Topswara.com -- Kalau ada yang bilang “Demo itu enggak guna,” eh jangan salah. Demo alias unjuk rasa itu bagian dari cara rakyat menyuarakan isi hati dan pikirannya. Bukan sekadar teriak-teriak di jalan, tetapi wujud cinta kita sama negeri, bentuk amar makruf nahi mungkar, sekaligus tanda masih peduli kalau ada kebijakan yang zalim.
Coba bayangin, kalau rakyat diam saja, penguasa bisa makin semena-mena. Naikin harga? Oke. Nambah pajak? Jalan terus. Potong subsidi? Lancar jaya. Lah, kita yang kena imbas cuma bisa gigit jari.
Maka demo itu penting. Tetapi, iya ada tapinya, nih. Demo bukan berarti bebas seenaknya bikin rusuh. Islam itu agama yang cinta damai, enggak ngajarin umatnya bikin kerusakan.
Rasulullah Saw pernah bersabda, "Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, kalau kita demo tetapi malah bikin orang takut, merusak fasilitas umum, bakar-bakar ban, bahkan bikin macet total tanpa solusi, itu bukan gaya Islam. Itu malah nambah masalah.
Demo Anarkis sama Zalim Dua Kali
Pertama, zalim ke diri sendiri. Capek-capek teriak, tetapi pesannya nggak nyampe karena tertutup citra buruk dari kerusakan yang dibuat. Yang viral justru pembakaran dan penjarahan.
Kedua, zalim ke orang lain. Bayangin anak sekolah sampai sekolah daring seminggu. Pedagang kecil enggak bisa dagang karena jalannya ditutup. Fasilitas publik hancur, rakyat juga yang nombok buat perbaikan. Jadi, alih-alih menyampaikan aspirasi, demo anarkis justru bikin masyarakat tambah sengsara.
Islam mengajarkan bil hikmah wal mau’izhah hasanah sampaikan dengan hikmah dan nasihat yang baik. Kalau amar makruf nahi mungkar pakai cara yang merusak, ya jadinya malah makruf-nya hilang, munkarnya nambah.
Lalu, bagaimana demo yang benar? Nah, di sini menariknya. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pendiri Hizb ut-Tahrirnpunya pandangan unik soal cara menasihati penguasa. Beliau menekankan bahwa perjuangan politik dalam Islam bukan dengan kekerasan fisik, apalagi huru-hara, tetapi dengan dakwah pemikiran.
Menurut beliau, rakyat boleh bahkan wajib mengoreksi penguasa. Caranya? Dengan menyampaikan aspirasi, protes, dan kritik secara terbuka. Tetapi semua itu dilakukan tanpa kekerasan. Intinya, fokus pada menyadarkan, bukan menakut-nakuti. Syaikh Taqiyuddin menyebut ini sebagai jalan damai untuk perubahan.
Tips Demo ala Islam, non-Anarkis, tetapi Tetap Kuat
Pertama, niat lurus. Demo bukan buat gaya-gayaan atau konten TikTok. Luruskan niat untuk beramar makruf nahi mungkar, cari ridha Allah, dan memperjuangkan hak rakyat.
Kedua, bahasa damai. Poster, spanduk, orasi, semua pakai bahasa yang tajam tapi santun. Kritik keras boleh, asal nggak maki-maki kasar apalagi hina pribadi.
Ketiga, tertib dan terorganisir. Demo jangan kayak pasar malam dadakan. Ada komando, ada aturan barisan, ada koordinator. Ingat, Rasulullah Saw mengajarkan keteraturan dalam setiap urusan.
Keempat, jangan rusak fasilitas umum. Itu hak rakyat, bukan hak penguasa. Jadi jangan sampai kita merusak barang milik sendiri.
Kelima, kuat di dalil dan data. Aspirasi yang kita sampaikan harus berbobot. Bawa dalil Al-Qur’an, hadis, juga data lapangan. Supaya suara kita punya otoritas moral dan intelektual.
Keenam, fokus pada tuntutan, bukan keributan. Jangan gampang terprovokasi. Kalau ada penyusup yang sengaja bikin ricuh, jangan ikut-ikutan. Ingat, tujuan utama adalah sampaiin aspirasi, bukan bikin headline buruk di media.
Ketujuh, doa dan tawakal. Jangan lupakan senjata pamungkas. Demo boleh lantang, tapi doa lebih lantang di langit.
Kenapa Islam Dorong Perubahan Damai?
Karena Islam ingin perubahan sistem, bukan sekadar gaduh sesaat. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan, kalau umat ingin mengubah keadaan, maka lakukan dengan kesadaran politik dan pemikiran.
Edukasi umat, bangun opini, dan arahkan agar rakyat ngerti solusi Islam. Kalau umat udah sadar, perubahan besar bisa terjadi tanpa harus bakar-bakaran.
Lihat sejarah Rasulullah Saw di Makkah. Beliau menghadapi penguasa Quraisy yang zalim, tetapi tidak pernah memimpin aksi rusuh. Yang beliau lakukan adalah tabyin (penjelasan), dakwah, dan menegakkan hujjah. Sampai akhirnya, Islam menang bukan dengan ricuh, tetapi dengan strategi dakwah dan pertolongan Allah.
Bayangin kalau demo yang kita lakukan mampu menumbuhkan kesadaran umat, bikin rakyat melek bahwa solusi itu ada di syariat Islam, lalu akhirnya mendorong perubahan besar menuju sistem Islam kaffah. Setiap orang yang ikut sadar dan berubah, pahalanya ngalir ke kita juga. Itu baru namanya demo yang bernilai amal jariyah.
Jadi beb, demo bukan sekadar kerumunan massa, tetapi sarana dakwah amar makruf nahi mungkar. Tetapi jangan sampai niat baik tercoreng gara-gara aksi anarkis. Islam cinta damai, cinta ketertiban, dan menolak kerusakan.
So, kalau mau sampaikan aspirasi, sampaikanlah dengan elegan, damai, dan penuh adab. Karena sesungguhnya, mengoreksi penguasa dengan cara Islami bukan hanya bagian dari hak rakyat, tetapi juga kewajiban umat. Dan cara yang ditempuh Islam selalu lebih indah, yaitu fokus pada kebenaran, menolak kezaliman, tanpa merusak apa pun. []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar