Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Indonesia Jadi Juara Pengangguran ASEAN, Apa yang Salah?

Topswara.com -- Berdasarkan data terbaru dari Dana Moneter. Internasional (IMF) World Economic Outlook 2025 , sebuah fakta yang mencemaskan terungkap bahwa pada tahun 2024, Indonesia mencatatkan angka pengangguran tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN. (okezon.com, 7/05/2025)

Fakta ini menjadi ironi besar mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi keempat terbesar di dunia dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Lebih menyedihkan lagi, angka pengangguran didominasi oleh lulusan perguruan tinggi, baik sarjana maupun diploma. Ini menunjukkan adanya ketimpangan serius antara dunia pendidikan dan realitas lapangan kerja.

Fenomena ini bukan semata disebabkan oleh lemahnya kompetensi individu, melainkan merupakan cerminan dari kerusakan sistemik dalam tata kelola negara, khususnya dalam bidang ekonomi dan ketenagakerjaan. Penerapan sistem kapitalisme telah menjadi akar utama dari maraknya pengangguran di Indonesia.

Kapitalisme Gagal Menjamin Kesejahteraan

Kapitalisme menjadikan negara sekadar regulator, bukan pelayan atau penjamin kesejahteraan rakyat. Peran negara terbatas pada memfasilitasi kebutuhan korporasi dan kelompok pemilik modal 

Dalam paradigma ini, penyediaan lapangan kerja sepenuhnya dibebankan kepada sektor swasta melalui mekanisme investasi. Pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor, baik domestik maupun asing, untuk menanamkan modal dan mengelola sumber daya alam (SDA) demi menciptakan “iklim usaha yang kondusif”.

Namun realitas di lapangan membuktikan bahwa pendekatan ini gagal memberikan solusi jangka panjang. Korporasi bergerak berdasarkan motif laba, bukan demi membuka lapangan kerja secara luas. 

Kemajuan teknologi justru dimanfaatkan untuk otomatisasi demi efisiensi biaya, namun hal ini berdampak pada menurunnya penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, penyerahan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta dan asing menjadikan negara kehilangan kendali atas aset vital bangsa. 

Alih-alih digunakan untuk menyejahterakan rakyat, kekayaan alam justru dikuasai oleh segelintir korporasi yang mengeksploitasi tanpa memberi kontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan yang tajam antara banyaknya pencari kerja dan terbatasnya peluang pekerjaan yang tersedia

Negara Islam: Pengurus Bukan Penonton

Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab sebagai pengurus urusan rakyat, bukan sekadar bertindak sebagai pembuat aturan atau pengawas. Sistem Islam mengharuskan negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan setiap warga negaranya, termasuk dalam aspek pekerjaan. Negara tidak seharusnya lepas tanggung jawab atau menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada pihak swasta.

Dalam sistem Islam yang diterapkan oleh khilafah, pembukaan lapangan kerja bukan hanya menjadi prioritas, tetapi bagian dari tanggung jawab syar’i. Negara akan menjalankan berbagai kebijakan yang mampu menyerap tenaga kerja secara luas dan merata. 

Salah satunya adalah dengan mengelola sendiri sumber daya alam secara mandiri dan tidak menyerahkannya kepada pihak asing maupun swasta. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud)

Pesan dalam hadis tersebut menekankan bahwa sumber daya alam adalah kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki secara eksklusif atau dikelola oleh swasta. 

Negara Khilafah akan mengelola SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) melalui institusi negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan publik, subsidi kebutuhan dasar, dan pembangunan sektor industri.

Islam Mewujudkan Kesejahteraan 

Dengan pengelolaan SDA yang mandiri dan bebas dari dominasi asing, negara akan memiliki kekuatan fiskal yang besar untuk membangun sektor-sektor strategis seperti industri berat, manufaktur, pertanian, perikanan, dan infrastruktur. Pembangunan sektor ini secara langsung menciptakan lapangan kerja dalam skala besar dan berkelanjutan.

Selain itu, sistem pendidikan dalam Islam tidak akan menjadikan lulusan hanya sebagai pencari kerja, tetapi juga sebagai penggerak pembangunan. Kurikulum akan dirancang untuk membentuk kepribadian Islam dan keterampilan produktif, bukan sekadar menghasilkan lulusan bertitel tanpa kompetensi.

Islam juga memandang pentingnya pemerataan pembangunan antarwilayah. Negara tidak akan membiarkan pembangunan terpusat di satu kawasan, tetapi akan memperluas pembangunan ke seluruh pelosok negeri. Dengan demikian, urbanisasi yang tidak terkendali dan pengangguran struktural bisa dicegah.

Kenyataan bahwa Indonesia menjadi “juara pengangguran” di ASEAN bukanlah kebetulan atau musibah semata. Ini adalah akibat dari sistem kapitalisme yang diterapkan secara menyeluruh dan sistemik. Selama negara terus bertumpu pada paradigma yang keliru ini, pengangguran akan tetap menjadi masalah laten.

Islam hadir sebagai solusi alternatif dan komprehensif. Sistem Islam melalui institusi khilafah terbukti mampu menjamin hak hidup, sandang, pangan, pendidikan, dan pekerjaan bagi seluruh rakyatnya. 

Sudah saatnya umat Islam kembali mempertimbangkan penerapan sistem Islam secara total sebagai jalan keluar dari krisis ketenagakerjaan yang makin akut.


Indriyatul Munawaroh, S.Pd. 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar