Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Keracunan MBG, Kapitalisme Gagal Melindungi Gizi Rakyat

Topswara.com -- Program makan bergizi gratis (MBG) kembali menjadi sorotan, sejak dimulai sudah menuai masalah, dan terkesan program yang dipaksakan. Program MBG katanya sebagai solusi dari masalah stunting yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Namun bukannya menjadi solusi atas masalah stunting justru menjadi masalah baru dilapangan, dari mulai menu, pendistribusian, hingga sterilisasi makanannya tidak terjamin, terbukti dengan banyaknya kasus keracunan makanan akibat MBG tersebut.

Kasus keracunan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Jawa Barat setiap hari terus bertambah Jumlah korban keracunan diduga akibat mengkonsumsi makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah jadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025.

"Total perkembangan kasus dugaan keracunan makanan dari tanggal 7-9 Mei 2025, secara kumulatif total korban yang tercatat sebanyak 210 orang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis, Minggu (11/5). CNNIndonesia.com

Namun pemerintah seakan tidak menanggapi berbagai keluhan masyarakat terkait masalah keracunan akibat MBG ini, dikutip Tribunjanar.com. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamen Dikdasmen) Atip Latipulhayat, menolak mengomentari kasus banyaknya siswa-siswi di berbagai daerah yang diduga mengalami keracunan usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Di mana baru-baru ini kasus dugaan keracunan usai mengkonsumsi makanan dari menu MBG, sempat terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti Kabupaten Cianjur, Kota Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya. 

Meski demikian, Atip meminta kepada awak media untuk menanyakan langsung kasus tersebut kepada Badan Gizi Nasional (BGN). Sebab baginya, pihaknya hanyalah penerima manfaat dari program MBG yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Kabupaten Bandung jumat 25/04/2025.

Siapakah yang bertanggungjawab atas hal ini? 

Sebuah kebijakan dibuat untuk kemaslahatan banyak orang, karena itu merupakan tanggungjawab negara yang harus dipenuhi, dan MBG inilah yang kemudian dijadikan solusi untuk menangani masalah stunting, dan menuai masalah karena banyak siswa setelah mengkonsumsi MBG ini keracunan. 

Pemerintah seharusnya tidak berlepas tangan ketika membuat sebuah kebijakan, dengan tidak menanggapi berbagai keluhan dari masyarakat, dan saling melemparkan tanggungjawab diantara departemen yang terlibat seperti halnya yang di sampaikan wakil menteri pendidikan dasar dan menengah ketika dikeluhkan oleh masyarakat, dengan mengatakan itu urusan badan gizi nasional (BGN). Inilah watak dari negara yang abai terhadap rakyatnya. 

Negara menyerahkan penanganan korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) ditanggung asuransi. Badan Gizi Nasional akan menanggung seluruh biaya pengobatan korban keracunan. 

Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan mengatakan BGN tetap akan bertanggung jawab dalam penanganan medis dan pembiayaannya korban keracunan MBG. Yang menjadi korban, diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kita bekerja sama dengan Puskesmas (menanggung) seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN," kata Tigor dalam rilis resmi, Senin lalu (12/5).

Tanggung jawab atas keracunan masyarakat terkait MBG seharusnya tanggungjawab negara, pemenuhan kebutuhan masyarakat ditangan negara dan pengelolaan yang seharusnya ada ditangan orang tua dan juga masyarakat umum.

Pihak terkait seharusnya melibatkan orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan, sehingga meminimalisir anggaran juga pengolahan yang sesuai dengan standar kesehatan. 

Negara memiliki peran strategis untuk memastikan semua pihak menjalankan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan syariat Islam, dari mulai bahan makanan yang halal dan tayib pengolahan yang baik, dan penyajian yang sesuai standar, juga memberikan edukasi kepada anak-anak agar memperhatikan kebersihan sebelum makan. 

Ini berarti, semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, keluarga, dan masyarakat, memiliki kewajiban untuk memastikan kebutuhan gizi generasi, termasuk anak-anak, terpenuhi.

Terjadinya kasus keracunan menu MBG bukan sekadar persoalan teknis. Penyebab utamanya adalah sistem pangan dan gizi yang dijiwai oleh industrialisasi pangan dan gizi, yang saat ini masih dikuasai oleh produksi makanan olahan siap saji yang diolah dengan minim biaya.

Namun memaksa untuk bisa disajikan, dan ini adalah watak dari sistem kapitalis yang berasaskan manfaat dan maslahat, yaitu dengan modal sekecil-kecilnya dan keuntungan sebesar-besarnya. 

Koreksi dalam persoalan ini harus total dan mendasar. Negara harus hadir sebagai pelaksana sistem pangan dan gizi. Sistem pangan dan gizi harus steril dari unsur industrialisasi. Ketika negara memiliki paradigma yang sahih tentang pangan, maka akan melahirkan kebijakan yang menyejahterakan. 

Pangan adalah hajat hidup insan dan negara harus berfungsi sebagai pengurus pemenuhan hajat hidup publik. Sistem ekonomi, politik, dan kekuasaan meniscayakan rakyat mengakses pangan yang mereka butuhkan memadai dari segi kuantitas dan kualitas. Model kekuasaan yang tersentralisasi meniscaya berbagai persoalan yang bersifat politik segera teratasi. 

Di sisi lain, model administrasi yang bersifat desentralisasi meniscayakan terwujudnya kesederhanaan aturan, cepat dalam pelaksanaan, dan dilakukan oleh individu yang kapabel. Islam mengatur masalah pangan yang sehat, halal dan tayib sehingga akan melahirkan generasi yang sehat kuat dan menjadi generasi penerus peradaban IsIam yang akan melanjutkan kehidupan IsIam.

Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem yang menerapkan aturan Islam yang kaffah. Yaitu sistem khilafah 'alaa Minhajjin nubuwwah. Dan kita wajib memperjuangkan untuk tegaknya khilafah dimuka bumi ini. 

Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Ade Siti Rohmah 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar