Topswara.com -- Menyikapi persoalan yang tengah ramai, mengenai keabsahan ijazah mantan presiden Indonesia Joko Widodo. Masalah ini muncul kembali setelah hanya tuduhan yang dilontarkan oleh publik. Megawati menyampaikan pernyataan yang membuat pihak tertuduh Joko Widodo merasa tersinggung. Hingga membawa kasus ini kepada pihak berwajib.
Kuasa Hukum Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Rivai Kusumanegara, merespons pernyataan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri untuk menunjukkan ijazah publik. Rivai mengatakan polemik ijazah telah dipolisitir.
Rivai mengatakan pihaknya pun menyerahkan proses tersebut kepada penegak hukum. Dia mengatakan saat ini Jokowi tak bisa langsung membuka ijazah tersebut, lantaran telah diserahkan ke Bareskrim Polri (Detik.com 15/5/2025).
Masalah terkait ijazah yang diributkan untuk menjadi standar penilaian merupakan standar implusif bagi pemilihan calon pemimpin. Terutama pemilihan presiden.
Nyatanya dengan fakta banyaknya jasa pemalsuan ijazah dengan tarif yang beragam. Membuat ijazah tidak bisa dijadikan patokan terhadap penilaian kualitas seseorang. Disaat mungkin ijazah yang konkret masih banyak jumlahnya.
Penilaian dari pihak luar menjadi salah satu acuan untuk memilah standar kelayakan seorang pemimpin. Dari bagaimana dia bersikap dengan orang lain, pendapat dia terhadap suatu kasus, solusi yang ditawarkan setelah mempelajari satu persoalan. Sehingga tidak hanya kepintaran individu yang diunggulkan namun juga kecerdasan yang matang.
Apakah perlu dibawa kekursi persidangan?
Kasus ini diangkat hingga masuk kursi peradilan untuk membuktikan bahwa pihak tertuduh Joko Widodo tidak bersalah. Namun, apakah tindakan semacam ini diperlukan hanya karena satu kertas ijazah salah satu anggota pemerintahan?
Jika dilihat, kasus pemalsuan ijazah ini tidak hanya terjadi dikalangan atas. Bahkan kalangan menengah kebawah sudah banyak mengantongi kasus yang sama. Hanya saja yang berbeda tidak serumit dan serepot hingga harus dibawa keranah pengadilan. Mungkin karena kasus ijazah Joko Widodo ini bersangkutan dengan pangkat dia sebagai mantan orang nomor satu di Indonesia.
Digiring oleh opini umum, dalam sistem saat ini nilai dan jabatan menjadi acuan untuk menjadikan seseorang didengar atau tidak. Pasalnya, banyak ilmuan atau ahli yang bergerak tanpa meminta panggung ditengah khalayak. Tetapi, terkubur dan terpendam sehingga tidak didengar.
Kelayakan Seorang Pemimpin dalam Islam
Kelayakan seorang pemimpin dalam Islam tidak hanya dinilai dari sisi akademis. Karena itu merupakan kelaziman bagi seorang pemimpin untuk memiliki pengetahuan yang matang. Hanya saja dalam Islam, ijazah atau semacamnya bukan menjadi standar dari penilaian terhadap akademik seseorang.
Islam menjadikan syarat bagi pemimpin memiliki kelayakan ilmu dengan bahwa dia diakui oleh orang sekitarnya. Sehingga terbukti keabsahan dai sisi nyata atau riil.
Selain dari sisi akademik, sisi personal dari sikap atau akhlak pun disebutkan menjadi salah satu syarat agar dia menjadi pemimpin. Karena dia akan menjadi panutan dan contoh bagi masyarakat yang dipimpinnya. Sebagaimana dikatakan bahwa;
الخليفة خادم الأمة
Yang artinya: "Khalifah adalah pelayan umat"
Sehingga khalifah akan menjadikan perkara yang diurus olehnya adalah urusan umat. Tidak hanya berkutat pada urusan pribadinya. Sedangkan, umat terlalaikan.
Wallahu 'Alam.
Oleh: Hilwa Imadiar
Aktivis Muslimah
0 Komentar