Topswara.com -- Fenomena judi online di Indonesia kian mengkhawatirkan, tak hanya terbatas pada kalangan tertentu, namun praktik ini kini menjalar luas hingga menyentuh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pejabat, kepolisian bahkan anak-anak ikut terjerat dalam praktik haram tersebut.
Dilansir Jakarta, CNBC Indonesia – Transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak- anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia. Ini merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Temuan ini diungkap oleh PPATK dalam sebuah Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.
Data kuartal I-2025, yang berhasil dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan bahwa jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.
“Angka-angka tersebut bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Mempan.go.id, Rabu (4 Juni 2025)
Fenomena maraknya judi online yang menyasar anak-anak bukanlah suatu kebetulan semata. Terdapat banyak kekhawatiran apabila dampak negatifnya semakin meluas, namun hal inilah yang justru membongkar wajah asli dari sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama, meski konsekuensinya harus merusak generasi muda.
Sistem kapitalisme dengan sifat aslinya yang rakus dan tidak mengenal batasan moral, sehingga menciptakan industri judi online yang sengaja memanfaatkan celah psikologis dengan tampilan yang tampak seperti game sehingga dapat menarik perhatian anak-anak.
Generasi yang makin rusak akibat judi online, hingga memerlukan penanganan serius dan sistematis untuk mengatasi judi online yang semakin subur di tengah-tengah masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah seperti menghapus situs-situs judi online, namun faktanya upaya tersebut belum efektif memberantasnya. Adapun apabila situs-situs tersebut telah di hapus tanpa di sertai dengan merubah perilaku masyarakat, sehingga hal itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Oleh sebab itu, perlu di lakukan upaya pencegahan melalui edukasi dan literasi secara berkelanjutan guna memahamkan mengenai bahaya dan resiko judi online.
Kehidupan sekuler kapitalisme yang menjerumuskan mereka pada perkara yang di haramkan, melegalkan aktivitas yang haram demi meraih kebahagiaan yang bersifat sementara.
Hukuman dan sanksi yang masih terbilang minim, sehingga gagal membuat jera bagi pembuat situs dan pelaku judi online, menunjukkan bahwa sistem kapitalisme bukanlah solusi hakiki untuk menyelamatkan generasi muda dari sesuatu yang dapat merusak.
Jika sistem sekuler kapitalisme yang masih di terapkan, maka mustahil untuk menghapus judi online secara tuntas. Sistem yang berlandaskan pada akal manusia sebagai penentu nilai sebuah perbuatan, bukan berdasarkan pada standar halal haram.
Sistem yang menjadikan manfaat sebagai asas perbuatan, selama ada manfaat dan keuntungan yang di raih, maka perbuatan apapun di lakukan meski tergolong perbuatan maksiat dan haram.
Sistem kapitalisme yang dapat merusak sehingga tidak layak untuk di terapkan dalam kehidupan. Oleh karenanya, di butuhkan peran orang tua dalam membentengi anak dari kerusakan moral.
Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak serta menjadi pengawas dan pembimbing yang membantu anak untuk memanfaatkan teknologi untuk tujuan positif. Keluarga yang berkarakter Islami akan melahirkan anak-anak yang kokoh aqidah nya dan terhindar dari perilaku maksiat.
Sistem Islam yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu aspek terpenting dalam hidup manusia, fokus pada proses pembentukan karakter dan kepribadian sesuai dengan ajaran Islam.
Memprioritaskan pendidikan akhlak kepada generasi, sebab akhlak yang baik adalah cerminan dari keimanan seseorang. Pendidikan yang berbasis Islam memiliki tujuan mencetak generasi berakhlak mulia, bertanggung jawab dan berjiwa pemimpin serta dapat menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam bertindak.
Islam telah menerangkan bahwa perjudian, apapun bentuknya adalah haram. Negara (khilafah) akan menutup setiap celah perjudian dan menghapus akses judi online secara tuntas. Kemudian menerapkan pendidikan Islam yang nantinya akan membentuk pola pikir dan pola sikap, agar bisa merubah perilaku negatif serta dapat mencegah individu dari berbuat maksiat.
Memberlakukan sanksi dan hukum yang sesuai dengan kadar kesalahannya, juga mampu memberi efek jera bagi setiap pelaku kriminal.
Hanya sistem Islam kafah yang akan menghentikan kemaksiatan dan keharaman yang tengah berlangsung saat ini, serta mampu melindungi generasi masyarakat secara menyeluruh dari sistem sekuler kapitalisme yang merusak.
Menerapkan syari’at Islam dengan pemimpin yang berperan sebagai pengurus, pelindung dan memastikan kehidupan rakyatnya terhindar dari tindak kriminal dan kejahatan.
Wallahu A’lam Bishawwab.
Situ Nur Hadijah
(Aktivis Muslim)
0 Komentar