Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jenis-Jenis Nilai

Topswara.com -- Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fikhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Jenis-Jenis Nilai
Kepada Hamid Syahin

Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tahiyah thayyibah, wa ba’du.
Saya memohon kepada Allah semoga Anda senantiasa berada dalam kebaikan dan kesehatan amiruna al-fadhil.
Pertanyaan saya berkaitan dengan nilai.

Pertanyaannya adalah tentang nilai yang direalisasi oleh Hizb dalam melanjutkan kehidupan Islami, apakah melanjutkan kehidupan Islami itu merealisasi qîmah insâniyah (nilai kemanusiaan) karena keberadaannya sebagai aktifitas yang menyelamatkan umat manusia ketika hal itu terealisir, ataukah hal itu merealisasi qîmah rûhiyah (nilai ruhiyah) karena keberadaan melanjutkan kehidupan Islami itu tegak di atas asas tasyri’iy (bukan asas bersifat gharizah) berkaitan dengan hukum Islam dan wajibnya membaiat Khalifah ... dst? 

Dan semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda.
Dan di sini juga apakah nilai ruhiyah itu hanya berkaitan dengan ibadah, bukan yang lain?

Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertama, sebelum menjawab maka harus dijelaskan lebih dahulu dua perkara yang berkaitan dengan nilai:

Pertama, bahwa nilai adalah maksud (tujuan) dari perbuatan dan bukan hasil yang terealisir dari pelaksanaan perbuatan. Adakalanya nilainya ruhiyah tetapi hasilnya terindera atau tidak terindera. Misalnya, Anda berjihad, dan maksud Anda dari hal itu adalah nilai ruhiyah, tetapi hasil untuk perbuatan ini adalah hasil yang terindera seperti penaklukan suatu negeri atau benteng.

Dan Anda berdoa, dan maksud Anda adalah meraih nilai ruiyah dan hasilnya tidak terindera jika doa dalam keadaan itu bukan termasuk thariqah, melainkan thariqah syar’iynya adalah selain doa. Jadi hasilnya adalah diraihnya pahala dari Allah SWT. Dinyatakan di dalam Mafâhîm Hizb at-Tahrîr: “

Misalnya, doa merupakan perbuatan yang merealisasi nilai ruhiyah, dan jihad merupakan aktifitas fisik yang merealisasi nilai ruhiyah. Tetapi doa meski merupakan perbuatan fisikal, maka doa merealisasi hasil yang tidak terindera yaitu pahala, meskipun tujuan orang yang berdoa adalah meraih nilai ruhiyah.

Ini berbeda dengan jihad. Jihad memerangi musuh merupakan aktifitas fisikal yang merealisasi hasil yang dapat diindera yaitu penaklukan benteng atau kota atau terbunuhnya musuh dan semacam itu, meski tujuan mujahid adalah meraih nilai ruhiyah...”.

Adapun doa dalam keadaan yang lainnya yang 'tidak ada thariqah syar’iy untuknya' maka doa mungkin merealisasi hasil yang terindera. Di dalam Jawab Soal tanggal 25/10/2014 dinyatakan: Di buku Mafâhîm tentang doa, tidak dinyatakan sedikitpun pada kondisi yang lain. Akan tetapi kondisi lain itu dicakup oleh hadits yang bersifat umum yang dikeluarkan oleh imam Ahmad di dalam Musnad-nya: dari Abu al-Mutawakkil dari Abu Sa’id bahwa Nabi saw bersabda:

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا» قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ، قَالَ: «اللَّهُ أَكْثَرُ»

“Tidaklah seorang Muslim berdoa dengan doa yang di dalamnya tidak ada dosa, tidak ada pemutusan silaturrahim, kecuali Allah memberinya dengan doanya itu salah satu dari tiga hal: disegerakan untuknya doanya; atau disimpan untuk dia di akhirat, atau dialihkan darinya keburukan semisalnya Mereka (para sahabat) berkata: kalau begitu kami perbanyak. Rasul saw bersbada: Allah lebih banyak (balasannya).

Allah SWT menjawab orang yang berdoa meminta kepadanya dengan satu dari tiga kemungkinan, dan diantaranya: disegerakan untuknya doanya. Dan ini adalah hasil yang terindera."

Kedua, bahwa topik nilai adalah berkaitan dengan maksud individu yakni bahwa itu bersifat individual:

1. Di dalam Mafâhîm Hizb at-Tahrîr dinyatakan pengaitan nilai dengan maksud individu (manusia dengan makna person atau orang yang melakukan perbuatan). Dinyatakan di halaman 30-34 file word sebagai berikut:

“... adapun berkaitan dengan maksud dari perbuatan maka setiap orang yang melakukan perbuatan harus memiliki maksud yang karenanya dia melakukan perbuatan itu. Maksud ini adalah nilai perbuatan. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bahwa setiap perbuatan memiliki nilai yang orang perhatikan untuk meraih atau merealisasinya ketika melakukan perbuatan. Dan jika tidak maka perbuatan itu menjadi kesia-siaan belaka ..."

Oleh karena itu, seorang Muslim harus mengerahkan segenap dayanya untuk merealisasi nilai yang dimaksudkan dari setiap perbuatan yang dia lakukan ketika dia melakukan perbuatan ini sehingga dia berkontribusi dalam kemakmuran dan ketinggian masyarakat serta pada waktu yang sama menjamin kemakmuran dan ketenteraman dirinya sendiri.

Oleh karena itu, merupakan kesalahan menyerahkan kepada manusia penentuan nilai-nilai ini. Tetapi penentuan nilai itu harus datang dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah SWT. Oleh karena itu maka harus syara’ lah yang menentukan untuk manusia nilai-nilai ini dan menentukan waktu pelaksanaannya, dan sesuai dengan itulah manusia mengambilnya.

Dengan demikian, di dalam masyarakat terealisir nilai-nilai dengan kadar yang dibutuhkannya sebagai sebuah masyarakat tertentu dan masyarakat ini distandarisasi dengan standar-standarnya. Berdasarkan asas ini harus dilakukan untuk merealisasi nilai untuk mewujudkan masyarakat yang Islami sesuai pandangan hidup Islam, selesai.

2. Dan ini berarti bahwa nilai perbuatan adalah maksud yang karenanya seorang melakukan perbuatannya. Jadi nilai adalah maksud dari perbuatan. Dan yang memiliki maksud dari perbuatan adalah manusia, yakni individu secara personal seperti Muhammad, Zainab, Fathimah, Khalid. Individu secara personal itu ketika melakukan suatu perbuatan dimaksudkan merealisasi nilai tertentu dari perbuatannya.

Jika Muhammad melakukan perbuatan dagang maka dia bermaksud merealisasi nilai keuntungan materiil dan itu merupakan nilai materiil (qîmah mâdiyah). Jika Zainab melakukan shalat, maka dia bermaksud merealisasi nilai tertentu yaitu nilai ruhiyah (qîmah rûhiyah).

Jika Fathimah jujur maka dia bermaksud merealisasi nilai yaitu nilai akhlak atau moral (qîmah akhlaqiyah). Jika Khalid menolong orang yang kesusahan maka dia bermaksud merealisasi nilai yaitu nilai kemanusiaan (qîmah insâniyah). Begitulah, jadi nilai adalah maksud individu secara personal dari pelaksanaannya atas perbuatan. Artinya, yang melakukan perbuatan dengan maksud merealisasi nilai adalah manusia (individu).

3. Di sini tampak menonjol tugas Hizb dalam menertibkan nilai-nilai ini pada para syababnya, baik itu nilai ruhiyah, moral, kemanusiaan atau materiil, dengan keberadaan nilai-nilai itu sesuai hukum-hukum syara’. Dan Hizb menggunakan cara-cara (uslub) yang diperlukan dalam menertibkannya berupa arahan atau penjelasan sesuai hukum-hukum syara’. Jika arahan dan penjelasan tidak berguna menertibkan nilai pada syabab dan dibutuhkan sanksi administratif maka Hizb melakukannya.

Hal itu untuk menjamin implementasi syabab untuk nilai-nilai ini sesuai perintah dan larangan Allah SWT.
Demikian juga tampak menonjol tugas negara menertibkan nilai-nilai ini sesuai hukum-hukum syara’ dan menjadi keharusan bagi manusia muslim sebagai individu (sebagai person atau pelaku perbuatan) berbuat untuk merealisasi nilai-nilai ini sesuai perintah dan larangan Allah SWT. Dalam semua jenis nilai baik ruhiyah, moral, kemanusiaan maupun materil.

Inilah tugas dan peran negara dalam menertibkan pelaksanaan individu merealisasi nilai-nilai sesuai dengan hukum-hukum syara’ baik itu nilai ruhiyah, moral, kemanusiaan atau materil. Dan negara menggunakan cara-cara yang diperlukan dalam menertibakannya berupa arahan atau penjelasan sesuai dengan hukum-hukum syara. Dan jika arahan dan penjelasan tidak berguna untuk mengoreksi penyimpangan syar’iyah dalam implementasi individu untuk nilai-nilai ini dan diperlukan sanksi maka negara melakukannya. Hal itu untuk menjamin implementasi individu untuk nilai-nilai ini sesuai perintah dan larangan Allah SWT.

Lalu kedua, dan sekarang saya jawab pertanyaan Anda:

Pertama, seorang pengemban dakwah yang berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islami dengan tegaknya al-Khilafah ar-Rasyidah maka dia memaksudkan di dalam perbuatannya ini merealisasi nilai ruhiyah untuk mendapatkan ridha Allah SWT dan Rasul saw. dan hasil dari perbuatannya dapat diindera seperti kemuliaan, kemenangan, peneguhan kekuasaan, penaklukan dan tersebarnya kebaikan karena al-Khilafah ada.

﴿وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴾

“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman” (TQS ash-Shaff [61]: 13). 

Kedua, maksud merealisasi nilai adalah perkara individual yakni berkaitan dengan individu. Fulan bermaksud merealisasi nilai ruhiyah atau nilai moral atau nilai kemanusiaan atau nilai materiil. Jadi itu merupakan maksud individual. Adapun hizb maka di antara aktifitasnya adalah menertibkan para syababnya agar perbuatan mereka tidak sia-sia, melainkan mereka berbuat untuk merealisasi nilai-nilai ini sesuai dengan hukum-hukum syara’.

Demikian juga, di antara aktifitas negara adalah menertibkan perealisasian nilai-nilai ini oleh individu di dalam masyarakat sesuai hukum-hukum syara’.
Saya berharap di dalam jawaban ini ada kecukupan. Wallâh a’lam wa ahkam.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

06 Rabiul Akhir 1444 H
31 Oktober 2022 M




Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar