Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Program Pendidikan ala Kapitalis, Akankah Berbuah Manis?

Topswara.com -- Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Presiden Prabowo menyoroti sejumlah masalah dalam dunia pendidikan, seperti bangunan gedung tak layak, kurangnya toilet untuk anak-anak, hingga minimnya gaji guru. 

Sebagai upaya menyelesaikan masalah tersebut Presiden Prabowo meluncurkan program pembangunan/renovasi gedung sekolah dan pemberian bantuan untuk para guru termasuk honorer. 

Hal ini dibenarkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti. Ia mengatakan pada tahun ini Prabowo menargetkan merenovasi bangunan sekolah sebanyak 10.440. Adapun anggaran yang dibutuhkan adalah Rp16,9 triliun. 

Bantuan dana ini akan langsung dikirim ke sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Selain program peningkatan tata kelola sekolah, pemerintah pun akan meresmikan bantuan lainnya untuk para guru, seperti: bantuan bagi guru honorer sebesar Rp300.000 setiap bulannya, juga bantuan dana pendidikan Rp3 juta per semester untuk 12 ribu guru yang belum merampungkan studi jenjang sarjana (S1). Semua bantuan tersebut akan ditransfer kepada para guru secara langsung. (Tempo,co, 2/5/2025)

Kapitalisme Meniscayakan Polemik Dunia Pendidikan 

Tak bisa dimungkiri, selama ini realitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memang menemui banyak masalah, baik dari sisi sarana maupun prasarana. Banyak bangunan sekolah rusak dan tidak layak, gaji guru minim terlebih bagi guru honorer, dan lainnya yang semuanya membutuhkan perhatian dari pemerintah. 

Karena itu, adanya program pemerintah untuk memperbaiki dunia pendidikan ini tentu merupakan angin segar. Namun benarkah program tersebut akan menyelesaikan masalah yang membelenggu dunia pendidikan sampai tuntas?

Rasanya skeptis program yang digulirkan pemerintah dapat membuat dunia pendidikan berubah ke arah yang lebih baik. Mengingat berbagai kebijakan serupa juga sempat dicetuskan di era rezim sebelumnya, namun nyatanya belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan. 

Hingga kini angka putus sekolah masih tinggi, gedung sekolah banyak yang rusak, dan kesejahteraan guru jauh dari kata layak karena minimnya gaji yang diterima. Sementara tanggung jawab mendidik generasi demikian besar terlebih di tengah serangan budaya Barat yang menyebabkan dekadensi moral kian mengkhawatirkan. 

Pergaulan bebas, tawuran, geng motor, begal, narkoba, judol dan pinjol adalah beberapa contoh yang hari ini banyak dilakukan. 

Problem utama dunia pendidikan hingga melahirkan bermacam-macam masalah sejatinya berpangkal pada penerapan sistem kapitalisme sekuler, yakni sistem yang menihilkan peran agama dari kehidupan, termasuk pendidikan. 

Orientasi pendidikan dalam sistem kapitalisme bukan mencetak generasi cemerlang atau menjadi agen perubahan melainkan mencetak generasi cepat kerja yang bisa menguntungkan para kapital. 

Alhasil, fungsi pendidikan menjadi kerdil, sekolah tidak dipandang sebagai sarana mencetak generasi berkualitas, tetapi menyiapkan murid-muridnya yang nantinya sebagai faktor produksi dan buruh industri. 

Kapitalisme juga telah membuat para guru terjerat kemiskinan. Tenaga guru diperah habis-habisan, sementara jasanya dibalas serendah-rendahnya. Di sisi lain mereka dihadapkan pada kerasnya kehidupan. 

Sehingga para guru harus mencari pekerjaan lain untuk menyambung hidup, bahkan tak jarang para guru juga terlibat pinjol dan terlilit utang. Akhirnya berimbas pada kualitas belajar mengajar. 

Sementara negara abai dalam hal ini. Sebab kapitalisme meniscayakan negara hanya sebatas regulator. Sehingga perannya hanya sedikit, karena seluruh urusan diserahkan kepada swasta dengan adanya kapitalisasi pendidikan. 

Kapitalisasi pendidikan menyebabkan negara berlepas tangan dari penyelenggaraan pendidikan dan mencukupkan pada apa yang sudah disediakan pihak swasta. Sehingga sarana prasarana yang disediakan pun jauh dari harapan apalagi nyaman untuk proses belajar mengajar. 

Ditambah lagi praktik pungli atau penyimpangan dana bos, uang pangkal, biaya les, study tour, dan biaya perpisahan menjadi beban tersendiri bagi siswa dan orang tua yang minim secara ekonomi. 

Di samping itu, tingginya korupsi di dunia pendidikan makin memperparah kualitas pendidikan yang diharapkan mampu mewujudkan output siswa yang berkualitas dan berakhlak mulia. 

Akhirnya problem pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan tidak pernah usai. Karena itu, selama negara masih berkiblat pada sistem kapitalisme sekuler, mustahil permasalahan di dunia pendidikan akan selesai. 

Jaminan Pendidikan dalam Islam

Islam memandang pendidikan sebagai salah satu bidang strategis yang akan berpengaruh pada kekayaan bangsa dan negara. Karena itu, pendidikan ditetapkan sebagai layanan publik dan hak setiap individu rakyat yang wajib dipenuhi negara secara cuma-cuma dan berkualitas terbaik.

Sejarah mencatat, pada masa kejayaan Islam, output pendidikan membawa kecemerlangan yang luar biasa. Baik bagi para siswa maupun peradaban. Ini ditandai dengan tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan Islam, perpustakaan, majelis ilmu pengetahuan, serta lahirnya ulama-ulama besar dan ilmuwan muslim. Literasi warga negara Islam kala itu pun lebih tinggi daripada Eropa. 

Bahkan kemajuan pendidikan peradaban Islam ini menjadi rujukan negara-negara Barat dan peradaban lainnya. Hal ini diungkapkan oleh tim Wallace Murphy (WM) dalam bukunya 'What Islam Did for Us' yang mengupas bagaimana Barat berhutang pada Islam dalam pendidikan dan sains. 

Semua itu terjadi bukan karena kebetulan. Namun karena Islam memiliki mekanisme terbaik dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan, seperti: 

Pertama, Islam mewajibkan negara menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam ketika diterapkan akan mampu menyediakan sarana dan prasarana pendidikan terbaik termasuk memberikan kesejahteraan dan penghargaan besar terhadap para guru atau pendidik. 

Ini karena sistem ekonomi Islam meniscayakan negara memiliki sumber anggaran yang banyak, tetap, dan beragam baik dari pos kepemilikan umum seperti seluruh SDA, maupun dari jizyah, fa'i, kharaj, ghanimah, zakat, dan lainnya. 

Dengan sumber pemasukan negara yang banyak tersebut, tentu negara akan memiliki dana besar untuk membiayai seluruh yang terkait dalam proses pendidikan secara merata. 

Baik berupa gedung-gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, asrama; dan lainnya. Sehingga tidak perlu melibatkan swasta, apalagi menggunakan skema utang untuk membiayainya. 

Kedua, Islam mewajibkan negara menyediakan tenaga pengajar yang ahli baik secara ilmu agama, sains, maupun teknologi. Negara pun wajib memberikan gaji yang layak baginya. Sehingga para guru tersebut fokus mengajar murid-muridnya karena kesejahteraan mereka terjamin.

Ketiga, Islam mewajibkan negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Ini semata-mata agar dapat membentuk generasi bersyaksiah (berkepribadian) Islam. Sehingga setiap siswa yang lulus sekolah dapat menjadi generasi berkualitas yang ilmunya bermanfaat bagi dirinya dan umat. 

Keempat, Islam memosisikan negara/penguasa sebagai raa’in (pengurus). Rasulullah Saw. bersabda: “Imam adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).

Demikianlah jaminan sistem Islam terhadap urusan pendidikan rakyatnya. Perlu diingat ketika Islam diterapkan bukan hanya pendidikan yang dipenuhi negara, namun juga kesehatan, keamanan, kebutuhan pokok, dan lain sebagainya. 

Wallahu a'lam bi shawwab.


Oleh: Reni Rosmawati
Pegiat Literasi Islam Kaffah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar