Topswara.com -- Apakah anda pernah merasa lelah karena tsaqafah yang harus anda pelajari seolah antri tiada henti? Sementara tugas kehidupan terus menanti, keluarga dan mad'u juga butuh kita urusi. Pada akhirnya kita hanya belajar seadanya tanpa proses yang memadai. Bukankah dengan itu kita justru mengabaikan kualitas generasi kedepannya?
Berpikir, termasuk belajar, adalah potensi yang hanya dimiliki manusia untuk mendapatkan kesimpulan dan makna baru dari sebuah fakta. Dalam prosesnya, berfikir melibatkan 4 komponen, yaitu : fakta, indera, otak dan informasi sebelumnya.
Namun kita sering melupakan variable yang sangat penting dalam aktifitas berpikir manusia, yaitu : Iradah (kemauan) kita sebagai subjek berpikir itu sendiri.
Dalam mempelajari pengetahuan baru, termasuk juga tsaqafah, kita sering terjebak untuk belajar dengan metode : datang, duduk, dan diam, yang tentu saja membosankan. Kenyataannya metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk faham. Dalam rentang waktu itu, seringkali kejenuhan hadir lebih dahulu, kemalasan memengikuti setiap kita berangkat ngaji. Apakah memang harus selalu seperti itu?
Ada cara yang biasa dilakukan oleh guru-guru kita, agar bisa lebih mudah mempelajari hal baru, termasuk didalamnya belajar tsaqofah Islam. Namun demikian perlu kemauan dan usaha, karena hal itu ada di wilayah mukhayyar.
Pertama, motivasi yang benar
Pastikan motivasi kita mengaji adalah mengharapkan ridha dari Allah SWT. Bukan sekedar menggugurkan kewajiban, alasan maknawi apalagi sekedar motivasi kebendaan.
Untuk memperkuat motivasi, kita juga harus menemukan tujuan dari apa yang hendak kita lakukan. Tujuan dari belajar tsaqafah adalah mendapatkan ilmu dan pengetahuan, supaya kita tidak salah langkah, memahami baik-buruk, benar-salah sesuai standar syari'ah sebagai qaidah berpikir dalam kehidupan.
Motivasi dan tujuan yang benar membuat anda memiliki ketahanan untuk belajar. Bahkan ketika anda merasa malas dan mulai menunda-nunda belajar, motivasi membuat anda tetap bergerak untuk mencapai tujuan. Motivasi akan merubah kewajiban menjadi kebutuhan, meniscayakan yang nampaknya susah menjadi jauh lebih mudah.
Kedua, menjaga energi
Belajar adalah berpikir. Oleh karena itu membutuhkan kecukupan energi, baik energi fisik maupun mental. Ibarat mesin yang harus senantiasa diberi bahan bakar, kontinuitas pasokan energi meniscayakan mesin bisa tetap berputar dan menghasilkan gerak yang dibutuhkan.
Sebelum kita belajar, usahakan sudah beristirahat dengan cukup. Kualitas pengetahuan yang didapatkan ketika belajar dengan energi sisa tentu saja berbeda dengan ketika dalam kondisi prima.
Usahakan pula perasaan ringan dan gembira. Rasa berat dan terpaksa ketika belajar, bukan memberi energi dan memperlancar proses belajar, tapi justru menambah resistensi kita terhadap tsaqafah yang sedang kita pelajari.
Ketiga, fokus
Sisihkan waktu dan tempat khusus untuk belajar tanpa mendapatkan gangguan. Fokus dalam belajar sangat membantu otak dalam memproses informasi serta menghasilkan kesimpulan.
Jauhkan handphone, televisi, maupun orang yang tidak berkepentingan dalam proses belajar kita meskipun hanya dua jam. Hal ini akan meningkatkan kecepatan anda dalam belajar, mengingat, serta menghubungkan apa yang anda pelajari dengan fakta yang ada dalam kehidupan.
Keempat, mengamalkan
Kita memang tidak dituntut untuk mengaplikasikan ilmu langsung dengan 100 persen sempurna. Tetapi mengamalkan langsung apa yang kita pelajari akan meningkatkan kefahaman kita secara signifikan. Menunda mengamalkan akan membuat kita kehilangan salah satu momen penting dalam belajar.
Dengan mengamalkan dan membiasakan diri memenuhi kebutuhan hidup dengan ilmu yang telah kita pelajari, akan membentuk qaidah bersikap dan bertindak yang secara otomatis akan muncul kapanpun dibutuhkan. Meskipun sedikit demi sedikit, namun mengamalkan ilmu akan memudahkan kita memahaminya.
Kelima, menyampaikan
Dengan menyampaikan kembali, otak kita akan membenarkan dan mengingat kembali apa yang sudah kita pelajari. Semakin sering kita menyampaikan, semakin mudah tsaqafah yang sudah kita pelajari tersebut untuk mendarah-daging.
Dakwahkan apa yang telah kita pelajari meskipun mulai dari keluarga kita sendiri. Apabila kita tidak pernah menyampaikan, ilmu yang kita pelajari berikutnya hanya akan menumpuk di ingatan. Akibatnya antrian ilmu pekan depan hanya menjadi material yang berserakan karena tidak kita pergunakan dan di tata sebagai bangunan pemikiran.
Jadi, ilmu itu dipelajari untuk diamalkan. Tsaqafah yang kita pelajari memiliki tujuan tertentu dalam kehidupan. Berpikir serius tentu meniscayakan kita untuk fokus dalam mempelajarinya. Dengan menyampaikan kembali apa yang sudah kita pelajari, akan memudahkan kita untuk menerima tsaqafah lain dimasa depan.
Wallahu A'lam bish-Shawwab.
Trisyuono D.
(Aktivis Muslim)
0 Komentar