Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Larangan Nikah Siri, Mampukah Melindungi?

Topswara.com -- Perempuan dan anak selalu menjadi korban empuk sebuah perceraian. Tak sedikit perempuan yang menjadi tulang punggung setalah bercerai. Sementara banyak anak harus membantu sang ibu mengais rezeki membantu perekonomian keluarga. Bahkan mereka harus putus sekolah. 

Sementara setelah perceraian si bapak tak tau rimbanya, tak menafkahi bahkan putus hubungan dengan si anak. Bapak tak menjalankan kewajibannya memberi nafkah kepada anaknya. 

Biasanya kondisi ini sering terjadi jika menikah secara siri atau kawin tidak tercatat. Ketika terjadi perceraian sang istri tidak bisa menuntut nafkah si anak, kerena pernikahannya tak terdaftar dan tidak bisa dibawa jalur hukum.

Sementara itu pernikahan tercatat, ketika perceraian terjadi, si istri bisa menuntut nafkah saat sidang dan suami bisa dilaporkan jika tak menjalankan kewajiban yang diputuskan hakim selepas sidang perceraian.

Melihat dampak pernikahan siri selepas perceraian dan untuk melindungi hak perempuan dan anak, wali kota Pariaman membuat kebijakan melarang pernikahan siri di kota Pariaman.

Dilansir dari jawapos.com (18-4-2025), tingginya angka pernikahan siri di Kota Pariaman, yang selama ini banyak dilakukan karena kendala birokrasi dan berisiko merugikan perempuan serta anak-anak. Kebijakan ini sekilas dianggap mampu melindungi hak perempuan dan anak. Apakah kebijakan ini mampu lindungi perempuan dan anak?

Sebenarnya hak perempuan dan anak tak terlindungi disebabkan beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah jauhnya anggota keluarga dari ajaran agama. 

Bapak tak memahami tugas dan kewajibannya sebagai kepala keluarga dan sebagai seorang ayah. Dimana tugas seorang ayah adalah menafkahi keluarga, mendidik anak dengan agama serta berusaha melindungi anggota keluarga dari api neraka. Tugas ini akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak. 

Sayangnya hari ini banyak ayah yang tak menjalankan tugasnya, karena si ayah tadi tak memahami agama, jauh dari ajaran agama. Si ayah yang paham agama, yang bertakwa pasti akan ikhtiar maksimal menjalankan peranannya. Ia akan berusaha mencukupi kebutuhan keluarga dengan yang halal dan mendidik anggota keluarga beriman dan bertakwa sehingga menghasilkan keluarga sakinah mawadah dan warahmah. 

Demikian juga ibu juga tak maksimal dalam menjalankan peranannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Hari ini si ibu terpaksa membantu ayah mencari nafkah karena tuntutan politik ekonomi negeri ini. Dimana hari ini serba mahal, biaya pendidikan mahal, bahan pokok mahal, biaya kesehatan juga mahal ditambah tidak ada lapangan kerja untuk si ayah, sehingga mau tidak mau si ibu juga harus mencari nafkah.

Kalaulah ibu sibuk mencari nafkah maka peran sebagai pendidik anaknya terabaikan. Anak-anak tak didik dengan agama, sehingga generasi juga jauh dari ajaran agama. Alhasil generasi hidup tak terarah, berbuat seenaknya tak sesuai koridor syariat. 

Ketika anggota keluarga tak memahami agama maka mereka akan terbawa arus kehidupan kapitalisme sekularisme.
Ideologi kapitalisme yang berasal dari barat menjadikan materi sumber kebahagiaan sehingga kalau tidak mendapatkan materi yang banyak maka hidupnya akan gelisah, maka akan membuat keluarga jauh dari sakinah mawadah dan warahmah.

Keluarga seperti neraka, menimbulkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga menjadikan perceraian sebagai solusi, dan banyak hak perempuan dan anak yang tidak ditunaikan.

Sayangnya negeri ini menerapkan sistem kapitalisme sekularisme untuk mengatur kehidupan masyarakat. Asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Agama absen mengatur kehidupan, maka masyarakat dan anggota keluarga jauh dari ajaran agama. Dengan demikian melahirkan individu-individu yang lalai terhadap kewajiban baik sebagai ayah, ibu dan sebagai seorang anak. Sehingga hari banyak keluarga yang berantakan, anak yang rusak ayah yang lalai dalam perannya.

Selain itu negara juga tak menjalankan peranannya sebagai pelayan masyarakat. Negara tak hadir dalam memenuhi hajat masyarakat. Rakyat berusaha sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu negara juga tidak menyediakan lapangan kerja untuk ayah mencari nafkah sehingga banyak ayah yang menganggur. 

Sebenarnya untuk melindungi hak perempuan dan anak butuh solusi mengakar. Solusi yang mampu menciptakan keluarga yang hangat, bertakwa yang takut pada Allah Taala. 
Hanya sistem Islam yang mampu menciptakan keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Islam adalah sebuah sistem kehidupan bukan hanya sekedar agama ritual.

Negara Islam akan menerapkan syari'at dalam lini kehidupan termasuk dalam tatanan keluarga sehingga melahirkan insan yang memiliki kepribadian Islam yang kuat dengannya menjalan kewajiban dengan optimal sesuai dengan perintah agama.

Negara Islam juga akan menjamin kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis serta Negara Islam juga menjamin harga kebutuhan pokok dapat dijangkau oleh keluarga. Selain itu lapangan pekerjaan juga tersedia untuk si ayah. Sehingga ibu fokus mendidik anaknya tanpa ikut serta mencari nafkah.

Sementara itu dalam negara Islam masyarakat juga menjalankan amar makruf nahi mungkar, saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan. Ketika ada individu yang bermaksiat maka akan diingatkan oleh anggota masyarakat yang lain.

Jadi kebijakan larangan pernikahan siri ini bukanlah solusi untuk melindungi dan menjaga hak ibu dan anak. Selama diterpakan sistem sekuler dalam kehidupan maka hak ibu dan anak tak akan terjaga, karena sistem sekularisme lah biang kesengsaraan ibu dan anak. Hanya sistem Islamlah yang mampu lindungi dan menjaga ibu dan anak. 

Wallahu alam.


Sri Mulyani, S.Si.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar