Topswara.com -- Setelah mendapat penolakan dan protes rakyat melalui berbagai demo, akhirnya tunjangan DPR dibatalkan. Hal ini disampaikan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta pada Minggu (31-8-2025).
Presiden menegaskan bahwa kebijakan kenaikan tunjangan DPR RI akan dibatalkan. Presiden Prabowo juga mengumumkan bahwa semua partai politik yang ada di DPR RI sepakat untuk mencabut kebijakan tunjangan anggota DPR RI dan menetapkan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. (tempo.co, 31-8-2025)
Selama ini, tunjangan untuk anggota dewan sudah sangat mencukupi. Selain gaji pokok, anggota dewan juga mendapatkan beragam tunjangan seperti tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, dan tunjangan beras yang totalnya bisa mencapai Rp55-56 juta per bulan.
Dengan tunjangan sebanyak itu, kesenjangan antara anggota dewan dengan rakyat sudah begitu lebar. Apatah lagi bila kebijakan tunjangan rumah jadi diberlakukan, maka makin lebarlah kesenjangan tersebut. Memang sudah seharusnya tunjangan berlebihan bagi anggota dewan sangat tidak diperlukan.
Justru harusnya nasib rakyatlah yang diperjuangkan. Banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan nya, tidak punya pekerjaan, apalagi penghasilan tetap.
Ketika anggota dewan tinggal di rumah sendiri dengan nyaman dengan kendaraan yang siap mengantar ke mana saja, sementara rakyatnya masih mengontrak dan berdesak-desakan naik kendaraan umum dalam cuaca panas dan gerah demi sesuap nasi.
Meski telah bekerja keras membanting tulang, bekerja dari pagi hingga ke pagi, tetapi keadaan ekonomi rakyat tak membaik jua.
Sungguh ironis bila wakil rakyat mendapat tunjangan fantastis, sedangkan rakyat bernasib miris.
Namun, seperti inilah realitas pejabat di sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, pejabat bukan sebagai pelayan rakyat, tetapi justru minta dilayani. Kekuasaan dipakai untuk memperkaya diri dan kelompoknya, sementara rakyat dibiarkan merana.
Sistem sekuler ini sudah rusak sejak dari akarnya hingga yang lahir darinya pun individu-individu yang rusak, termasuk penguasa dan pejabatnya. Sistem rusak ini berlandaskan pada materi dan memuja kebebasan. Sistem ini tak mengindahkan aturan agama sehingga prinsip halal dan haram pun tak dikenal.
Tak mengherankan bila pejabat atau penguasanya hanya mengejar keuntungan materi untuk kepentingannya sendiri. Mereka juga tak paham halal dan haram sehingga berbuat sesukanya, termasuk menyakiti atau melanggar hak rakyat. Itulah kenapa kebijakan yang menzalimi rakyat bisa dilahirkan oleh pejabat atau penguasa dalam sistem ini. Aturan Allah berani dilanggar, apalagi hak rakyat.
Jauh berbeda bila Islam diterapkan. Dengan landasan akidah Islam yang bersumber dari wahyu Allah, lahirlah manusia yang taat pada aturan-Nya. Pola sikap dan pola pikir manusia di dalam sistem Islam senantiasa terikat pada syariat-Nya.
Demikian pula dengan pejabat atau penguasanya akan menjalankan amanah kekuasaan dengan berpegangan pada aturan-Nya semata. Mereka akan bekerja dengan sepenuh hati karena menyadari bahwa itu adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tak ada kepikiran untuk mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok sendiri, tetapi bekerja demi mencari rida Allah taala.
Berkaitan dengan perwakilan rakyat, ada yang namanya majelis umat dalam sistem Islam. Mereka adalah orang-orang yang dipercayai oleh umat untuk menjadi wakil mereka dalam berbagai urusan. Mereka meneruskan aspirasi rakyat kepada penguasa.
Wakil rakyat dalam sistem Islam juga bukanlah pembuat undang-undang, melainkan berfungsi sebagai pengawasan terhadap kekuasaan. Mereka wajib mengoreksi bila kekuasaan menyimpang atau mengeluarkan kebijakan yang menzalimi rakyat.
Majelis umat ini menjaga agar kekuasaan tetap berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah. Tugas ini dijalankan dalam kerangka keimanan kepada Sang Khalik, bukan demi eksistensi ataupun materi.
Majelis umat ini merupakan bagian dari struktur negara Khilafah yang tidak digaji, melainkan mendapat tunjangan yang layak. Besaran tunjangan tersebut ditentukan oleh khalifah yang dirasa cukup untuk memungkinkan mereka menjalankan fungsinya dalam kenegaraan sebaik mungkin.
Tidak ada tunjangan berlebihan bagi wakil umat ini. Mereka cukup terjamin dengan kehadiran negara sebagai periayah urusan rakyat sebagaimana perintah syariat-Nya.
Inilah keunggulan sistem Islam yang mampu melahirkan individu, apa pun posisi dan jabatannya, yang bertakwa kepada Sang Pencipta. Satu sama lain akan saling menjaga dan tak menghindari perbuatan yang dapat menyakiti atau menzalimi orang lain.
Penerapan Islam dalam kehidupan juga menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi setiap orang tanpa melihat latar belakangnya. Mau pejabat atau rakyat, semua sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang dijalankan sesuai syariat-Nya. Pejabat dan rakyat sama-sama bertakwa sehingga hukum-hukum Allah tegak mengayomi setiap jiwa.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar