi sempurna untuk menanggulangi masalah sistematis yang dihadapi umat dan melahirkan berkah melimpah bagi seluruh umat.
Sehingga pos-pos dana yang sudah ditetapkan untuk pengembangan sektor tertentu tidak akan bercampur baur dengan sektor lainnya karena setiap sektor pengurusan memiliki kebijakan, program dan target yang jelas serta ditetapkan sesuai hukum syarak.
Konsep ini mampu menjamin terselenggaranya kehidupan rakyat yang layak di setiap sisi kehidupan. Rakyat sejahtera, berkah melimpah dalam tatanan penuh amanah.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar