Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsekuensi Syahadat

Topswara.com -- Syahadat adalah ikrar, pengakuan 100 persen yakin bahwa Allah SWT adalah Rabb alam semesta ini. Tidak ada illah selain-Nya. Seberapa yakinkah Allah itu Tuhan kita?

Bagaimana kita harus yakin bahwa Allah itu Tuhan kita? Marilah bangun kecerdasan akal yang benar dengan keimanan berpikir.

Iman

Iman tidak perlu adanya pengakuan, cukup kita sendiri yang mengukur iman itu, bahkan iman bukan sekedar seremoni dari sebuah penampakan. Tetapi iman harus ada konsekuensi dari sebuah pernyataan iman. 

Penampakannya bisa dilihat lekat tidaknya dalam setiap perbuatan. Di mana ia akan tampak dari konsekuensi syahadat yang terucap. Dengan sinyal bisa membuang segala rintang yang bakal jadi tandingan.

Bersyahadat, berarti berjanji, berikrar, bersumpah, atau bahkan lebih dari itu. Sebab, kita ini berikrarnya kepada Maha dari segala Maha diraja. Sambil bayangkan kita ini berhadapan dengan fakta ciptaan-Nya, yang betapa besar, betapa luas, betapa banyak tak terhitung jumlah dan nikmat ciptaan-Nya. 

Dan ternyata kita, manusia ini, sangat kecil dibandingkannya, bahkan lemah tak berdaya akan kehendak dan ketetapan-Nya. Ini bukti. Contoh bisakah kita menolak datangnya sakit? Datangnya kematian? Dll. Klir ya?

Kemudian, kita harus memahami dengan kesungguhan hati arti janji itu, janji adalah hutang, berarti harus ditepati. Di bayar. Kandungan janji ini mengakui bahwa Allah sebagai Sang Pencipta dengan menghadirkan konsekuensi ketundukan menjalankan ketaatan Semua yang diperintahkan-Nya. Semua aturan yang diturunkan-Nya.

Sedangkan mobil saja, pasti ada aturan, cara atau panduan penggunaannya dari pabrik pembuat mobil, nah ini kita yang bukan buatan pabrik manusia. Pasti lebih pasti lagi aturannya, dan enggak salah.

Oleh karena itu jangan pernah lagi mengadakan tandingan-tandingan-Nya. Allah SWT berfirman:

ÙˆَÙ…ِÙ†َ النَّاسِ Ù…َÙ†ْ ÙŠَتَّØ®ِذُ Ù…ِÙ†ْ دُونِ اللَّÙ‡ِ Ø£َÙ†ْدَادًا ÙŠُØ­ِبُّونَÙ‡ُÙ…ْ ÙƒَØ­ُبِّ اللَّÙ‡ِ ۖ Ùˆَالَّذِينَ آمَÙ†ُوا Ø£َØ´َدُّ Ø­ُبًّا Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ۗ ÙˆَÙ„َÙˆْ ÙŠَرَÙ‰ الَّذِينَ ظَÙ„َÙ…ُوا Ø¥ِذْ ÙŠَرَÙˆْÙ†َ الْعَذَابَ Ø£َÙ†َّ الْÙ‚ُÙˆَّØ©َ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ جَÙ…ِيعًا ÙˆَØ£َÙ†َّ اللَّÙ‡َ Ø´َدِيدُ الْعَذَابِ

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). ( Q.S. Al-Baqarah : 165)

Ini adalah perintah Allah kepada kita. Beserta aturan dan sangsi dari konsekuensi dari iman tadi. Untuk apa, agar keyakinan kita tidak goyah dalam mengakui Allah itu satu-satunya illah yang berhak di sembah. 

Maha benar Allah atas segala firman-Nya. Yang mana ayat ini menjadi aturan untuk menjaga kita supaya tidak menyekutukannya/syirik kepada-Nya. Karena syirik adalah dosa besar, pembuat seseorang itu menempati kavling selama- lamanya tinggal di kerak neraka jahanam. Ia tidak akan bisa keluar darinya dan tidak akan pernah mencium baunya surga.

