Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bencana Tahunan yang Tidak Kunjung Selesai

Topswara.com -- Banjir lagi, banjir lagi, kondisi Sayung Demak ketika banjir rob sudah seperti lautan. Karena dari letak geografis Sayung Demak berada di pesisir pantai, tentu saja banjir yang dihasilkan karena air laut yang pasang. Yang lebih parah setiap tahun kondisi tanah mengalami penurunan. Lalu apa solusinya?

Dilansir dari Kompas.com (26/5/2025) Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana, Fikri Abdurachman mengatakan, penanganan rob dan banjir di Sayung, Demak, Jawa Tengah dengan melakukan normalisasi sungai sudah pernah dilakukan. Namun belum sampai lima tahun ternyata sedimen di sungai telah penuh kembali hingga memicu terjadinya banjir rob di wilayah itu.

Kemudian, dilansir dari antarajateng.com (26/5/2025) Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengatakan, salah satu upaya dalam penanganan banjir dan rob di Demak dan Kota Semarang berupa jalan tol yang akan difungsikan juga sebagai "Giant sea wall". Anggaran dari pemerintah pusat, kata dia, senilai Rp10,9 triliun sudah ada dan tinggal dieksekusi, serta akan dibangun kolam retensi.

Sebenarnya jika dicermati solusi yang ditawarkan pemerintah bukanlah solusi hakiki. Seperti, normalisasi sungai. Karena sungai meluap hanya dampak kerusakan lingkungan, yang disebabkan banjir.

Kemudian, pembuatan kolam retensi. Sebab, hanya jadi sarana memindahan air sementara saja, dan jika debit air makin besar yang ada makin banyak, otomatis kolam retensinya tidak ada gunanya juga.

Selanjutnya, giant sea wall. Karena setiap tahun air laut mengalami kenaikan, permukaan tanah makin menurun, yang ada justru menyimpan bahaya, sebuah banjir besar jika tanggul jebol.

Banjir rob ini merupakan problematika sistemis, tidak bisa diselesaikan hanya melihat permukaan saja. Pemerintah tahu bahwa setiap tahun kondisi tanah mengalami penurunan, mengapa solusi yang ditawarkan parsial saja? 

Seharusnya pesisir pantai tidak layak untuk dihuni, ataupun dijadikan tempat industri seperti pembuatan pabrik, pendirian perusahaan, terminal, serta aktivitas pendidikan seperti adanya kampus besar, rumah sakit. 

Adanya banjir rob sangat mengganggu aktivitas manusia seperti pendidikan, bahkan banjir ini sampai masuk ke rumah sakit, yang mana notabene tempat untuk merawat orang sakit, tidak luput dari bencana banjir tahunan. 

Kemudian, aktivitas industri, karena Demak merupakan wilayah Pantura, yang mana dijadikan akses hilir mudik pengangkut barang, dengan adanya banjir sangat mengganggu pengiriman barang.

Salah satu sebab banjir rob menahun adalah tata kelola yang buruk, kemudian kerusakan lingkungan seperti pengeboran, reklamasi, dan lainnya sehingga permukaan tanah menjadi turun. 

Lalu bagaimana solusinya? Yakni perbaikan tatakelola pembangunan perkotaan. Namun, penduduk yang padat harus direlokasi ke tempat yang aman, bisa relokasi ke daerah yang minim penduduk (seperti transmigrasi). 

Tetapi juga wajib dibarengi dengan pemerataan pembangunan infrastruktur dan pusat ekonomi dan lain-lain di semua tempat (lokasi transmigrasi dan juga kota lain) supaya rakyat betah di tempat transmigran.

Tetapi masalahnya, apakah itu bisa dilakukan pemerintah dalam sistem sekarang? Tentu saja tidak, karena pemerintah sekarang menganut sistem kapitalisme yang mana lebih mengedepankan keuntungan dibandingkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga solusi untuk banjir rob menahun ini hanyalah solusi parsial.

Jika menginginkan solusi tuntas hanya didapat di dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sekadar agama, namun seperangkat aturan hidup. Yang mana Islam memberikan solusi atas problem banjir rob menahun ini. 

Khalifah yakni pemimpin dalam Islam akan menjalankan hukum syarak secara kaffah, sehingga tidak ada rakyat yang merasa terzalimi. Oleh karena itu setiap kebijakan diambil bukan mengedepankan keuntungan semata, namun untuk meraih ridha Allah. 

Dilansir dari muslimahnews.com khilafah akan melakukan mitigasi bencana banjir sebelum dan sesudah terjadi bencana. Untuk mencegah banjir, Khilafah akan menjalankan politik pembangunan dan tata kota yang memperhatikan pelestarian lingkungan. 

Daerah resapan air akan dijaga dan dilindungi sehingga fungsinya terjaga secara optimal. Khilafah akan melarang penggunaan daerah resapan air untuk permukiman, tempat wisata, maupun yang lainnya. Alih fungsi hutan akan dilakukan dengan cara saksama berdasarkan perhitungan para ahli sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Jika terjadi sedimentasi sungai, negara akan melakukan pengerukan. Jika banyak eceng gondok maupun sampah yang menyumbat saluran, akan dibersihkan. Daerah yang gundul akan ditanami kembali dengan pepohonan yang akarnya efektif menahan air.

Negara akan mengedukasi masyarakat untuk turut bertanggung jawab terhadap lingkungan, misalnya dengan tidak membuang sampah di sungai dan saluran air. Hal yang sama akan dilakukan pada perusahaan-perusahaan. Jika ada yang melanggar, sanksi tegas dan menjerakan akan diterapkan.

Negara akan menjaga daerah sempadan sungai agar tidak digunakan untuk permukiman, perdagangan, pabrik, maupun aktivitas lainnya. Praktik ini disebut hima (proteksi). Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada hima kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR Abu Dawud). 

Ibnu Umar ra. berkata, “Rasulullah saw. telah memproteksi (daerah) An-Naqi’, yaitu suatu tempat yang sudah dikenal di Madinah, khusus untuk unta-unta kaum muslim.” (Abu ‘Ubaid, Al-Amwal).

Itu semua bisa dilakukan jika negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.


Oleh: Alfia Purwanti 
Analis Mutiara Umat Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar