Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menjemput Kematian Indah: Melebur dalam Dakwah Lisan dan Tulisan


Topswara.com -- Pernah enggak kepikiran, kita ini hidup cuma bentar doang, tetapi sibuk ngejar yang fana? Tas branded, rumah estetik, filter IG glowing padahal sebentar lagi kulit juga keriput, rambut ubanan, tulang ngilu-ngilu. Terus kalau malaikat maut datang, apa kabar feed IG kita?

Makanya, daripada hidup jadi badut dunia (kerja-kerja-kerja tetapi enggak mikir akhirat), mending kita meleburlah dalam dakwah. Karena dakwah itu bukan cuma profesi ustaz di panggung megah, tetapi kewajiban tiap Muslim. Bahkan ngetik status WA yang mengingatkan orang aja bisa jadi dakwah.

Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto pernah mengatakan, dakwah itu ada dua cara, yaitu kalau enggak lisan ya tulisan. Jangan enggak dua duanya.

Pertama, dakwah lisan. Ini model klasik sejak zaman Nabi SAW. Beliau berdiri di bukit Shafa, teriak, “Wahai manusia, aku peringatkan kalian…”  (HR. Bukhari Muslim). 

Lisan itu powerful, suara bisa nembus hati kalau ikhlas. Kayak pas kamu nasihatin anak atau teman, enggak perlu banyak teori, tetapi kalau tulus, ya nyelekit juga.

Kedua, dakwah tulisan. Di zaman digital, jempol lebih tajam dari pedang. Status FB, caption IG, thread X, bahkan WA story bisa jadi senjata ideologis. Kata Imam Al-Ghazali, “Tinta ulama lebih mulia dari darah syuhada.” 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika anak Adam meninggal dunia, terputus amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi berkata dalam Muqaddimah Al-Majmu’: “Barang siapa menulis ilmu, lalu bermanfaat bagi manusia setelah wafatnya, maka itu termasuk sedekah jariyah baginya.”

Ibnul Qayyim juga menegaskan, “Tulisan itu seperti ruh, ia hidup lebih lama daripada jasad penulisnya.”

Itu maknanya, tulisanmu ibarat peluru cahaya. Sekali ditembakkan, ia bisa menembus ruang dan waktu, menyentuh hati orang yang bahkan tak pernah kamu temui dan membawa amal jariyah tanpa batas.

Bayangin, satu artikel kamu viral, dibaca ribuan orang, pahalanya ngalir terus kayak warisan abadi. Amal jariyah level pro-max!

Dalil Wajibnya Dakwah

Allah SWT berfirman, “Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan, jika tidak mampu, dengan lisan, jika tidak mampu juga, dengan hati dan itu selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).

Lihat kan? Lisan dan tulisan masuk ke dalam “lisan” versi modern. Artinya, update status pun bisa ibadah kalau niatnya lurus.

Tetapi perlu dicatat bahwa kita nggak cuma ngomong Islam, tetapi hidupin Islam di pikiran dan perasaan. Dakwahnya bukan modal semangat doang, tapi ada ilmunya, paham halal-haram, ngerti visi Islam, siap berjuang tegakin syariat secara kaffah.

Jadi dakwah bukan “asal viral” tetapi “asal syar’i”. Bukan ngegas doang, tetapi bawa solusi. Kita ajak umat balik ke aturan Allah, bukan sekadar trending topik.

Dakwah: Menyiapkan Kematian Indah

Sibuk dakwah artinya kita juga sedang mempersiapkan kematian yang indah. Serem nggak sih kalau kebayang mati lagi scroll TikTok? Terus isi HP cuma gosip, foto selfie, dan keranjang belanja? Mau jawab apa pas ditanya malaikat, “Buat apa waktumu dihabisin?”

Nah, kalau kita udah meleburlah dalam dakwah, tiap detik hidup jadi investasi akhirat. Mati pas lagi ngetik opini? Wah, itu mati syahid versi keyboard warrior.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya” (HR. Tirmidzi).

Panjang umur itu bonus, tetapi kalau isinya dakwah? Masya Allah, ending hidup auto cinematic, dijemput malaikat putih bersih, dibawain wewangian surga

Target Akhir Selalu Khilafah

Dakwah personal itu keren, tetapi jangan lupa goal besarnya, yaitu tegaknya khilafah islamiyah. Bukan cuma selamatin diri, tapi juga selamatin umat. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengatakan, khilafah itu perisai, maka dari situ jihad bisa komando, hukum Islam ditegakkan, Palestina dibebasin.

Tanpa khilafah, dakwah kayak nge-charge HP tanpa colokan. Individu dakwah, tetapi sistemnya tetap sekuler. Makanya dakwah kita harus menuju perubahan total, bukan sekadar “Ayolah shalat” tetapi juga “Ayolah tegakkan Islam kaffah”.

Terakhir buat pengingat bareng-bareng bahwa hidup ini sebentar. Kita enggak pernah tau kapan tiket pulang dicetak. Jadi kenapa enggak hidup dengan plot twist paling indah, wafat dalam dakwah? Entah pas ceramah, nulis buku, bikin konten islami, atau sekadar share ayat ke grup keluarga biar amal jariyah jalan terus walau kita udah tidur panjang di alam kubur.

Dakwah itu bukan cuma kewajiban, tetapi cara paling keren menjemput kematian indah. Jadi kalau malaikat maut datang, kita bisa senyum, “Ya Rabb, aku pulang bawa bekal yang Kau suka." []


Oleh: Nabila Zidane 
Jurnalis
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar