Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Benarkah Investasi pada Perempuan Makin Memuliakan Peran Perempuan?

Topswara.com -- Perempuan merupakan tonggak berdirinya peradaban. Sudah seharusnya peran perempuan berada diposisi penting dalam menentukan masa depan suatu negara. Kesempatan yang diberikan kepadanya merupakan wujud dimuliakannya perempuan. 

Namun perlu kita telisik lebih dalam benarkah kesempatan yang diberikan hanya sebatas berkiprah dalam bidang ekonomi? Benarkah kiprah perempuan di bidang ekonomi berarti negara telah memuliakannya? 

Dilansir dari antara.com (6/3/2024) dalam rangka memperingati Hari Internasional Perempuan yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2024, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan upaya-upaya yang mengedepankan investasi dalam kesetaraan gender untuk mendorong perempuan dalam pembangunan bangsa. 

Hal tersebut sejalan dengan tema Peringatan Hari Internasional Perempuan tahun ini yaitu invest in woman: accelerate progress. Berinvestasi pada perempuan, mempercepat kemajuan.

Bamsoet menghimbau agar mengedepankan investasi dalam kesetaraan gender untuk mendorong kemajuan sosial ekonomi, mengingat pentingnya inklusi perempuan untuk menciptakan dunia yang lebih inklusif. Ujar Bamsoet dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta. 

Dengan kata lain peran perempuan dalam kemajuan pembangunan sosial ekonomi, akan sangat dihargai, diapresiasi dan dipandang mulia ketika diikutsertakan dalam program pembangunan ekonomi bangsa. 

Menurut Bamsoet, pemerintah perlu memberdayakan perempuan di segala sektor dan menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi penuh dalam kegiatan sosial ekonomi, dan budaya tanpa adanya diskriminasi. Sehingga perempuan akan merasa terlibat dan memberdayakan diri dalam banyak hal terutama dalam pembangunan bangsa. 

Benarkah perempuan mulia ketika turut serta membangun sosial ekonomi bangsa?

Dalam pandangan ideologi kapitalisme sumber kebahagiaan yang ingin dicapai adalah materi, sehingga wajar ketika tolok ukur kebahagiaan hidup adalah mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan halal haram dalam usaha mendapatkannya. 

Makin banyak materi dunia yang didapat, maka makin membahagiakan seseorang. 
Hal tersebut mempengaruhi opini yang beredar dimasyarakat dimana ketika seseorang bekerja maka akan dipandang lebih mulia dari pada yang “tidak bekerja”. 

Begitu juga pandangan terhadap perempuan, ketika seorang perempuan mendapatkan pekerjaan di luar rumah maka orang memandang dia lebih mulia dari perempuan yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Terlihat lebih bergengsi jika wanita mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung pada suami. 

Banyak juga alasan yang dikemukakan mengapa perempuan harus bekerja, salah satunya adalah menginginkan kesetaraan kedudukan dengan laki-laki. Perempuan ingin mendapatkan pengakuan bahwa perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang terutama dalam hal pekerjaan. 

Para perempuan ingin membuktikan bahwa mereka pun layak memimpin. Perempuan tidak ingin bergantung pada suami. Mereka ingin mandiri dalam hal finansial sehingga mampu memenuhi keinginannya sendiri. 

Adanya paradigma kesetaraan gender ini dipengaruhi oleh kaum feminis. 
Melihat sejarah terbentuknya kaum feminis, hal tersebut sangatlah wajar terjadi karena adanya diskriminasi terhadap perempuan pada masa Revolusi Perancis. 

Di era Napoleon berkuasa perempuan Perancis dibatasi pada ranah privat yaitu seputar tugas rumah tangga dan kewajiban keluarga tanpa memandang haknya. Sedangkan kaum laki-laki memegang ranah publik. 

Adanya gagasan liberty (kebebasan), egaality (kesetaraan) dan fraternity (persaudaraan) memikat perempuan untuk menyuarakan pendapat dan keluhan politik mereka. Sehingga terciptalah gerakan feminisme yang menyuarakan kesetaraan gender dimana para perempuan dianggap sama dan mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki. 

Hal itu muncul ketika tak ada agama yang melindungi hak-hak perempuan sehingga kaum perempuan benar-benar tak dimuliakan.

Sejatinya kiprah perempuan dalam pembangunan bangsa terutama dalam bidang sosial, politik, ekonomi tak lantas membuat perempuan dipandang mulia. Hanya Islam yang mampu memuliakan perempuan, menempatkan perempuan sesuai fitrahnya sehingga mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan bangsa. 

Dengan demikian perempuan dianggap mulia ketika mampu mengembangkan diri dan menyalurkan kemampuannya di bidang yang tepat sesuai fitrahnya. 

Bagaimana Islam Memuliakan Perempuan?

Dalam kitab Nidzamul Ijtima'i karya Syeikh Taqiyudin An Nabhani tentang bab Kedudukan Laki-laki dan Perempuan Dihadapan Syariah, dijelaskan bahwa Islam datang dengan beban hukum yang dipikul oleh laki-laki dan perempuan untuk memecahkan aktivitas-aktivitas keduanya dengan tidak melihat konteks Al Musawah (persamaan) karena dalam islam tidak dikenal konsep Al Musawah (persamaan). 

Pemecahan masalah tersebut untuk setiap manusia atas masalah yang terjadi pada keduanya. Bukan pemecahan hanya untuk pria saja atau hanya wanita saja. 
Yang perlu diingat Al Musawah berasal dari Barat bukan dari Islam. 

Islam memandang perempuan sebagai mahluk yang mulia. Buktinya adalah pertama, dalam penetapan hak dan kewajiban untuk laki-laki dan perempuan sesuai kehendak agama bisa sama atau berbeda.

Hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sama ketika mereka merupakan kelompok umat yang satu sebagai umat manusia. Pertanggung jawaban secara syar'i dipersamakan atas hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Hal tersebut termaktub dalam surat QS Al Ahzab : 33,35-36, QS An Nahl : 97, dan lain-lain. Hukum syarak berupa perintah dan larangan sama ketika dilihat dari segi kemanusiaan. 

Sedangkan hak dan kewajiban berbeda bagi laki-laki dan perempuan jika berhubungan dengan tabiatnya. 
Karena hal ini bukan untuk memecahkan masalah manusia secara mutlak tetapi sesuai tabiat kemanusiaan yang berbeda jenisnya. Misal dalam QS An Nisa : 4,11-12, 39 ; QS Al Baqarah : 282. 
Taklif hukum tentang hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dilihat dari segi tabiat. 

Kedua, perempuan merupakan madrasatul uulaa bagi generasi yang dihasilkannya. Perempuan bukan sekedar pelampias nafsu semata bukan pula mahluk yang hanya mengandung dan melahirkan saja akan tetapi jauh dari itu bagaimana mendapatkan ridha Allah dalam membentuk generasi yang akan menentukan peradaban selanjutnya. 

Perempuan memiliki peran yang besar dalam membentuk generasi. Kualitas perempuan mempengaruhi generasi yang dihasilkan. Perempuan yang baik serta memahami bagaimana mendidik menjadi tonggak utama dalam mengukir peradaban.

Kemuliaan dan peran besar perempuan juga harus diciptakan. Kuncinya adalah dengan mendidik dan mempersiapkan perempuan sebagai pengukir peradaban. Sejak usia dini hingga dewasa terus dibekali dan dipahamkan bahwa dari seorang perempuan lah akan tercipta sebuah peradaban yang cemerlang. 

Itulah fitrah perempuan dimana kemampuannya harus dipupuk agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa yaitu membentuk generasi islami. Disitulah perempuan akan dimuliakan karena perannya yang besar. 

Bukan membesarkan bidang ekonomi yang justru akan mengabaikan kualitas anaknya dengan sibuk bekerja namun menitipkan anaknya kepada pembantu atau orang tua yang notabene bukan fitrah mereka untuk mendidik dan membesarkan generasi penerus bangsa. 

Kemuliaan perempuan dalam konsep Islam tidak akan terwujud ketika Islam tidak lagi mempunyai perisai untuk menjalankan semua aturannya sesuai dengan hukum Islam. Untuk itu sangat penting ketika kita ikut mendakwahkan tegaknya daulah Islam sebagai perisai bagi seluruh umat manusia. 

Wallahua'lam bissawab.


Oleh: Sri Fatona W.
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar