Topswara.com -- Selamat datang di Raja Ampat! Lupakan sejenak brosur "Destinasi Wisata" yang menampilkan laguna biru nan jernih, surga snorkeling yang indah menawan. Ikan-ikan badut yang bercengkrama diantara anemon beracun dan terumbu karang, serta pulau-pulau karst yang tegak menjulang.
Mari kita hadirkan "Destinasi Evolusi" yang jauh lebih menantang : "Raja Ampat Pasca Kerusakan Tambang". Anda mungkin telah mengenal gugusan Raja Ampat sebagai serpihan surga di bumi. Pulau-pulau indah yang dulunya merawat napas spiritualitas Kesultanan Islam, sekarang bisa kita saksikan bagaimana keindahan itu bertransformasi menjadi sebidang kanvas raksasa.
Goresan warna coklat dari galian tambang nikel dan lumpur limbah dipantai, sangat kontras dengan hijaunya dedaunan dan birunya hamparan lautan. Seolah-olah sebuah maha karya lukisan abstrak yang sangat menakjubkan, apabila dilihat dari angkasa luar.
Mengapa Nikel Mengalahkan Sajak Lautan?
Konon, leluhur kita telah berbisik pada ombak, agar bisa memahami irama alam sebagai denyut nadi kehidupan. Kini, bisikan itu tenggelam oleh raungan mesin-mesin penggali gunung yang jauh lebih dahsyat dalam mengubah potensi alam menjadi profit yang menggiurkan.
Siapa yang peduli pada legenda-legenda usang tentang raja-raja bijaksana yang menjaga, keajaiban laut yang senantiasa memberikan manfaatnya? Kita hidup di era di mana nikel adalah raja sejati. Keinginan akan tersedianya baterai kendaraan listrik yang murah adalah mantra yang paling ampuh, yang mampu menggerakkan kerak bumi dan meruntuhkan hati nurani.
Ada yang meratapi hilangnya keanekaragaman hayati. Tentang ikan-ikan yang minggat dari habitat aslinya, tentang lumpur yang merangkak pelan menelan terumbu karang. Nonsense! Bukankah ini hanya seleksi alam yang dipercepat? Semuanya juga akan kiamat pada waktunya!
Mungkin nanti, jutaan tahun dari sekarang akan lahir spesies baru yang lebih tangguh, yang mampu beradaptasi dengan genangan lumpur dan sisa-sisa logam berat. Sebuah "ekosistem adaptif" baru, yang didorong oleh semangat pragmatisme dan keinginan akan kemajuan yang dipaksakan.
Invasi Pembangunan : Sebuah Mahakarya Eksploitasi
Sebagian kecil masyarakat mungkin masih mengeluh tentang "perusakan" dan "penghilangan warisan." Mari kita luruskan: ini bukan perusakan, melainkan "modifikasi lanskap" yang ambisius dari manusia-manusia rakus dan diamnya para politikus.
Pulau-pulau yang dulu terlalu "perawan" dan "tak tersentuh" kini diruda paksa oleh "peradaban material" yang kejam. Jalan berlumpur, kamp-kamp pekerja, dan cekungan tanah merah yang melembah. Ini adalah mahakarya pembangunan yang tak akan pernah bisa disamai oleh proses keindahan alami.
Lagipula, apa gunanya sebuah warisan jika hanya bisa disimpan dalam buku-buku sejarah? Nikel, saudara-saudari sekalian, adalah sejarah yang sedang ditulis ulang dengan ekskavator sebagai kuas dan bumi sebagai kanvasnya. Setiap ton yang diangkut, setiap galian yang dibuat, adalah ayat-ayat kemajuan yang kita persembahkan untuk dunia yang haus teknologi dan kemajuan.
Maka, saksikanlah Raja Ampat! Engkau bukan lagi kepingan surga yang "terkutuk" oleh kecantikan alami, melainkan simbol kemenangan ambisi manusia atas fitrah penciptaannya sebagai hamba. Sebuah monumen nyata tentang bagaimana uang dan keinginan dapat mengubah makna keindahan.
Dan setiap kali Anda mengendarai mobil listrik atau menggenggam smartphone, ingatlah! Anda memiliki bagian dari kisah epik ini. Kisah tentang bagaimana sebuah surga warisan kesultanan Islam rela dikorbankan demi kilau nikel oleh penguasa rakus dan politisi yang kejam.
Apakah anda akan diam, ataukah bergerak menyuarakan perubahan?
Wallahu A'lam bish Shawwab.
Trisyuono D.
(Aktivis Muslim)
0 Komentar