Tetapi makna syirik bukanlah sekedar menyembah pohon/berhala saja atau kuburan, atau makhluk lainnya. Termasuk percaya ramalan bintang, apalagi percaya kepada dukun. Wong dukunnya sendiri tak percaya diri! Masih meminta yang lain untuk membantu pekerjaannya. Ada juga syirik-syirik kecil, riya’ dan teman-temannya, “itu karena aku loh” contoh kecilnya. 

Termasuk tandingan-tandingan yang lain. Seperti merasa yakin, lebih berkompeten membuat hukum aturan selain dari pada Allah. 

Lalu kembali kepada ikrar di atas iman. Yakin bahwa Allah Sang Pencipta dan Allah Maha Mengetahui aturan apa yang benar dan adil untuk kehidupan manusia. Bukankah kita sering mengrindra fakta ketidak adilan atas aturan UU buatan manusia? 

Misal dari fakta ketok palu hukum buatan manusia itu bertepuk sebelah tangan bukan?, tumpul ke atas
tajam ke bawah bukan? Dan hukum berlaku hanya untuk orang bawah bukan? Kemudian bagaimana cara menghadapinya? Saat ini yang bisa kita lakukan adalah ketaatan pribadi. Dan berada dalam jamaah yang shalih pula shahih untuk mengontrol kesetabilan iman kita.


Demikianlah adanya. Maka kata lain kenali lebih dalam, pembiusan syirik yaitu ketika kita dipaksa untuk tunduk kepada aturan atau seperangkat hukum bukan dari Allah SWT, maka bertanyalah kepada iman, luruskah syahadatnya? Inilah biusan syirik, kita harus wara, sebab konsekuensinya bakal fatal. Maka inilah pentinglah berilmu itu.  

Lalu untuk apakah sesungguhnya ketundukan kita itu? Bukan untuk Allah. Tetapi untuk kehidupan kita yang abadan. Tinggal kita sadar enggak, mau enggak?

So, penting! urgent! Kenali Allah, agar kita tidak lagi meragukan-Nya, tidak lagi meragukan hukum-hukum-Nya. Bahagia dengan suka cita menjalankannya karena kita telah membangunnya dari fondasi akar iman yang kokoh. Karena ini akan menuntun kebahagiaan hidup hakiki pun abadi. Sampai kelak.

Di sinilah pentingnya meluruskan keimanan, ditengah-tengah kerusakan multidimensi saat ini. Terbayang enaknya jika hadir seorang pemimpin yang memberi contoh, peduli, mengawasi sampai mau mengajak terjaganya iman di dada tiap muslim, bersama-sama menjalankan seluruh aturan-Nya. Bagaimana jika tidak? Satu-satunya jalan ya melakukan ketaatan pribadi dan lingkungan.

Karena seperti itulah yang dicontohkan Baginda Nabi, ketika pertama kali berdakwah di Mekkah, mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah. Bukan membenahi atau mengajarkan dari sisi Akhlaq saja. karena di tengah kafir Quraisy akhlaq beliau tidak ada yang diragukan lagi. Tetapi justru ketika beliau menyeru tauhid, permusuhan itu baru dimulai.

Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah 
La Ilaha Illallah bukankah ini semua tujuan terminal akhir, dambaan tiap muslim? Meninggal dan kembali di atas kalimatullah la ilaha illallah. Dan ini Allah janjikan surga balasannya. 

Mari benahi kedudukan kita dibarengi dengan ilmu yang dalam sampai ke tingkat perbuatan yang mutajasam. Muhammadan Rasulullah. Semoga kita dimudahkan menjalankan ikrar sebagai konsekuensi dari bersyahadat. Aamiin 


Titin Hanggasari 
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar