Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pakistan: Antara Idealitas Islam dan Realitas Politik Global

Topswara.com -- Pakistan, sebuah negara yang didirikan atas dasar identitas Muslim dengan persentase umat Islam mendekati 100 persen, sejatinya adalah cerminan dari sebuah idealitas yang terperangkap dalam jaring realitas geopolitik yang kejam. 

Alih-alih menjadi mercusuar persatuan umat Islam, negeri ini justru terus menerus diguncang konflik internal dan eksternal, mempertanyakan fundamental pendiriannya sendiri.

Konflik dengan India, yang berakar pada pembagian wilayah oleh Inggris di Lembah Indus, adalah luka yang terus menganga. Garis perbatasan yang ditarik secara artifisial tidak hanya membelah suku dan keluarga, tetapi juga memicu ketegangan bahkan genosida. 

Konflik perebutan air sungai Indus, misalnya, telah menjadi salah satu sumber ketegangan utama, mengingat 90 persen  air minum India berasal dari cekungan Indus, sementara Pakistan sangat bergantung pada sungai yang sama untuk pertaniannya. 

Paskitan adalah negeri yang sangat kering, disisi lain juga rawan banjir. Oleh karenanya perebutan penguasan air ini bukan sekadar perseteruan teritorial, melainkan perjuangan eksistensial yang mengancam ketahanan pangan dan sosial.

Namun, persoalan Pakistan jauh melampaui konflik bilateral. Keberadaan segitiga geopolitik China-India-Pakistan adalah panggung di mana kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika memainkan bidak catur strategis mereka disana. 

Pakistan, dengan posisinya yang strategis di persimpangan Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah, menjadi alat tawar-menawar dalam perebutan pengaruh global. Kepentingan asing seringkali lebih diutamakan oleh penguasanya daripada kesejahteraan rakyat Pakistan sendiri. Hal ini menjadikan Pakistan sebagai korban dari permainan geopolitik yang tak berkesudahan.

Di tengah kompleksitas eksternal ini, kepemimpinan internal Pakistan justru menunjukkan kerapuhan Ideologis yang memprihatinkan. Sejarah Pakistan diwarnai oleh instabilitas politik, kudeta militer, dan pemerintahan yang seringkali tidak kompeten dan tidak mewakili aspirasi rakyat yang sebagian besarnya adalah umat Islam. 

Selama lebih dari 70 tahun kemerdekaan, Pakistan telah mengalami empat kali kudeta militer dan banyak pergantian perdana menteri, menunjukkan lemahnya fondasi pemerintahan dan tata kelola negara yang buruk disana. 

Ketidakmampuan para pemimpin untuk fokus pada pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sosial telah mengakibatkan jutaan rakyat Pakistan terjerumus dalam kemiskinan dan ketidakpastian.

Analisa Konflik India - Pakistan yang terjadi belakangan ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kondisi yang sudah disebutkan di atas. Secara geopolitik, segitiga China-India-Pakistan sebenarnya selalu dipelihara rivalitasnya untuk kepentingan penguasa dunia, yaitu Amerika. 

Meskipun saat ini Pakistan menggunakan alutsista made in China, namun loyalitas penguasanya sebenarnya tetap kepada Amerika. Loyalitas itu didemonstrasikan secara vulgar meskipun berdampak pada kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya. 

Bisa kita bayangkan apabila India menghentikan pasokan air ke Pakistan secara total, rakyat Pakistan tentu sangat menderita. Demi menjalankan agenda Amerika untuk menekan India dan China, penguasa Pakistan mampu mengorbankan resiko kepentingan rakyatnya yang hampir seluruhnya adalah umat Islam.

Disisi lain, jutaan Muslim di India menghadapi kerentanan genosida dan kebijakan yang diskriminatif dan berpotensi mencabut kewarganegaraan jutaan Muslim. Para penguasa Pakistan seolah abai dan tidak menunjukkan kepedulian yang berarti apabila konflik ini terus terjadi.

Keengganan atau ketidakmampuan penguasa Pakistan untuk menjadi representasi bagi rakyatnya adalah pukulan telak bagi idealitas pendiriannya sebagai benteng umat di kawasan tersebut. Artinya Pakistan tidak memiliki daya tawar yang signifikan meskipun memiliki senjata pemusnah massal, selain menjalankan agenda penguasa global. 

Maka, sudah saatnya rakyat Pakistan merenungkan kembali esensi keberadaannya. Mereka harus menyadari dan memperjuangkan kepemimpinan yang visioner, kompeten, dan berpihak penuh pada Islam serta kepentingan umat Islam baik di Pakistan maupun di seluruh dunia. 

Kepemimpinan ini harus mampu membersihkan diri dari cengkeraman kepentingan asing, membangun sistem yang kokoh berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kemakmuran, serta menjadi pelindung sejati bagi seluruh umat Islam yang teraniaya di seluruh dunia. 

Tanpa perubahan fundamental ini, Pakistan akan terus terombang-ambing di antara idealitas dan realitas yang memilukan, jauh dari amanah yang diembannya sebagai salah satu negeri Muslim yang memiliki kekuatan militer dan kecanggihan persenjataannya. 

Wallaahu A'lam Bish Shawwab.


Trisyuono D. 
(Aktivis Muslim)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar