Topswara.com -- Merespons menurunnya minat siswa untuk belajar sains, Trainer Kepemimpinan Transformasional Karebet Widjajakusuma, mengatakan, sains harus diposisikan sebagai problem solving.
"Sains harus kita posisikan sebagai problem solving. Kita ibadah, butuh sains, wudhu pakai air, bagaimana membuat air yang bersih, bukan hanya bersih suci, muncul teknologi sains, lantai kotor butuh alat, ini sains," ujarnya di kanal YouTube Guru Muslim Inspiratif, Menurunnya Minat Murid ke Jurusan Sains: Salah Sistem atau Salah Didik?, Sabtu (10/5/2025).
Ia mengatakan, anak-anak tidak mau masuk sains karena merasa sulit, padahal yang mereka gunakan hari ini (baju), makan semuanya produk sains. Dari mana makanan mereka, dari mana HP mereka? Kalau mereka menghindari sains, maka apa yang terjadi? Mereka akan punya sikap ketergantungan pada produk lain karena dia tidak bisa membuat sendiri.
"HP dari luar, baju dari luar, makan dari luar, impor, artinya nanti pada suatu titik tertentu kita betul-betul akan mengalami ketergantungan yang luar biasa terhadap produk-produk sains dari luar," sedihnya.
Padahal ketika Islam dari masa Rasul sampai dengan Utsmani runtuh, bagaimana kejayaan Islam manaungi 2/3 dunia itu semua hasil dari sains. Sejak masa Rasul sampai runtuhnya Utsmani, Muslim diajari bahwa sains adalah sesuatu yang dekat dengan kehidupan, anak-anak yang menghindari sains atau peminatnya turun, ada persoalan.
"Rasulullah di gua hira melakukan tahannuts, tahannuts mendekatkan diri kepada Allah, kedua berpikir tentang umatnya, dan itu dilakukan sebelum umur 40 tahun, yang luar biasa itu jarak antara Makkah dengan naiknya ke Gua Hir 650 meter, bisa nggak dibayangkan itu yang mengantarkan makanannya Bunda Khadijah, Rasulullah mencontohkan menjadi keluarga pejuang, pertanyaanya, terkait dengan sains, apa yang beliau lihat di masyarakat itu, saya coba menganalisanya dengan Analisa SWOT, dapat itu, mengapa Rasulullah menolak tawaran harta, tahta, wanita, karena memang tidak bisa diapa-apain sudah posisi weakness dan traits, hasilnya damage control, tidak bisa tambal sulam harus ganti sistem jahiliah dengan sistem yang kaffah, itu contoh Rasul," urainya
Kemudian, ia mencontohkan, "Di sekolah saya, kita lakukan pelatihan team building, dengan tema tim management, permainannya adalah mendirikan tiang bendera dari rotan banyak tujuannya, membunuh kesombongan anak, SMP itu dibatasi cuma 3 meter, tetpi kalau SMA itu 5 meter, hasilnya 5 jam, apa hikmahnya kita hubungkan dengan sains, anak itu kenapa 5 jam karena mereka satu ada kesombongannya, kedua, tidak mau baca, baca yang benar, amati. Akhirnya anak itu ketemu oh terrnyata harus pakai hukum fisika, fisika sains, nak kalau kalian tidak terapkan hukum fisika enggak bisa itu berdiri, maksud bapak apa? Coba pikirkan bagaimana mendirikannya, barulah diketahui ternyata harus pakai sumbut segitiga yang sama atas bawah, baru bisa berdiri, setelah itu apa komentarnya, oh iya ya sains itu gampang, sains itu ternyata memang harus dipakai, dikiranya susah ternyata mudah, malah asyik," terangnya.
"Anak-anakku dimanapun berada, kalian adalah generasi penerus bangsa, umat, dan generasi penerus itu sudah saatnya untuk berpikir ke depan jauh ke depan, dia harus menjadi penerus, kita adalah DNA penjuang, kita punya DNA pemimpin Rasul, Rasul kita itu pemimpin, pejuang, teknokrat, teladan di semua bidang kehidupan, dan itu tidak bisa tidak ditopang dengan sains, sains yang kita pelajari ada posisi pada fardhu kifayah, fardhu maka anak-anakku sekalian mau tidak mau harus menumbuhkan kesadaran untuk mengkaji sains," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar