Topswara.com -- Masyarakat dibuat gempar dengan keberadaan sebuah grup di platform media sosial Facebook. Grup Facebook tersebut bernama 'Fantasi Sedarah' yang secara menjijikkan memuat beragam unggahan pesan anggota grup yang mengarah pada ketertarikan seksual dengan anggota keluarga sendiri atau inses.
Dengan jumlah puluhan ribu anggota, group tersebut juga mencantumkan foto korban yang beberapa di antaranya masih di bawah umur (bbc.com, 19/05/2025).
Seruan untuk segera melakukan tindakan hukum atau sanksi kepada group tersebut datang dari berbagai pihak. Salah satunya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta polisi mengusut grup Facebook dengan nama "fantasi sedarah". Sebab konten itu mengandung unsur eksploitasi seksual dan telah meresahkan masyarakat (republika.co.id, 17/05/2025).
Kemudian Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan terhadap Perempuan juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti secara menyeluruh kasus grup Fantasi Sedarah yang viral di Facebook dan telah menimbulkan keresahan publik (beritasatu.com, 17/05/2025).
Salah satu Kementerian pun sudah mengambil langkah, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika yang telah mengambil tindakan tegas terhadap beberapa grup Facebook yang memposting konten pornografi yang bersifat incest, yang keberadaannya telah menimbulkan kemarahan publik (bisnisupdate.com, 16/05/2025).
Keberadaan grup Facebook Fantasi Sedarah ini merupakan kenyataan yang sangat mengerikan. Betapa tidak, perilaku yang secara moral, agama, dan hukum sangat tercela ini justru muncul di tengah bangsa yang mengklaim dirinya religius.
Gambaran keji ini menunjukkan betapa aturan agama dan norma masyarakat telah diabaikan. Masyarakat seolah hidup tanpa pedoman, mengikuti hawa nafsu semata, bahkan jatuh ke taraf terendah yang lebih rendah dari binatang yang masih memiliki naluri untuk menjaga keturunan.
Kerusakan ini bukan hanya persoalan individu, melainkan refleksi dari rusaknya institusi terkecil dalam masyarakat yakni keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, pendidikan moral, dan pembentukan karakter, kini telah kehilangan jati dirinya.
Kehidupan di dalam keluarga yang seharusnya dilingkupi cinta kasih dan pendidikan sebagai manifestasi naluri berkasih sayang berubah menjadi tempat pelampiasan nafsu birahi. Sistem keluarga muslim pun seolah telah runtuh.
Fenomena ini tidak lagi bisa diselesaikan hanya sekedar sanksi hukum, sanksi sosial, edukasi, seminar parenting, dan sebagainya. Dan hal ini bukan terjadi begitu saja, melainkan merupakan buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang telah lama mencabut agama dari peran sentral dalam kehidupan.
Ketika agama dijauhkan dari sistem kehidupan, maka yang berkuasa adalah akal dan hawa nafsu manusia yang terbatas dan mudah tersesat. Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, sehingga melahirkan sistem kehidupan kapitalisme.
Sistem kapitalisme meliberalisasi seluruh aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial dan keluarga. Sistem kehidupan ini hanya mengedepankan kepuasan materi semata, termasuk kepuasan fisik di mana manusia dikejar oleh kebebasan tanpa batas dan kepuasan pribadi menjadi tujuan utama, meski harus mengorbankan moralitas dan tatanan masyarakat.
Yang lebih menyedihkan, negara yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi pihak yang turut andil dalam kerusakan ini melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Negara lalai menjaga institusi keluarga. Pendidikan, media, hingga regulasi lebih berpihak pada nilai-nilai liberal daripada pada perlindungan moral masyarakat.
Hal ini tentu berbeda jika negara mengambil Islam sebagai sistem kehidupannya. Islam hadir sebagai sistem kehidupan yang sempurna dan menyeluruh. Islam tidak hanya berbicara tentang ibadah, tapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan keluarga dan sosial.
Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dalam semua aspek termasuk menjaga keutuhan keluarga dan norma-norma keluarga dalam sistem sosial sesuai dengan Islam.
Dalam Islam, inses adalah perbuatan yang haram dan menjijikkan. Oleh karena itu negara akan menyiapkan berbagai langkah pencegahan. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh menjaga kesucian keluarga dan membangun masyarakat yang berlandaskan iman dan takwa.
Islam mendorong pembentukan masyarakat yang aktif dalam amar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Adanya amar makruf nahi mungkar ini menjadi lapisan kedua dalam menjaga kemuliaan manusia.
Negara pun akan menutup semua celah yang bisa mengarah pada perilaku keji seperti inses, baik dari sisi pendidikan, media, lingkungan sosial, hingga sanksi hukum yang tegas dan menjerakan. Dalam Islam, sanksi bukan sekadar hukuman, tapi juga menjadi penebus bagi pelakunya. Sanksi yang membuat jera akan menjaga masyarakat dari kehancuran.
Media dalam sistem Islam tidak akan dibiarkan menjadi agen kebebasan yang menyesatkan. Ia akan diarahkan untuk membangun kesadaran umum tentang pentingnya menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dengan demikian, potensi penyimpangan dapat ditekan sejak dini.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa kerusakan yang terjadi bukan semata karena individu, tapi karena sistem kehidupan yang salah. Dan satu-satunya solusi hakiki untuk menjaga kemuliaan manusia dan keutuhan keluarga adalah kembali kepada sistem Islam yang sempurna dan menyeluruh. Sebuah sistem yang menjadikan hukum Allah sebagai pedoman hidup, dan bukan hawa nafsu manusia. []
Oleh: Yuchyil Firdausi
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar