Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tren Pernikahan Masa Kini dan Pernikahan Islami

Topswara.com -- Hidup dalam sistem kapitalisme liberalisme memang penuh tantangan. Apalagi bila tidak dibarengi dengan kokohnya keimanan kepada Allah dan tsaqafah Islam. Tentulah sudah nyaman tinggal di dalamnya. 

Bisa kita lihat, pemuda Muslim hari ini sangat jauh dengan karakter pemuda Muslim yang seharusnya. Upaya Barat menghentikan kebangkitan Islam, meninabobokan generasi Muslim tak main-main. Beribu cara mereka pikiran dengan serius. 

Dulu kafir Barat harus menggunakan senjata dan fisik untuk berperang menghadapi kaum Muslim agar ideologi mereka tetap bertahan. Kini, hanya dengan menyusupkan tsaqafah Barat menjadi cara jitu untuk membuat generasi Muslim hari ini lupa, dulu Rasulnya dan para generasi pemuda Muslim sangat ditakuti dunia. 

Hari ini, generasi pemuda Muslim lebih senang mengikuti tren dari Barat maupun Asia seperti Korea dan Jepang. Mereka mengikuti cara berpakaian, tontonan, bahkan sampai cara berpikir atau memaknai tentang kehidupan pun mengikuti ala Barat. 

Qiyadah fikriyah atau kepemimpinan berpikir yang seharusnya berlandaskan Islam, berlandaskan halal dan haram semata-mata mencari ridha-Nya. Kini, berganti haluan. 

Kepemimpinan berpikir generasi Muslim hari ini adalah kebahagiaan materi. Maklum, terus menerus hidup dalam sistem liberal kapitalis yang memandang segala sesuatu berdasarkan materi, puncak kebahagiaan adalah mendapatkan kesenangan jasmani dan materi. 

Menjadikan generasi Muslim nyaman dan lupa pada akhirnya bahwa Islam agama yang mereka yakini bukan hanya sekadar agama ritual semata. Melainkan sebuah ideologi yang di dalamnya terikat akidah dan aturan. Mengatur segala aspek kehidupan mulai dari hubungan dengan Allah, dirinya sendiri, bahkan dengan manusia lainnya. 

Ideologi kapitalisme sekuler tidak mengatur gaya hidup sesuai agama. Manusia dijamin kebebasan di dalamnya. Termasuk kebebasan berpendapat dan bertingkah laku. Tsaqafah dan kebiasaan hidup yang datang dari Barat, negara tidak akan mempermasalahkannya selama tidak bertentangan dengan norma adat istiadat ketimuran. 

Hari ini pemuda Muslim sibuk memperhatikan acara pernikahan para selebriti. Ramai sosial media membahasnya. Mulai dari membahas gedung atau venue, dekorasi, baju pengantin, riasan pengantin, tamu-tamu undangan, souvenir pernikahan dan perintilan lainnya yang tak luput dari mata warganet. 

Yang dibicarakan adalah bahwa mereka terinsipirasi dengan pernikahan para selebriti tersebut. Wedding dream banget. Begitu kurang lebih percakapan warganet yang kebanyakan Gen Z yang belum menikah. Mereka juga sibuk membandingkan pernikahan artis yang satu dengan yang lainnya. 

Pemuda Muslim hari ini terinspirasi dengan idola-idola mereka. Mereka ingin pernikahan mereka kelak seperti selebriti yang mereka idolakan. Padahal semakin ke sini, busana pengantin dan para tamu undangan sudah tidak sesuai lagi dengan norma ketimuran. 

Apalagi pernikahan yang dilaksanakan di tempat destinasi seperti di Bali, tamu-tamu undangan hadir dengan busana minim dan sangat terbuka. Pengantin bersulang Champagne, berciuman dan ditonton di depan tamu-tamu undangan. Sudah seperti pemandangan pernikahan di luar negeri saja. Anehnya, justru rangkaian pernikahan seperti ini menjadi inspirasi bagi pemuda Muslim. 

Dalam sistem kapitalisme, pesta pernikahan bisa menjadi pembuktian status sosial. Acara pernikahan yang hanya setengah hari dikonsep dari berbulan-bulan lamanya. Menghabiskan biaya yang mahal. Tidak sedikit orang tua rela berutang ke sana ke sini untuk bisa membuat pesta pernikahan yang bagus dan diharapkan mampu menunjukkan status sosialnya. 

Tidak sedikit juga orang tua yang marah dan tidak terima bila anaknya hanya ingin menikah sederhana di KUA. Seakan menikah itu harus menjadi pesta yang dirayakan dengan meriah dan mewah walapun menyisakan utang setelahnya. Inilah potret bentuk perayaan pernikahan dalam sistem kapitalisme, sistem buatan manusia. 

Beda dengan konsep pernikahan dalam Islam. Walimah nikah, yang juga dikenal sebagai walimatul 'urs, adalah jamuan yang diselenggarakan setelah akad nikah sebagai bentuk syukur dan pengumuman pernikahan kepada masyarakat. 

Hukumnya adalah sunah muakkad, yaitu sunah yang sangat dianjurkan, dan tujuannya adalah untuk mengumumkan pernikahan, bersyukur atas nikmat pernikahan, dan berbagi kebahagiaan dengan para tamu. 

Rasulullah SAW bersabda, "Selenggarakan walimah meskipun dengan seekor kambing" (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan, walimah disunnahkan dan tidak harus mewah. Walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing, walimah tetap dianggap sah dan memenuhi sunnah. 

Bahkan dalam riwayat lainnya, terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa yang dihidangkan bisa berupa kurma, sawiq (bubur tepung), keju, samin, dan bisa juga gandum. 

Hal-hal tersebut disebutkan dalam hadits berikut, artinya: “Dari Anas, sesungguhnya Nabi SAW pernah mengadakan walimah atas (perkawinannya) dengan Shafiyah dengan hidangan kurma dan sawiq (bubur tepung)” (HR lima imam kecuali Nasa’i).

Dalam Islam, tidak dianjurkan untuk berlebih-lebihan. Bahkan dalam hadits di atas Rasulullah SAW pun pernah hanya dengan hidangan kurma dan bubur tepung. Islam tidak memaksakan dan memberatkan, apalagi sampai harus berutang demi membuat pesta pernikahan. 

Islam pun mengatur tata cara walimah. Di antaranya, tamu laki-laki dan perempuan terpisah tidak campur baur, wajib menutup aurat, tidak menghadirkan penyanyi yang menimbulkan syahwat, dan tamu undangan pun tidak boleh hanya berisi orang-orang kaya saja. 

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya ia berkata, "Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada acara walimah (resepsi) di mana yang diundang adalah orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang miskin. Siapa yang tidak memenuhi undangan walimah, maka ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." 

Islam adalah agama yang sempurna, Allah sebagai pencipta telah membuat aturan semua kehidupan kita. Maka sebagai hamba yang baik hendaklah taat dengan aturan-Nya. Dalam sistem hari ini pernikahan islami tetap wajib untuk kita jadikan pegangan. Walaupun tren pernikahan berubah dari masa ke masa, tetaplah taat pada syariat.[]


Anisa Bella Fathia, S.Si. 
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar